Menentang Kekuasaan
Yang Menindas
Markus 11:1-11
Tanggal 1 Desember merupakan hari ulang tahun
Organisasi Papua Merdeka (OPM). Biasanya, pada tanggal tersebut, simpatisan,
aktivis OPM serta kelompok pro kemerdekaan melakukan berbagai kegiatan, antara
lain menaikkan bendera "bintang kejora" dan ibadah syukur. Perayaan
ini masih dirasa mengandung ancaman oleh pemerintah kita, mengingat OPM dikenal memperjuangkan kemerdekaan
(terpisahnya) bumi papua dari Indonesia. Tak sekali dua kali terjadi, perayaan
ini dijadikan momentum menyulut insiden kekerasan bersenjata, dengan harapan
memancing perhatian internasional. Maka
sudah menjadi SOP (Standar Operasional Pengamanan) aparat kita untuk menambah
jumlah pasukan menjelang dan pada saat perayaan ini. Sekian SSK pasukan Brimob maupun tentara
dikirim dari luar Papua ke titik-titik rawan.
Seperti
itu pula perayaan paskah Yahudi di jaman Yesus, kawan. Bagi orang yahudi, paskah bukan sekedar momen religius.
Paskah itu momentum politik. Ini saat mereka sebagai bangsa berkumpul di kota
suci, mengobarkan nasionalisme, menggelorakan jiwa yang haus kemerdekaan dari penjajah
kafir, yakni kekaisaran Romawi. Dan kaisar memandang hari raya ini sebagai
sebuah ancaman, sehingga sudah menjadi SOP pula, tiap kali paskah yahudi tiba,
mereka mengirim pasukan tambahan ke wilayah ini dari markas terdekat mereka
yang di Galilea, menuju Yerusalem, dipimpin seorang Gubernur Romawi yang
berkuasa di wilayah Yudea saat itu.
Maka
sesungguhnya ada dua barisan di hari pertama minggu paskah itu. Dua arak-arakan.
Yang satu memasuki Yerusalem lewat pintu gerbang barat, arak-arakan pasukan kekaisaran
Romawi, kali ini dipimpin Gubernur Pilatus, tentunya lengkap dengan kuda-kuda,
peralatan perang dan bendera-bendera kebesaran. Satunya lagi masuk dari arah
Timur, Yesus naik keledai muda menuruni bukit Zaitun, diikuti sorak-sorai para
pengikutNya, para petani dan kaum rendahan lainnya. Arak-arakan Yesus
memproklamirkan Kerajaan Allah, arak-arakan Pilatus memproklamirkan kekuasaan
Kekaisaran Romawi. Pesan atau misi kedua arak-arakan inilah yang menyulut
konflik di minggu paskah itu yang akhirnya berujung pada penyaliban Yesus.
Barisan
militer Pilatus itu mendemonstrasikan kekuasaan maupun teologi kekaisaran
Romawi. Menurut teologi ini, Kaisar bukanlah sekedar penguasa Roma, melainkan
juga (sejak kaisar Agustus) dipandang sebagai Son of God, Anak Dewa. Ayahnya diyakini adalah dewa Apolo dan
ibunya adalah Atia, manusia biasa. Situs purbakala juga mencatat ia bergelar “Lord” dan “Savior,” figur yang disebut telah membawa “damai” di atas bumi.
Gelar-gelar inipun disandang kaisar yang memerintah di jaman Yesus, yakni
Tiberius. Maka bagi bangsa yahudi, arak-arakan Pilatus hari ini tak hanya mewakili
tatanan sosial tandingan, melainkan juga mewakili teologi tandingan.
Sementara
itu Yesus masuk ke Yerusalem naik keledai muda. Sejak
di pasal 8 para murid sudah mengakui Yesus sebagai Mesias, Raja Yahudi sejati,
yang sedang dalam perjalananNya menuju Yerusalem, ibu kota bangsa Yahudi, untuk
diakui pula oleh orang banyak. Dan inilah momennya. Pengikut dan
simpatisan menyambutNya sebagai Raja, menghamparkan
pakaian mereka dan menyebarkan ranting hijau di jalan, serta menyambut dengan
sorakan di ay 9-10, yang artinya "Hosana! Selamat datang! Selamat
datang dalam kerajaan bapak kita Daud. Selamat datang kerajaan Allah!"
Cara masuk Yerusalem seperti ini tentu disengaja. Yesus berniat menggenapkan
nubuat nabi Zakaria (9:9-10), bahwa raja Mesias yang akan datang itu rendah
hati dan akan melenyapkan semua senjata, kereta dan kuda perang. Dan raja itu
akan membawa damai kepada seluruh bangsa, sehingga ia disebut Raja Damai.
Jadi
jelas, arak-arakan Yesus di Minggu Palem ini secara sengaja ditujukan untuk
mengkaunter arak-arakan Pilatus itu. Arak-arakan Pilatus mewakili visi kekuasaan,
kemuliaan dan praktek kekerasan yang diusung kerajaan Romawi, penguasa dunia
saat itu. Sedangkan arak-arakan Yesus membawa visi yang beda, yakni visi
Kerajaan Allah yang mengusung kerendahan hati, keadilan dan kedamaian. Nah,
bentrok antara kedua kerajaan ini akan berlanjut di sepanjang Minggu Paskah
ini, sepanjang pekan terakhir Yesus di bumi ini.
Jadi,
kawan, inilah yang terjadi di Minggu
Palem itu. Bukan, Yesus bukannya menentang orang Romawi atau membenci bangsa
Romawi. Passion Dia adalah menentang kekuasaan yang disalahgunakan, kekuasaan yang
menindas bangsaNya dan menindas seluruh dunia. Kekuasaan jenis ini mendominasi
dengan cara kekerasan, memaksakan kehendak yang menyengsarakan pihak lain, melalui
modus operandi seperti ini: penindasan secara politik, eksploitasi
secara ekonomi, dan pemanfaatan teologi (agama) sebagai stempel legitimasi
untuk mendominasi maupun bertindak anarki.
Apa
yang perlu kita refleksikan? Kurasa ini, kawan:
Pada tiap kitapun tersandang sebuah kekuasaan. Entah sebagai individu (di
rumah, di kantor, di lingkungan sekitar), maupun sebagai kelompok (etnis, kelas
masyarakat, agama, aliran agama, gereja, lembaga, profesi, sains, dll), kita semua
punya kekuasaan. Apa passionmu terkait kekuasaan yang kamu miliki, kawan? Ya, itu yang menentukan kita
sedang berada di barisan mana saat ini. Paskah meminta kita evaluasi, dalam
kerangka visi arak-arakan siapa selama ini kita gunakan power dalam talenta jabatan, bisnis, pelayanan dan
ilmu kita: visi barisan Yesus, atau visi barisan Pilatus?
Selamat
jelang paskah, kawan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar