Menentang Malfungsi Insitusi Agama (maupun Negara)
Markus 11:12-25
Waktu remaja, dua orang membuatku
diam-diam merasa malu. Pertama,
mamiku, karena beliau mudah marah. Tiap kali aku menemaninya pergi, hampir selalu
ada insiden beliau memarahi orang. Itu bisa di pasar, bisa di dalam bis. Aku malu
turut jadi tontonan banyak orangJ. Kedua, tebak
siapa? Tuhan Yesus! Ya, khususnya terkait catatan kitab injil tentang Yesus “memarahi”
pohon ara dan marah tak terkendali di bait suci (sampai-sampai aku berdoa smoga
tak ada teman dari agama lain yang tahu tentang ini J). Itu yang
kurasakan ketika remaja. Tapi hari ini aku mengenang dua sosok yang kukasihi
itu dengan kesan yang berbeda sekali.
Apa yang sebenarnya Yesus lakukan di hari Senin Suci di
Minggu Paskah yahudi ini?
Markus mencatat dua
peristiwa. Pertama, Yesus mengutuk
pohon ara yang tidak ada buahnya; kedua,
Yesus menjungkir balikkan meja dan mengusir orang berjualan di halaman bait
suci. Di sini Markus pakai gaya bertutur model roti burger. Bagian daging isinya
adalah insiden di halaman bait suci itu (di ay 15-19); bagian roti pengapitnya adalah
kisah pohon ara yang dikutuk Yesus (di ay 12—14 dan 20-25). Btw, Markus suka gaya bercerita seperti
ini, coba lihat pasal 3:20-35; pasal 5:21-43; pasal 6:7-30; pasal 14:1-11;
pasal 14:53-72. Gaya penulisan model burger
ini mengharuskan kita menggunakan bagian satu untuk menafsir yang lainnya. Maksudnya,
kisah yang satu akan menolong kita untuk memahami yang lain.
Sama seperti aksiNya
kemarin sengaja naik keledai memasuki Yerusalem, dua aksi hari ini pun disengaja-Nya.
Tujuannya? Itu aksi kembar, kawan. Yesus
memperagakan penghakiman Tuhan secara simbolis. Pohon Ara yang dikutuk-Nya itu
menyimbolkan Yerusalem dan Bait Allah di dalamnya. Sedangkan aksi-Nya di bait
Suci itu secara praktis-efektif menghentikan fungsi bait Allah itu sendiri (setidaknya
untuk sementara), seperti menyegelnya. Ini tindakan simbolis menyampaikan suara
kenabian, bahwa Bait Allah (bangunan ibadah yang sekaligus menjadi lambang
negara, simbol identitas bangsa yahudi) itu akan dihukum Allah, akan bernasib
sama seperti pohon ara yang dikutuk Yesus hingga kering dan mati keesokan
harinya itu.
Pertanyaannya, why? Mengapa Bait Allah akan dihakimi
Allah? Itu bisa kita lacak dari dua kalimat yang ducapkan Yesus itu: “Bukankah ada tertulis, rumahKu akan disebut
rumah doa bagi segala bangsa? Tetapi kamu telah menjadikannya sarang penyamun!”
Kalimat pertama dikutip Yesus dari Yesaya 56:7, nubuat nabi yang membukakan
visi bahwa kelak semua orang, yahudi maupun non-yahudi, dari segala tempat,
akan datang ke Yerusalem untuk menyembah Allah Israel, dan doa-doa mereka akan
didengar dan diterima oleh Allah (ini konsisten dengan penetapan Allah saat
peresmian bait Allah setelah selesai dibangun oleh Salomo [1Raja 8:41-43]).
Bait Allah dirancang sebagai
simbol berdiamnya Allah di tengah bangsa Israel demi terberkatinya seluruh
dunia, tapi cara rekan-rekan sebangsa Yesus mengurus Bait Allah lebih
menyimbolkan Allah yang eksklusif dan tidak peduli dengan bangsa-bangsa lain. Maka
ketika mengucapkan kalimat yang kedua itu (dikutip Yesus dari Yeremia 7:11), Yesus
menyatakan bahwa para pemimpin bait Allah khususnya dan bangsa yahudi secara
umum, telah gagal menghidupi panggilan ini. Kegagalan itu dilakukan para
penguasa bait suci dengan dua cara, yakni dengan semangat kompromi dan semangat
konfrontasi bersenjata.
Imam Besar dan imam-imam
kepala di Bait Allah itu terkenal dengan gaya hidup mereka yang berfoya-foya
dan menindas orang asing serta membiarkan ketidakadilan diderita rakyat Israel
sendiri. Maklum, jabatan itu tak lagi untuk keturunan Harun atau suku Lewi,
melainkan bisa dibeli kaum kaya yang direstui oleh Herodes (raja boneka pilihan
Roma) dan oleh pejabat Romawi. Dan ahli-ahli taurat itu direkrut dan digaji imam-imam
yang cenderung pro kepentingan penjajah Romawi itu.
Di
sisi lain, penting untuk dipahami, kata
‘penyamun’ di jaman Yesus bukanlah berarti ‘maling’ atau ‘perampok’, tapi lebih
menunjuk pada kelompok revolusioner, orang-orang radikal atau kaum
ultra-fundamentalis, termasuk dan terutama golongan Zelot, yakni orang-orang
yang berambisi mengenyahkan bangsa lain dan menghalalkan kebencian dan
kekerasan bersenjata untuk mencapai ambisi revolusi nasionalis mereka. Ini
kelompok yang akhirnya berhasil mengambil alih kepemimpinan Bait Suci dari
tangan elit penguasa bait suci yang kompromis dan pro-penjajah tadi.
Kedua jenis penguasa bait
Suci inilah yang menjadikan Bait Allah saat itu dinilai gagal melakukan
fungsinya, mencerminkan kegagalan bangsa pilihan ini menghidupi panggilannya
sebagai terang dunia, sehingga bangsa-bangsa lain bukannya diterangi namun
malah dihakimi. Allah memang berjanji memberkati Israel lewat Bait-Nya, namun
Ia juga tidak segan menghukum Bait Allah jika Israel menganggap remeh Bait
Allah ini, yakni dengan menyalahgunakan janji Allah itu sebagai alasan untuk
berkanjang dalam dosa, hal-hal yang amoral, dan sikap-sikap yang tidak adil dan
penuh kekerasan.
Maka aksi Yesus ini sangat
berbahaya, kawan. Itu sama dengan
pendeta yang berani menolak kebijakan NAZI di bawah Hitler, atau yang berani
mengkritik diskriminasi ras di era jaya-jayanya rezim apartheid Afrika Selatan
berkuasa. Yesus telah melanggar tabu yang besar, karena berani menubuatkan
malapetaka akan menimpa kota dan bangunan terbesar, terpenting, tersuci dan
paling bersejarah, kebanggaan bangsanya sendiri. Tak heran para imam kepala dan
ahli taurat sangat tersinggung oleh kata-kata Yesus yang kritis dan menusuk
ini. Siapapun yang nekat melakukannya akan dianggap layak dibunuh. Dan itulah
yang Ia alami di akhir pekan Minggu Paskah ini. Eksekusi salib Ia alami.
So, jadi apa passion Yesus yang nampak di hari kedua
minggu paskah yahudi ini? Tetap di bawah bendera kerajaan Allah, kawan. Ia tak
sekedar memprotes komersialisasi rumah ibadah. Ia bukan menentang bait Allah sebagai
institusi maupun jabatan para pemimpin agama itu, melainkan penyalahgunaannya,
yakni untuk berkompromi ataupun berkonfrontasi dengan cara kekerasan. Yesus
memperingatkan mereka untuk mengubah cara hidup mereka selama masih ada waktu
sebelum penghakiman itu tiba.
Passion Yesus adalah, Bait Allah (dan Yerusalem)
harus direbut kembali oleh Mesias yang anti kekerasan, bukan dengan revolusi
yang mengumbar kekerasan. Dan ritual di dalamnya harus dikembalikan fungsinya
untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, bukan malah menjadi sarang yang nyaman
bagi para pemimpin amoral maupun pelaku kekerasan dan ketidak-adilan. Demi passion ini, citraNya yang baik sebagai
Guru bijaksana dan penyembuh banyak orang terancam. Ia siap disalah-pahami
banyak orang, termasuk olehku (mengira Dia gampang emosi kalau lapar dan mirip anggota
FPI yang anarkis ituJ).
Ia bahkan siap kehilangan nyawa, demi passion
ini.
Hari ini aku tak malu lagi,
bahkan bangga terhadap aksi marah-marahnya Yesus ini. Saat ini aku juga tak
malu lagi dengan sikap pemarah mamiku. Setelah kuingat-ingat, sebetulnya beliau
itu melakukan apa yang kebanyakan orang tak berani melakukannya, misal: menegur
penumpang bis yang merokok, menegur pedagang beras di pasar yang mencurangi
pembeli dengan merekayasa timbangan. Sekarang aku justru berharap teman-temanku
yang beragama lain tahu tentang aksi Yesus di hari kedua minggu paskah ini.
Bagaimana denganmu, kawan? Ketika melihat gerejamu tidak
berminat menghidupi panggilannya, atau (kita perluas aplikasinya), saat kita
melihat bangunan-bangunan penting dan megah di tengah bangsa kita ini (gedung-gedung
kementrian, lembaga pengadilan, gedung wakil rakyat, istana presiden,
bank-bank, mall-mall, hotel dan apartemen mewah, kampus-kampus, dan tempat
ibadah yang besar) dan mendengar bahwa tempat-tempat itu telah menjadi tempat
di mana kekuasaan seringkali disalahgunakan untuk menguntungkan segelintir
orang yang berkuasa, menjadi sarang penyamun, para penindas masyarakat yang
tidak berdaya, apa respons kita? Pilih kompromi, tutup mata dan mulut, atau
pilih konfrontasi dengan kekerasan yang jahat? Adakah kerinduan untuk memikirkan
cara menyuarakan suara kenabian di generasi kita? Paskah waktu yang tepat untuk
peduli dan berani mengharapkan perubahan tanpa revolusi, bahkan berani menjadi
pelopor perubahan dengan aksi kreatif tanpa kekerasan, setidaknya di lingkungan
terdekat kita.
Bagian ending hari ini aku
senang, karena setelah menghakimi (secara simbolis) Bait Allah maupun sistem di
dalamnya yang selama ini telah merusak rencana Allah bagi dan melalui Israel
itu, Ia toh mengakhirinya dengan perintah yang tegas pula untuk saling
mengampuni (ay 25). Mungkin, hanya dengan saling mengampunilah kita yang
dipanggil untuk berkarya di dalam nama dan kuasa Yesus juga akan mampu menyerukan
suara kenabian gereja, melawan ketidakadilan dan kejahatan di tengah dunia kita
saat ini. Maukah kita?
Selamat jelang paskah, kawan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar