Selamat jelang
tutup tahun 2016, kawan. Ada tayangan
wajib di TV, di forum-forum diskusi, yakni Ensiklopedia akhir tahun;
ensiklopedia ekonomilah, politiklah, kriminalitaslah atau ensiklopedia
bencana-bencana nasional sepanjang tahunlah, dll. Semua disorot lagi secara
sekilas namun menyeluruh, disertai harapan segala sesuatunya bisa lebih baik di
tahun depan.
Di jam-jam terakhir ini, ijinkan aku mengajakmu bikin ensiklopedia
hidup pribadi kita, kawan: mau kilas
balik kondisi keuangan kita, suka duka dalam pekerjaan kita, studi kita atau
moment-moment penting dalam keluarga kita. Kalau masih ada waktu, sempatkan
kilas balik yang satu ini, yang kusebut ensiklopedia
kasih & pengorbanan.
Mari simak pengalaman 3 orang ini:
Pertama, seorang ibu, jemaat gerejaku, baru saja
melahirkan anak pertama yang beratnya 3,5kg. Ia bercerita dengan penuh emosi: "Aduh pak, sakitnya bukan main. Saya seperti
taruhan nyawa. Saya jadi tersadar lagi, betapa besarnya kasih dan pengorbanan mama. Sekarang, saya jadi pingin pulang kampung, ketemu mama, pingin memeluknya, pingin sampaikan trima kasih dan hormat sebesar-besarnya pada mama."
Kedua, seorang wanita muda di Inggris,
entah siapa namanya. Beberapa
tahun lalu surat kabar di sana ramai memberitakan kisahnya. Dia memenangkan perlombaan berhadiah
besar: hadiahnya 3 minggu keliling dunia menikmati
hotel-hotel terbaik serta fasilitas mewah
lainnya. Wanita ini ternyata tidak memanfaatkan hadiahnya, karena harus menjaga seorang teman baiknya yang sedang
opnam di RS dan akan menghadapi operasi.
Wartawan berebut mewawancarainya, karena tidak puas dengan alasan tersebut:
"Nona, pasti ada orang lain yang bisa menjaga
teman Anda, dan pasti teman Anda itu akan sangat mengerti, karena ini
adalah kesempatan sekali seumur hidup." Beberapa saat wanita ini menolak menanggapi, namun karena tak tahan terus dikejar-kejar wartawan akhirnya ia buka suara. "Baik, kalian benar-benar mau tahu alasanku?
Itu karena apa yang telah temanku itu lakukan padaku
3 tahun lalu. Waktu itu aku terlibat narkoba, aku diusir keluargaku, dipecat
dari tempat kerjaku. Dialah satu-satunya orang yang merawatku. Dia menampungku
di rumahnya. Tiap malam dia bicara denganku, mendorongku untuk melawan
kecanduanku. Seringkali aku muntah-muntah tengah malam, dia bangun dan
membersihkan muntahanku, mengganti bajuku, membawaku ke dokter, bicara dengan
dokter untuk memastikan proses pemulihanku berjalan baik. Ia mendampingiku
dalam sidang-sidang di pengadilan kasus narkobaku. Ia bahkan mencarikanku
pekerjaan. Dia..dia sangat mengasihiku, ...dia telah banyak berkorban untukku.
Dan sekarang ia dia tak berdaya dan akan dioperasi. Nah, apa aku punya pilihan
lain?! Menemaninya di RS itu hal kecil yang bisa kulakukan untuknya, tak
sebanding dengan apa yang telah ia lakukan untukku."
Ketiga, Paulus. Ya, si pembuat-penjual
tenda dan rasulnya Yesus Kristus di alkitab itu. Ia menulis: “Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, ... Dan Kristus telah mati untuk
semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri,
tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.” (2 Kor 5:14-15). Ayat-ayat ini adalah bagian dari penjelasan Paulus atas isu
yang berkembang dalam jemaat Korintus tentang mengapa Paulus sebagai rasul kok
hidupnya penuh penderitaan, bahkan nampak sengaja melayani dengan semangat
pengorbanan: misal,
menolak haknya mendapat tunjangan hidup dari jemaat, lebih memilih bekerja
bikin & jual tenda untuk menafkahi dirinya sendiri dan membeayai perjalanan
misinya; tidak seperti pengajar-pengajar
hikmat lainnya yang nampak sukses (= terkenal, makmur, pendengarnya banyak), karena suka mencari keuntungan
dan kemuliaan diri. Nah, di
ayat-ayat inilah Paulus menuliskan penjelasannya: "Sebab kasih Kristus[lah] yang menguasai kami,.."
Kawan, ada benang merah dalam pengalaman 3
orang ini: mereka sama-sama tersentuh dan diubahkan oleh kasih dan pengorbanan
seseorang dalam hidup mereka. 3 orang ini mengalami apa yang disebut “logika kasih & pengorbanan”. Begini prinsipnya: Kasih dan pengorbanan yang dirasakan seseorang itu
mengubahkan, membuat orang itu tak berdaya selain membalasnya dengan semangat kasih
dan pengorbanan yang sama.
Jadi, kawan, mengingat dan menyadari kasih dan pengorbanan seseorang (teman, orang tua, apalagi
mengingat dan menyadari lagi kasih & pengorbanan Kristus), itu mengubah hidup kita, akan membuat kita merasa tak punya pilihan lain, selain membalasnya dengan sikap atau semangat kasih dan pengorbanan yang sama, entah dalam pekerjaan, pelayanan
atau dalam berelasi.
So, yuk kita evaluasi hidup kita jelang
tutup tahun tengah malam nanti: dengan semangat apa kita menjalani hidup kita
selama ini? Ini moment yang tepat kita menghitung berkat Tuhan di seluruh aspek
hidup kita: yakni mengingat kasih dan pengorbanan orang-orang dalam hidup kita,
terutama mengingat kasih dan pengorbanan Tuhan Yesus yang telah menyelamatkan
kita dari hukuman kekal yang seharusnya kita tanggung sebagai upah dosa kita.
Biarlah ingatan dan kesadaran akan kasih dan pengurbanan banyak pihak itu menjadi
motivasi sekaligus energi kita untuk [tidak bisa tidak, merasa tidak punya pilihan
lain selain] beribadah, melayani, membangun relasi, studi dan bekerja dengan semangat kasih dan
pengorbanan yang sama.
Dalam prakteknya, logika kasih apalagi pengorbanan ini sulit diterapkan. Dunia sudah
ajari kita sejak kecil hidup dengan semangat persaingan, permusuhan dan logika
untung rugi. Tapi mengapa harus tetap kita
lakukan? Karena, walau
sering bisa terasa tidak “masuk akal,” sikap-sikap seperti ini selalu “masuk
hati,” punya potensi mengubahkan: mengubah orang, mengubah komunitas keluarga kita,
gereja kita, kantor kita, bahkan masyarakat kita. Terutama, karena memang inilah gaya hidup manusia baru dalam dunia baru pasca
kebangkitan Yesus, sangat
berpotensi memuliakan Tuhan di tengah dunia yang merindukan teladan, dunia yang diam-diam terus mengawasi anak-anak Tuhan!
Kota Anging Mammiri,
31 Desember 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar