Rekan Sepanggilan, Menulislah!

Pengunjung yang terhormat, para saksi Kristus & para pelayan Tuhan, ini adalah blog mutiara DOA, SAAT TEDUH dan MEDITASI Kristen (kecuali sisipan-sisipan khususnya). Sebuah Kedai Doa, Warung SaTe, atau Kantin Yoga, terserah Anda menyebutnya. Kalo saya, ini Cafe Shalom:-) Lebih dari itu, blog ini adalah ajakan untuk menulis. Tulislah apa saja, selembar sehari, di diary atau jurnal pribadi. Don't worry, bahan-bahannya akan Tuhan kirim tiap hari, lewat berbagai macam situasi, Anda hanya tinggal mencatatnya dengan setia & sepenuh hati. Apapun genre-nya, semua bentuk tulisan itu bagus. Semua memastikan agar kita tak mudah lupa berkat dan pesan-Nya untuk jangka waktu sangat lama. Dan sudah barang tentu, tulisan Anda bisa jadi berkat buat sesama, asupan sehat bagi keluarga besar gereja-Nya. Selamat mencoba. Mulailah hari ini!

Sabtu, 07 Januari 2012

Dalam Gendongan Allah

Refleksi selingan, khusus akhir pekan:

Dear diary,
Aku sedang ikut Kamp Alumni Perkantas Jatim di hotel Bedugul, Bali.  Sudah tiga hari, besok balik ke Malang lagi. Tadi pagi dapat pelajaran menarik tentang doa, begini: Ruang makan kami itu semacam balkon, menghadap langsung ke danau Bedugul yang indah itu. Bedugul itu di dataran tinggi, diary, jadi eksotis sekali ada danau di atas bukit ini. Apalagi kabut tipisnya setia menyelimuti, benar-benar ciptaan yang indah. Praise the Lord ! Dia patut dipuji. Nah, kanan kiri- ku itu adalah hutan kecil yang mengelilingi danau ini. Hijau rindang pepohonannya sungguh pemandangan yang asri. Di situlah pesan doa ini dimulai :
Tiga hari nikmati hidangan makan dan snack di balkon ini memang telah kulihat kera-kera di rerimbunan pohon itu, banyak sekali. Tapi baru tadi pagi kucermati, ternyata cukup banyak di antara kera-kera yang bergelayutan ke sana kemari itu yang gendong bayi. Bayi-bayi kera itu peluk dada induknya, erat sekali. Ngebayangin pelukan mereka lepas dan mereka jatuh menghantam tebing, terasa ngeri. Tapi yang kulihat tadi beda sekali: mereka nampak aman dan nyaman, tak takut jatuh. Mereka nampak serius dan terfokus pada satu-satunya tindakan yang mereka bisa: memeluk induknya. Padahal sang induk tampak tak peduli, dan tangan-tangannya fokus pada dahan dan ranting ketika bergerak lincah dari pohon ke pohon.
Secara berkala kera-kera itu mendekati meja makan kami, tatapan mata dan gerak-geriknya mengundang, memancing kami lempar sesuatu dari meja makan kami. Begitu mendapat lemparan makanan, sang induk tidak memakannya sendiri. Pada bayinya ia berbagi, bahkan kuamati banyak yang berikan semua remah-remah makanan itu pada sang bayi. Yang pasti sikap bayi-bayi kera itu nampak pasrah, kemanapun sang induk bawa mereka pergi, sikap percaya sekali.
Bagiku pemandangan itu sebuah moment of beauty, menit-menit sakral, momentum untuk menangkap realitas rohani dan mengecap hikmat ilahi. Ya, diary, tadi itu tiba-tiba kepikir kalau doa itu kurang lebih seperti itu, yakni interaksi antara induk kera dan sang bayi. Allah itu induk kera (maaf ya Tuhan), kami sang bayi. Berdoa itu adalah sikap kami memeluk erat tubuh sang induk. Itulah tanggung jawab kami, bagian kami: “Aku mau dekat-Mu Tuhan, lekat pada-Mu, mempercayai-Mu, mengandalkan-Mu di rentang hari-hari di depan kami.” Tapi mentalitas menanti jawabannya adalah sikap siap dibawa kemanapun oleh Allah. Ada kepasrahan dan keyakinan kuat, Dia sedang dan akan terus lakukan bagian-Nya, menjawab doa-doa kami. Meski kadang bagi kami Dia terasa tak peduli dan tak kunjung menjawab doa kami, kami tetap berpikir positif, bahwa Ia selalu membawa kami ke tempat makanan, demi kekuatan dan pertumbuhan rohani kami.
Kubilang tadi doa itu “kurang lebih” seperti itu. Artinya tak semua kebenarannya terwakili, namanya saja sebuah analogi. Poinnya adalah sikap memeluk erat sang bayi kera; itu harmoni sempurna dari partisipasi aktif dan partisipasi pasif dalam relasi antara manusia dan Allah. Yang pasti Allah bukan kera, kera bukan Allah. Allah dan kami sama-sama sebuah pribadi yang saling mengasihi. Gambarannya yang paling manis adalah sikap saling peluk. Dia itu Bapa yang baik, senantiasa menyertai, tuntun tangan kami. Dalam kondisi sulit dan situasi bahaya yang menguras energi, Dia siap menggendong kami. Karang terjal di bawah sana itu adalah segala manifestasi dosa zaman ini, siap menanti kami jatuh, mati. Tapi kuatir dan takut tak perlu di sini, gendongan-Nya erat sekali ! 
Ah, Tuhan Yesus, dalam doa-doaku ke depan, aku pingin bisa seperti bayi kera itu; ikut dan bergantung erat pada-Mu, pasrah kemanapun Engkau membawaku pergi. Amin.

Yesaya 46:4
Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus;
Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu.

Bedugul, 24 Juni ‘99

Tidak ada komentar: