Refleksi:
Tadi malam saat takbiran ternyata mall penuh sesak. Dari parkirannyapun sudah nampak. Aku bilang ke
istri, “Rupanya yang ga mudik pelampiasannya ke mall.” Bisa ditebak, konter
baju banyak diserbu. Tua, muda, besar, kecil, semua memburu pakaian
gebyar-diskon. Sementara itu TV terus siarkan berita seputar arus mudik.
Diperkirakan 2,5 juta kendaraan roda dua keluar dari Jabodetabek menuju kota
asal masing-masing. Belum lagi kendaraan roda empat. Dua fenomena ini, belanja
baju baru dan mudik, menggodaku untuk merenung lebih jauh: Apa esensi mudik? Apa esensi
pakai baju? Salah satunya ini, kawan:
Secara mendasar, mudik itu “pulang ke rumah.” Dulu
kita tinggalkan rumah orang tua kita, untuk kuliah, kerja, merantau ke luar kota, luar pulau bahkan
luar negri. Rasa rindu terbangkan angan kita ke kota asal kita, ke rumah bapa-ibu kita. Kenangan-kenangan
yang baik dan indah membuat kita ingin kembali ke sana, seakan kita ingin
mengulangnya. Itu sebabnya saat liburan kita punya naluri pulang ke sana. Kita merancang
waktunya, kita menabung dananya, kita persiapkan segalanya. Bahkan, bagi
yang tak kesampaian pulang seumur hidupnya, ada yang minta dikuburkan di sana! Jadi, “rumah”
itu mewakili segala hal indah di masa lalu yang dirindukan hati kita. Ia
mewakili hasrat kita berjumpa dan dekat kembali dengan asal muasal kita, dengan
situasi dan kondisi asali kita. Itulah sebabnya kita mudik, untuk pulang ke
“rumah.”
Lalu soal pakaian, mengapa kita merasa perlu pakai baju (dan
senang sekali beli baju baru)? Karena malu telanjang? Itu baru sebagian alasan,
menurutku. Buktinya, di kamar atau saat sendirian, bahkan saat cuaca panas dan
lebih nyaman jika telanjang, tetap saja kita lebih senang pakai baju. Maka
motif etika bukan satu-satunya. Yang lebih mendasar adalah: ada naluri bahwa kita
belum merasa cukup dengan tubuh kita ini saja. Sebagai gambar Allah, pengemban
citra Allah yang telah cemar dosa, kita telah kehilangan kemuliaan. Kita
membawa beban perasaan ketidak-utuhan. Kita punya naluri bahwa diri kita
diciptakan lebih dari keadaan yang sekarang ini.” Kita butuh ‘sesuatu yang
lebih’ dari keberadaan kita saat ini.” Pakaian itu mewakili ‘elemen tambahan’
yang perlu dan rindu kita kenakan agar merasa utuh menjadi manusia.
Dan ternyata ada dasar alkitabnya untuk menduga motif
seperti itu. Dalam 2 Korintus 5:1-5 Paulus
juga menggunakan gambaran tentang ‘rumah’ dan ‘pakaian.’ Yang menarik, kedua
metafora itu mewakili tubuh kita. Ya, tubuh badaniah kita. Sebagai pembuat
tenda, Paulus menyebut tubuh jasmaniah kita selama di dunia ini sebagai ‘tenda’
dan memberitakan kabar baik kepada jemaat Korintus yang pada zaman itu masih
banyak yang tinggal di rumah tenda (belum mampu punya rumah gedung), bahwa
Allah telah menyiapkan “rumah’ buat mereka di sorga (ay 1-2). Paulus juga menggambarkan tubuh jasmani kita
sebagai “pakaian,” dan secara jelas ia menyebut bahwa kita punya keinginan
mengenakan pakaian yang baru tanpa menanggalkan yang lama (ay 3-4). Artinya,
kita semua tidak ingin berada dalam kondisi ‘tanpa pakaian’ (un-clothed) melainkan punya naluri atau
harapan untuk semakin lengkap berpakaian (more
fully clothed).
Apa artinya? Pesannya kedua metafora itu sama, yakni Paulus
sedang menegaskan bahwa baik di dunia
ini maupun di dunia yang akan datang, jemaat akan memiliki tempat tinggal,
punya tubuh jasmani, juga bahwa di
dunia ini maupun di dunia yang akan datang mereka ‘tidak akan telanjang,’
artinya eksistensi mereka tidak akan berwujud roh tanpa tubuh (disembodied soul), melainkan roh yang
mengenakan ‘pakaian.’ Dan kabar baiknya adalah, rumah dan pakaian mereka yang
baru itu tidak akan fana lagi, melainkan besifat baka. Kabar baiknya adalah,
tubuh jasmani yang sudah disiapkan Allah dan masih tersimpan di sorga itu, jauh lebih baik dari tubuh jasmani mereka
saat ini, karena tidak bisa rusak atau hancur, artinya bersifat kekal.
Ini adalah injil, kabar baik bagi orang yahudi yang
merindukan tubuh yang baru, yang sangat menantikan tibanya waktu kebangkitan
orang mati di akhir zaman. Ada ‘rumah’ atau ‘pakaian’ yang lebih baik yang
sedang Allah simpan di sorga dan kelak akan dikeluarkan Allah dari sana untuk
dianugrahkan bagi kita ketika akhir zaman tiba, yakni di kota Allah yang turun
dari sorga ke bumi, saat langit dan bumi telah dibaharui dan menyatu kembali,
saat Allah akan diam bersama umat-Nya untuk selamaNya (lih Wahyu 21-22). Di
situlah terulang lagi ‘rumah masa lalu” kita, teralami lagi kondisi asali kita
seperti di taman Eden sebelum dirusak oleh dosa.
Dan injil atau Kabar Baik bukan main-main garansinya: pertama, Roh Kudus. Di ay 5 Paulus
mengulang yang dia umumkan di pasal1:22, bahwa Roh Kudus yang dianugerahkanNya
pada kita saat ini adalah meterai, jaminan dari dunia baru, dari kehidupan
baru, dan dari tubuh baru yang kelak pasti datang itu. Rumah dan pakaian kita
saat ini merupakan antisipasi, persiapan kita memperoleh tubuh kebangkitan kita
kelak itu. Garansi kedua adalah
kebangkitan Yesus sendiri. Dalam 1 Kor 15 Paulus panjang lebar menjelaskan
bahwa kebangkitan Yesuspun merupakan buah sulung, sebuah fase pembuka yang pasti
berujung pada fase kebangkitan kita. Kedua garansi ini menjamin bahwa rumah dan
pakaian kita saat ini adalah bayangan, cicipan atau apalah namanya, yang
mewakili ‘sesuatu yang lebih’ itu, yakni ‘rumah’ dan ‘pakaian’ yang kekal yang
disiapkan Allah bagi kita itu. Injil
yang luar biasa bukan??!!
Injil ini untuk semua orang, tapi pasti lebih terdengar
indah di telinga mereka yang tidak bisa mudik, pasi terasa lebih menghibur hati
mereka yang tidak mampu beli baju baru. Alkitab janjikan sebuah ‘rumah’ yang
lebih baik, pakaian yang lebih lengkap dan nyaman, yang saat ini masih
disimpan-Nya di sorga. Di dalam Kristus, kelak ‘rumah’ dan ‘pakaian’ itu akan
menjadi milik mereka. Wartakanlah kabar baik ini, kawan!
1 Kor 15:20-23
Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus
telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal. Sebab
sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan
orang mati datang karena satu orang manusia. Karena sama seperti semua orang
mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan
kembali dalam persekutuan dengan Kristus. Tetapi tiap-tiap orang menurut
urutannya: Kristus sebagai buah sulung;
sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya.
NB: Jika injil seperti
ini tidak terasa sebagai Kabar Baik buat Anda, mungkin karena dua kendala ini, kawan:
1. Memang tidak mudah membayangkan seperti apa
‘rumah’ atau ‘pakaian’ yang menanti kita di sorga itu. Namun tubuh kebangkitan
Yesus dipandang oleh Paulus dan tokoh-tokoh jemaat mula-mula sebagai model atau
prototipe tubuh kebangkitan kita kelak. Tubuh kebangkitan Yesus punya kemiripan
dengan tubuh-Nya saat sebelum mati (ada lobang di tangan dan lambung yang bisa
dijamah Thomas), tapi juga punya perbedaan cukup besar, sampai-sampai para
murid tidak mudah segera mengenali-Nya, dan juga bisa menembus dinding ruangan
terkunci di mana para murid bersembunyi itu. Maka seperti itulah tubuh
kebangkitan kelak, dalam beberapa hal akan mirip dengan tubuh kita yang
sekarang, namun sekaligus sangat berbeda dalam banyak hal lainnya. Yang pasti,
tubuh alamiah kita dan tubuh rohaniah kita akan sama-sama jasmaniah!
2. Karena banyak kotbah maupun buku telah membuat
banyak orang kristen berpikir setelah mati mereka akan memperoleh hidup kekal
yang artinya tinggal bersama Allah selamanya di sorga, dan dalam bentuk roh
pula, tanpa tubuh. Padahal, Perjanjian Baru kita lebih menekankan ‘sorga’ itu
bukanlah tempat kita pergi setelah mati, melainkan lebih menggaris-bawahinya
sebagai tempat di mana Allah menyimpan tubuh kebangkitan kita, tubuh rohaniah
kita yang jasmaniah namun bersifat kekal.
PB menyebut setelah mati kita akan ‘bersama Tuhan
kita di sorga.” Tinggal di sorga bersama roh orang-orang kudus di hadirat Tuhan
kita tentu membahagiakan, tapi roh-roh orang kudus itupun masih merindukan
datangnya ‘sesuatu yang lebih’ itu. Mereka belum puas menyembah Allah dalam
eksistensi roh tanpa tubuh. Mereka ingin menyembah Allah sebagai pribadi yang
utuh, sebagai pribadi yang dibaharui sepenuhnya oleh Allah, yang memiliki baik
roh maupun tubuh.
Itulah sebabnya, mengapa keberadaan kita yang
sementara di sorga itu (yang oleh para teolog disebut intermediate state itu), bukanlah fokus utama Perjanjian Baru kita.
Hanya sedikit sekali ayat yang menyinggung tentang kondisi intermediate state ini. Mengapa Alkitab sunyi senyap tentang
kondisi kita di sorga ini? Ya karena memang pengharapan kristen bukanlah sekedar roh kita pergi ke sorga dan
bahagia di sana, melainkan bahwa roh kita akan dipersatukan lagi dengan tubuh
kebangkitan kita
Dan setelah roh kita bersatu lagi dengan tubuh
kita, di mana tempat tinggalnya? Pastinya bukan di sorga, kawan!
Sorga hanya cocok untuk makhluk roh saja, seperti para malaikat. (Yang ini akan
saya tulis lebih panjang lebar di refleksi berikutnya, dengan judul: Injil Bagi Para Pencinta Alam & Bagi
Orang Kristen Duniawi).
Tangerang, Idul Fitri 1433 H, 19
Agustus 2012
SaTe on 2 Kor 5:1-5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar