Refleksi:
Tadi
pagi seorang teman yang sedang mengumpulkan data untuk sebuah riset berbagi
kisah-kisah tentang Soekarno, yang belum pernah kudengar. Kupikir-pikir, kagum
juga aku dengan sejarawan yang fasih ungkapkan sisi-sisi pribadi tokoh besar
yang jarang diketahui publik, seolah mereka mengenal sang tokoh secara pribadi.
Tiba-tiba
teringat pula cerita seorang rekan tentang keponakannya yang sangat
mengidolakan boy-band asal Korea, Super Junior, dan selalu up-date informasi terbaru tentang setiap
personelnya. Saking gandrungnya, sampai-sampai ia mengubah penampilan rambutnya sesuai gaya rambut yang disukai salah satu personil SuJu. Dan ia bertekad bisa
bertatap muka dengan artis idolanya dan memamerkan gaya rambutnya itu saat konser
mereka di Indonesia.
Dua
ingatan beruntun ini menyentilku malam ini, saat menatap langit-langit kamar
karena tak bisa tidur sementara anak istri sudah lelap sedari tadi. Ya, dengan
sadar sebetulnya aku sedang memperlakukan Tuhan seperti pahlawan bangsa atau
artis idola. Kurang lebih seperti itu. Apa persamaan sejarawan dan penggemar SuJu itu? Ini: pertama, keduanya sama-sama mengagumi, tahu banyak dan bisa bicara
banyak tentang sang tokoh atau sang artis, namun tanpa pernah bicara langsung
dengan sang tokoh atau sang artis. Kedua,
sang tokoh dan sang artis tersebut tidak mengenal mereka!
Mirip
seperti itu yang terjadi padaku beberapa waktu lamanya ini: aku banyak membaca
tentang Tuhan, banyak menulis berbagai aspek tentang Yesus, dan sangat
mengagumi-Nya. Namun terlalu sedikit minatku dan usahaku untuk bicara langsung
dengan-Nya dalam doa. Padahal Tuhan bukan pahlawan bangsa yang sudah almarhum, Ia
Tuhan yang bangkit, Allah yang hidup yang bisa diajak bicara. Padahal Ia bukan
artis idola yang tak mungkin bisa mengingat ratusan ribu fansnya, melainkan
Ia adalah Allah yang lebih dulu mengenalku, lebih dulu menganggap penting
kehadiran dan peranku (Maz 139:13,16).
Ia
bahkan Allah yang ingin berelasi pribadi denganku dan ingin aku mengenalNya
secara pribadi. Ia bahkan Pencipta yang berinisiatif tatap muka dan berbincang
karib denganku, Allah yang kudus yang tetap menyambutku meski kerap aku tak
berdandan dengan kesucian. Pendek kata, Ia bukan tokoh bangsa yang sudah almarhum, bukan
pula idola yang jauh. Ia Pribadi yang selalu hadir, sama sekali tak jauh dari
diriku, bahkan memperkenalkan diriNya kepadaku sebagai seorang Bapa, sahabat
dan kekasih jiwaku.
So, malam ini aku
dirundung sesal dan malu. “Ampuni aku
Tuhan.” Apalagi mengingat selama ini Ia terus saja setia melindungi dan
mencukupkan berkat. “Tolong bangkitkan
gairahku mendekat dan bicara banyak denganMU, Tuhan. Entah gimana caranya,
jauhkanlah penghalang-penghalang minat dan waktuku untuk berbincang langsung
denganMU dalam doa. Amin.”
Doaku
juga buat kalian, kawan. Kesibukan
sehari-harimu bukannya tidak penting di mata-Nya. Semua itupun perkara indah
dan kudus di hadapan-Nya. Hanya, kita perlu terus diingatkan, bahwa waktu-waktu
yang kita pakai untuk memberi perhatian kepada Allah itu sesungguhnya
menentukan puas bahagia kita dalam menjalani tugas-tugas kehidupan. Ayo bicara denganNya, kawan! Mari banyak berdoa! Bapa Sorgawi kita belum dan tidak
akan almarhum, dan kita bukanlah penggemar, melainkan anak-anak terkasih dari
Allah Tritunggal yang Esa dan Yang Akbar itu!
Yeremia 1:5
"Sebelum
Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum
engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah
menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa."
Wahyu 3:20
Lihat,
Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar
suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan
bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.
Tangerang, 30 Agustus 2012, pkl 02.00
WIB,
Insomnia, kucoba banyak bicara dan bertanya kehendak-Nya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar