Sisipan, minggu refleksi:
(Catatan:
ini terjadi 8 th lalu, sengaja kusalin tanpa edit dari diary, biar lebih mencekam, biar Anda serasa nonton reality show Paranormal ActivityJ)
Enggan
sendirian malam-malam karena takut setan? Aku tidak. Sejak dilanda cinta monyet
waktu SMP aku jadi berani tidur di kamar sendirian, karena bisa bebas lamunkan
si dia tanpa olokan kakak. Tapi terus terang semalam aku takut. Ya, aku
mahasiswa SAAT, rohaniwan, ketakutan sekali. Ini yang kualami semalam:
Baru tadi sore aku tiba, memulai
praktek 2 bulanku di gereja di kota kecil ini, yang ternyata baru beli sebuah
gedung besar peninggalan Belanda untuk dijadikan pastori, yang belum sempat
dibersihkan dan disiapkan dan dipasangi lampu, kecuali satu kamar saja, diisi
satu ranjang besar dan 1 lemari, itu saja. Tanpa selambu di jendela besar
menghadap halaman belakang yang luas. Di kamar itulah aku sekarang (hingga 2 bulan ke depan!).
Biar
Anda paham benar, ijinkan kugambarkan lebih rinci lagi kondisi rumah besar ini
dan lingkungan sekitarnya. Seperti umumnya bangunan Belanda, langit-langitnya
tinggi. Bisa dibilang bentuk bangunan ini “U.” Ada 9 kamar, 2 di bangunan utama
bersama ruang tamu, 7 memanjang ke belakang, menghadap halaman luas di belakang
bangunan utama, di seberangnya adalah deretan 4 kamar mandi dan gudang. Kuperhatikan
sebelah kanan rumah ini adalah gedung agak baru, kata sopir gereja, itu
disewakan untuk resepsi pernikahan. Tapi malam ini tak ada acara, jadinya sepi,
tanpa penghuni. Sebelah kiri rumah ini adalah gang kecil, tanpa penerangan. Depan
rumah ini adalah jalan aspal, tapi relatif sepi, karena yang di seberang bukan
rumah-rumah atau toko-toko, melainkan tembok belakang kantor Bupati, memanjang
dari ujung jalan ke kanan maupun ke kiri. Kondisi ini saja lumayan bikin grogi,
karena kalo ada penjahat, teriakpun bisa-bisa tak ada yang dengar suaraku.
Horornya,
tembok belakang rumah ini nempel dengan kuburan kampung. Lebih horor lagi, ibu
warung di pinggir jalan tadi bilang rumah ini sudah 6 tahun kosong, sulit laku sebelum
akhirnya dibeli murah oleh gereja, karena angker. Anak si penghuni terakhir
bunuh diri di salah satu kamar di rumah ini. Lebih horor lagi, ini malam Jum’at
kliwon! Lebih parah lagi, aku masih diare, mencret-mencret sejak konser SAAT di
Bandung kemarin itu, jadi alamat deh ke kamar mandi berulang kali, kamar mandi
di halaman belakang itu, yang berjejer empat tapi cuma satu yang dipasang
lampu itu. So, sempurna sekali alasanku untuk takut dan sedikit protes pada
Tuhan.
Teringat
sinetron pocong yang kebetulan kutonton di kamar hotel di Bandung, malam
terakhir sebelum berangkat kemari, ditambah bau kemenyan yang kucium sekarang
ini, ...ah, andai kakak tingkat yang praktek 1 tahun di gereja ini seorang tiesung, cowok, pasti aku sudah ngungsi
ke pastorinya, masuk gang ke sana itu. Sebenarnya ada mahasiswa praktek
satu lagi yang ditempatkan bersamaku di sini, dari UKDW, tapi ia memilih tidur
di gereja malam ini, entah mengapa. Aku belum bersua, belum berkenalan pula. Aku
berharap lampu kamar watt-nya lebih besar
lagi, aku berharap ada pemuda yang ditugasi majelis untuk menemani, aku
berharap ...ah, nyatanya aku sendirian saat ini.
Ini
sudah jam 11, hampir tengah malam. Sudah 2 kali aku ke kamar mandi, kulakukan
dengan tergesa sekali. Badan penat oleh perjalanan panjang tadi, tapi kantuk
tak kunjung menghampiri. Tadi sudah kucoba buang takut dengan menata baju dan
buku sambil menyanyi lagu rohani, setelah beres, takut lagi. Sudah kubaca pula
satu bab buku Purpose Driven Life
jatah esok pagi, mata masih nyalang. Berdoa? Sudah beberapa kali: Dear Jesus, You’re my Lord. You’ve conquered the Satan, aku berlindung padaMU.”
Tetap takut... Jurnal hari ini sudah
pula kutulis, sambil mulut gumamkan lagu happy
birthday buat pacarku yang ultah
hari ini, yang sedang praktek 2 bulan juga di sebuah Pantijompo di Semarang.
Setelahnya, takutku kian menjadi, bayangin di kaca jendela tanpa gorden tiba-tiba
muncul sosok perempuan cantik yang bunuh diri itu, yang kata ibu warung tadi
suka tampakkan diri.
Jam
12 tepat. Kesabaranku habis. Ketakutan ini melelahkan sekali. Maka kutulis
baris-baris “doa perlawanan” ini: “Aku
takut, Yesusku. Tapi aku mau percaya, bahwa Engkau tidak akan membiarkan jika
itu melebihi kekuatanku. Apapun yang akan kudengar atau kulihat malam ini,
apapun yang terjadi, aku yakin Engkau mampukanku menanggungnya. Aku tidak akan
menghindar, akan kuhadapi. Bukankah ‘dia’ yang harus takut padaku, bukan
sebaliknya?! Kiranya imanku ini berkenan di hadapanMu. Amin.
Lalu
aku buka jendela lebar-lebar, dan bicara ke arah halaman belakang yang gelap
itu, “ Ayo, silahkan tampakkan diri!” Sunyi,...tak ada yang terjadi. Sengaja
kuberlama di jendela, setengah ingin melihat panampakan, setengah ingin
menaklukkan rasa takutku sendiri. Begitu kurasa agak “nyaman” dengan kegelapan
itu, jendela kututup lagi. Lalu tiba-tiba muncul ide menggantung jas almamater
di situ, menutupi kaca jendela itu. Setelahnya aku lega, lalu mengantuk, lalu tertidur.
Selesailah
kisah hororkuJ. Bersyukur kulewati
malam tadi dengan baik. Aku berhasil melawan rasa takutku sendiri. Bahkan saat ini
sudah merasa bersahabat dengan “suasana angker” di rumah ini (maksudnya ga
ngrasa serem lagi).
Mengapa
aku berpanjang ria ceritakan pengalaman ini, kawan? Yah, selain karena belum pernah ceritakan pengalaman ini ke
siapapun serinci catatan diary, aku
juga ingin menegaskan ke kalian yang masih takut setan, bahwa aku tahu yang
kalian rasakan, aku pernah berhasil menjinakkan rasa takut itu, sehingga aku
merasa berhak dan sah menuliskan buat kalian berita alkitab berikut ini:
Markus 1:21-28
Banyak
orang di dunia modern ini tidak percaya pada setan atau roh jahat dan menilai
sinis orang yang kerasukan (menganggapnya penyakit syaraf atau kejiwaan
tertentu), namun banyak pula yang mempercayainya, terutama orang timur, dan
secara khusus orang Indonesia. (Yudi Latief, penceramah isu-isu politik dan
kebangsaan itu pernah bilang bahwa orang ateis Indonesia bukan ateis murni,
karena masih takut dengan Genderuwo dan KuntilanakJ).
Tapi manapun yang benar, Alkitab banyak
mencatat Yesus mampu mengatasi kasus-kasus kerasukan ini. Salah satunya di awal
Injil Markus ini.
Kejadiannya
di rumah ibadah (sinagoge), entah di tengah acara kebaktian atau acara lain,
karena sinagoge itu multifungsi. Tiba-tiba saja ada orang kerasukan dan
mengoceh tak karuan. Pemandangan selanjutnya mencengangkan semua yang hadir:
Yesus mengusir roh jahat itu! Pengusiran setan juga dikenal dalam praktek agama
yahudi, tapi Yesus mengejutkan orang banyak karena Ia melakukannya hanya dengan berbicara: Tetapi Yesus menghardiknya, kata-Nya: "Diam, keluarlah dari
padanya!" (ay 25). Beda sekali bukan dengan cara “orang berilmu” yang
berkonfrontasi dengan roh halus sambil memejam mata cukup lama, merapal doa
atau mantra di tayangan-tayangan reality
show TV kita itu?
Markus
(dan penulis injil yang lain) hendak menegaskan bahwa Yesus melakukannya dengan
otoritas yang ada dalam diri-Nya sebagai Anak Allah atau Mesias yang diurapi
Allah, terbukti roh jahat itu mengenali siapa sesungguhnya Yesus dan tahu
tujuan kedatangan-Nya: "Apa
urusan-Mu dengan kami, hai Yesus orang Nazaret? Engkau datang hendak
membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah" (ay 24). Peristiwa
inilah pertama-kalinya Yesus dikisahkan mengusir setan. Dan di kayu salib
Kalvari itu sesungguhnya Yesus menuntaskan apa yang Ia mulai di rumah ibadat di
Kapernaum ini, yakni membinasakan roh jahat, setan, iblis, untuk selamanya.
Kawan, aku tidak menjamin
malam-malam sendirian kita ke depan akan aman tanpa penampakan, tapi yang
kujamin adalah ini: bahwa meski setan masih bisa meneror kita hari ini, namun
sesungguhnya mereka tidak memiliki otoritas lagi. Karena iblis sudah kalah
telak dan permanen ketika Mesias tersalib di Kalvari, dan mengulang kemenangan Allah atas setan itu adalah sesungguhnya tugas (sekaligus anugrah kesempatan) gereja, para murid Kristus di setiap generasi, tugasku dan Anda saat ini. Mengimani
kebenaran ini adalah kunci kesaksian kita di tengah dunia yang seringkali takut
dan putus asa menghadapi kuasa-kuasa jahat zaman ini. Dunia ini, walau
nampaknya masih penuh teror iblis, sesungguhnya telah ditaklukkan oleh otoritas
Allah di dalam Yesus yang penuh kasih. Wartakan kabar baik ini!
Temanggung, 28 Mei
2004
Jum’at
Kliwon!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar