Melahirkan kembali, Mencipta ulang ...Semesta!
Yoh 16:16-22
Kunjungi rumah jemaat minggu
ini jumpakanku dengan tiga keluarga bahagia atas kelahiran anak atau cucu mereka. Para ibu yang baru melahirkan itu nampak begitu bahagia. Padahal melahirkan itu menakutkan (jika tak boleh dibilang mengerikan). Sakit sekali katanya. Ada kontraksi atau kejang-kejangnya, ada rasa sesak-sulit bernafas, ada perasaan tidak karuan, campur-aduk, dll, yang kita para suami atau para pria hanya bisa
menonton dengan kagum campur cemas. (waktu putri pertamaku
lahir, aku keluar kamar bersalin karena tak tega lihat istri kesakitan berjuang
mengeluarkan Charissa Hui dari
perutnya).
Tapi uniknya, kebanyakan ibu hamil menantikan momen menyakitkan ini dengan semangat
’maju tak gentar’ atau ’terus maju meski gentar.’ Dengan penasaran mereka sering membayangkan seperti apa wajah bayinya saat lahir nanti, dan dengan takjub dan bangga mereka membayangkan seperti apa rasanya menghadirkan sebuah kehidupan baru
ke dalam dunia ini, dalam wujud bayi mungil, melalui rahimnya.
Para ibu yang kubezuk itu jelas mengalami rasa sakit (baik yang melahirkan normal maupun lewat operasi cesar), namun seperti yang kulihat sendiri, rasa sakit itu sudah berganti suka-cita, kebahagiaan yang sepertinya sulit mereka lukiskan dengan kata-kata. Memang masih ada rasa sakit yang dialami selama masa pemulihan, namun yang
pasti: kehidupan baru telah datang, membawa suka cita baru, tak hanya bagi sang ibu, tapi juga bagi banyak orang.
Nah, realitas pengalaman para ibu ini dalam perspektif
kristiani seharusnya layak disebut tiap kali kita merayakan paskah. Karena tak
hanya natal, paskahpun sejatinya bicara tentang kelahiran. Benarkah? Benar, kawan! Coba simak ucapan Yesus di Yoh 16:16-22. Khususnya di ay 21 “Seorang
perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan
anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa
seorang manusia telah dilahirkan ke dunia.“
Kelahiran siapa yang dimaksud Yesus di sini? Jawabnya
akan kutunjukkan nanti. Sekarang kuingatkan dulu, bahwa Alkitab kita itu penuh dengan peristiwa
kelahiran. Coba aja baca silsilah-silsilah dalam kitab Bilangan. Itu kan isinya tentang si Anu memperanakkan Ani, si Ani melahirkan si Ano, dst. Atau kitab Kejadian. Teks aslinya terbagi dalam sepuluh bab yang semua
bagian awalnya mengandung kisah kelahiran atau silsilah. Bisa dibilang, tiap nama yang disebut dalam kitab Kejadian selalu dikaitkan
dengan kisah ’siapa melahirkan siapa.” Abraham melahirkan
Ishak dan Yakub, Yakub melahirkan 12 orang yang kelak menurunkan 12 suku Israel,
dst.
Jadi jelas terasa, bahwa kelahiran itu peristiwa penting bagi pembaca awal alkitab kita. Bahkan, saking pentingnya, sampai-sampai
langit-bumi atau sorga-bumi itu disebut dilahirkan. Coba baca Kej 2:4. Kata ibrani untuk ”riwayat’ dalam ayat ini adalah toledot = “keturunan” atau ”kelahiran.” Kata ini erat kaitannya dengan kata yalad
= memperanakkan, melahirkan. Dan orang yahudi sejak berabad lampau menganggap
Yerusalem dan bait suci di dalamnya, sebagai ‘pusar’ dunia. Seperti tali pusar
yang menghubungkan bayi dengan mamanya, mereka meyakini Yerusalemlah tempatnya
agar dunia bisa terhubung dengan sumber
kehidupannya, yakni dengan sorga, dengan Allah (sejak Allah memilih bait suci
yang dibangun raja Salomo itu sebagai tempat-Nya berdiam di tengah umat Israel [1Rj
9:3]).
Nah, kembali ke ucapan
Yesus di ayat 21 tadi. Ayat ini ada dalam percakapan Yesus bersama para murid menjelang
penyaliban-Nya. Yesus sedang menghibur mereka. Tapi Ia bicara tentang kelahiran
siapa/apa? Tidak disebutkan secara ekplisit, maka kita perlu cermati konteksnya.
Di ayat 16 Yesus menyebut kata “Tinggal sesaat saja..” (bahkan dalam 3 ayat
berikutnya kata ini diulang sebanyak 7x!). Maka konteksnya jelas, ternyata
Yesus sedang menyamakan peristiwa seorang ibu melahirkan tadi dengan sebuah
peristiwa besar yang ‘tinggal sesaat lagi’ akan terjadi. Yesus berkata: “Tinggal
sesaat lagi kamu tidak melihat Aku...dan
kamu akan melihat Aku lagi.” Apa maksudnya? Peristiwa apa yang membuat
mereka sesaat lagi tidak melihat
Yesus, tapi sesaat lagi juga akan
melihat Yesus kembali. Para murid bingung dengan kalimat Yesus ini.
Tapi kita sebagai pembaca alkitab saat ini tentu tidak
(perlu) bingung. Karena jika kita baca peristiwa selanjutnya, yang terjadi
adalah peristiwa salib. Maka, dengan kata lain, di
sini Yesus sedang mau menyampaikan bahwa kematian-Nya dan kebangkitan-Nya itulah yang Ia samakan dengan proses
seorang wanita melahirkan bayinya. Yesus akan diambil dari
tengah mereka, ditangkap-disalib, mereka akan berduka. Dan di ay 20-22 ini seolah Yesus memberi peringatan: “Sebentar lagi kalian akan merasakan pengalaman menyakitkan seperti yang dialami
ibu-ibu yang melahirkan.”
Peristiwa-peristiwa yang akan
mereka saksikan dan alami dalam hitungan jam ini, mulai di
Getsemani, di pengadilan Kayafas, Pilatus, lalu di sepanjang via dolorosa
hingga ke Golgota itu, semuanya akan sangat menyakitkan bagi para murid (sudah pasti bagi Yesus sendiri!). Selama 3 hari mereka tidak akan bisa melihat Yesus lagi. Tapi mereka akan melihat Yesus lagi, karena Yesus bangkit, sehingga dukacita mereka akan berganti
dengan suka-cita.
Nah, kalau digabungkan dengan pertanyaan kita di awal,
maka pertanyaannya sekarang: apa yang terlahir jika Yesus menyamakan kematian
dan kebangkitanNya itu seperti perempuan yang melahirkan? Dunia baru, kawan. (Atau lebih tepatnya, dunia ciptaan lama yang selesai
tercipta di Kejadian 2:4 dan yang jatuh-cemar-rusak karena dosa di Kejadian 3
itu, akan dilahirkan kembali, dicipta ulang). Itu sebab Yesus berkata di ay 20
“kamu akan menangis, meratap, namun dunia akan bergembira (karena sudah terlahir kembali). Ini pesan yang ingin Yesus maupun Yohanes sampaikan pada
kita. Inilah kabar baik injil yang akbar itu, yang tidak hanya
tentang keselamatan individu-invidu manusia, melainkan juga tentang keselamatan
kosmis, seluruh ciptaan.
Metafora kelahiran dunia baru ini hanya salah satu dari
banyak cara alkitab memberitahu kita tentang misi besar Allah terhadap ciptaan-Nya
yang telah dibelenggu kuasa dosa (istilah lainnya yang sudah populer adalah:
memulihkan, menebus, menghakimi, menyelamatkan, membawa pulang, mendamaikan
seluruh ciptaan). Tak heran rasul Pauluspun menggunakan metafora yang sama
ketika mencoba menggambarkan tentang dunia yang menderita di bawah kuasa dosa dalam kitab Rom 8:22 “Sebab kita tahu, bahwa sampai sekarang segala
makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin.”
Dalam surat Kolose 1: 23 Paulus
juga menulis: “Sebab itu kamu harus
bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser
dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah
(perfect tense !) dikabarkan di seluruh alam di bawah langit, dan yang aku
ini, Paulus, telah menjadi pelayannya.” Injil apa yang Paulus sebut telah dikabarkan di seluruh alam
di bawah langit ini? (sampai hari inipun masih banyak daerah yang belum
terjamah misi kristen, belum mendengar berita injil!). Maka injil yang Paulus
maksud di sini tentulah jauh lebih besar dari kabar baik tentang individu manusia
yang percaya Yesus akan masuk sorga setelah mati. Injil ini selaras dengan yang
dimaksud Yesus di ay 20 tadi, yang cakupannya tidak sebatas bersifat personal,
melainkan juga global.
Bagi Paulus, kematian dan
kebangkitan Yesus di kayu salib adalah karya Mesias yang mengalahkan sekali dan
selamanya si iblis dan segala manifestasi kuasa jahatnya. Dengan demikian, injil
tentang Kristus yang tersalib dan bangkit adalah pengharapan sejati, garansi
bagi pemulihan seluruh ciptaan. Seperti RS mengeluarkan surat resmi pernyataan
kelahiran anakku Hui (yang dikuatkan oleh lembar negara yang dikeluarkan
catatan sipil), demikian di paskah perdana itu sorga mengeluarkan pernyataan
resmi: “Selamat, semesta baru telah lahir!” “yang lama sudah
berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang!”
Yesus sendiri jelas ingin para muridNya memahami realitas
akbar ini di balik peristiwa penyaliban-Nya. Sedih sesaat wajar, tapi para
murid seharusnya segera bersukacita kembali setelah kebangkitan terjadi:
Yohanes 16:20-21 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya kamu akan menangis
dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi
dukacitamu akan berubah menjadi sukacita.
Seorang perempuan
berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia
tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia
telah dilahirkan ke dunia.
Maka apa respons yang pantas kita
berikan tiap paskah tiba, kawan? Usulku, untuk paskah perdana 2000an tahun lalu itu, kita serukan: “Selamat datang “bayi dunia baru,” “bayi Kerajaan
Allah di bumi.” Tapi kini sudah dua
ribu tahun lebih paskah perdana telah berlalu. Kita wajib berduka dan bertobat
jika di generasi kita ini realitas dunia baru, nilai-nilai Kerajaan Allah itu
kondisinya masih seperti bayi, di mana kebenaran, keadilan dan shalom Allah
masih dianggap remeh, masih merangkak pelan, belum tegak berjalan, masih
seperti bahasa cedal seorang balita, belum jelas diartikulasikan. Maka tiap
kali masa raya paskah tiba, menurutku tak ada cara lain yang lebih tepat
menyambutnya selain dengan mengingat kembali panggilan kita sebagai gereja, yakni
terus merawat, membesarkan dunia baru, kerajaan Allah itu.
Sebagaimana Yesus ingin para murid melanjutkan tugas membesarkan
bayi dunia baru-kerajaan Allah yang telah Ia lahirkan, hari ini kitalah yang diberi-Nya
peran sebagai ibu yang punya naluri merawat bayinya sendiri, yang tidak pernah
merasa terpaksa, melainkan selalu tekun dan penuh kasih serta dengan segala
daya upaya merawat dan membesarkan anak-anak yang dilahirkannya.
So, biarlah paskah ingatkan kita, untuk
besarkan KerajaanNya, sebarkan nilai-nilai sorga, wujudkan dunia baruNya, di
manapun kita berada, melalui talenta
apapun yang kita punya. Ini tanggung-jawab kita, kawan. Please, jangan
oper tanggung jawab mulia ini pada para baby-sitter
J.
Selamat jelang
paskah, kawan!
Palopo, 14 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar