Sisipan, minggu Refleksi:
Pagi
ini di keramaian jalanan menuju kantor aku melihat pemandangan berbahaya.
Bocah mungil itu nyelip di antara dua orang dewasa yang berboncengan, bukan
dalam posisi di tengah menghadap ke depan atau ke belakang di peluk ibunya,
melainkan di paha kanan, menonjol ke samping kanan motor, dan posisinya menghadap ke samping, sehingga ketika aku menyalib, terlihat jelas wajah mungil
yang manis itu menatapku, dengan pandangan setengah melamun.
Yang
lebih mengejutkan, bocah itu tak diproteksi alat apapun yang menjaga
keselamatannya, selain rangkulan satu tangan kanan ibunya (atau tantenya, atau
siapapun itu), mirip orang merangkul galon kosong. Ingin kuperingatkan, namun
laju kencang motor-motor lain di belakang tak memungkinkanku. Aku hanya bisa
berdoa agar tak terjadi apa-apa terhadap motor dan bocah itu.
Wajah
bocah itu, kawan, masih terekam jelas
setibaku di kantor. Wajah percaya, pasrah secara positif, yakin dirinya sepenuhnya aman
dalam pelukan satu tangan ibunya, atau orang dewasa lain yang dirasanya
menyayanginya. Aku bertanya hal baik apa yang dunia (seharusnya) bisa berikan
untuk mereka? Adakah kabar baik untuk mereka? Segera kuteringat
sabda Yesus tentang anak-anak seperti bocah itu. Kubuka Alkitabku
dan kubaca di sana kisahnya, di injil Markus 10:13-16:
Yesus
memandang mulia keberadaan anak-anak kecil (Injil Lukas menyebutnya: bayi-bayi).
Terbukti Ia menegur dengan keras para murid yang menghalangi anak-anak itu
dibawa orang mendekati-Nya. Yesus mengajar mereka, bahwa bocah-bocah mungil
itulah yang bisa menunjukkan pada orang dewasa apa artinya menerima dan masuk
kerajaan Allah (ay 15). Ketidak-berdayaan bocah kecil, juga kebergantungan
penuh mereka pada orang yang mengasihi dan merawat mereka itu memenuhi kriteria
iman yang diharapkan Allah dari manusia.
Markus
(dan Matius) ternyata menempatkan peristiwa ini setelah pengajaran tentang
perceraian. Rupanya Yesus ingin menyertakan nasib anak dalam pertimbangan orang-orang
yang menyetujui perceraian. Anak-anak bisa hancur karena perceraian orang tua mereka, bahkan bisa terluka hingga mereka dewasa! Dengan memberkati anak-anak, seakan Yesus memberi
pilihan, “Mana yang lebih rohani, yang lebih mulia: mengijinkan sepasang orang
dewasa membuat keputusan yang nyaman untuk diri mereka sendiri, atau melindungi
pihak yang lemah dan rapuh seperti anak-anak ini?”
Hari
ini kita hidup dalam dunia di mana ribuan anak masih diperlakukan seperti
komoditi, bahkan diekploitasi. Faktanya, masih banyak anak yang disiksa,
dilecehkan, dipaksa membanting-tulang bahkan ada yang dijual. Maka peristiwa anak-anak dipangku dan diberkati Yesus ini bisa dibilang Injil bagi
anak-anak, bahwa Allah memandang mereka berharga, menilai keberadaan mereka mulia. Ajaran Yesus ini patut digemakan. Jangan sampai gereja mengulang
kesalahan para murid, jangan sampai kita termasuk orang yang pantas ditegur
Yesus karena menghalangi anak kecil untuk merasakan kehangatan kasih dan penerimaan
Allah, yang ingin diberikan-Nya melalui kita orang dewasa yang terdekat dengan mereka.
Anda
punya anak, kawan? Atau berencana
punya anak? Atau dalam situasi diberi kepercayaan merawat anak orang?
Hati-hati, kawan, di tanganmu ada tugas besar, sekaligus ada kesempatan besar. Lindungilah
anak-anak itu dari keras dan jahatnya kerajaan dunia, dan belajarlah dari anak–anak
untuk masuk kerajaan Allah. Ijinkan aku mengajak Anda mengambil waktu untuk
mendoakan usaha-usaha pemerintah atau
LSM-LSM dalam meningkatkan kualitas perlindungan dan kesejahteraan kanak-kanak
Indonesia. Mari berdoa....
Markus 10:16
Lalu Ia memeluk anak-anak
itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka.
Jakarta, 2 Agustus 2012
Teringat En-en, gadis mungilku yang semalam
kupukul karena ingin bermain-main dengan laptopku. Maafkan papa..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar