Homo-statis, itu kita.
Reformasi ngetop, transformasi nge-trend,
tapi belum maksimal di level pribadi.
Yang ajeg, yang mapan, tetap cenderung kita sukai.
Entah menikmati, entah terjebak,
kita betah di posisi, di situasi, di habit, di pola pikir saat ini.
Ogah dinamika, diam-diam puas diri.
Ada tantangan/kesempatan baru, paranoid yang pegang kendali,
Muncul pandangan baru, otomatis dicurigai.
Homo-statis, itu kita!
Padahal …
kemapanan itu penghalang, ia melenakan.
Padahal …
Alkitab desak dan ajari perubahan,
Allah adalah Allah yang terus mengubah pribadi-pribadi.
Allah adalah Allah yang merindu komunitas ditransformasi.
Bertumbuh, itu panggilan, ke tahap lebih luhur, lebih
matang:
dari pola pikir siswa, mahasiswa, pendeta, sarjana,
profesor,
dari pola pola pikir petani, pedagang, sopir taksi, direksi,
mentri,
menuju ... pola pikir Kristus sendiri !
Gaul dengan Allah, karib dengan Alkitab, itu harga
mati.
Supaya kita tak berpikir: “Diriku sudah final, aku ini
barang jadi.”
Niscaya stagnasi terhindari, transformasi pribadi terus terjadi.
Buka mata dan hati atas kabar berita dunia terkini, itu kunci
Agar tak mengira: Dunia baik-baik saja; timbul gelisah berbuah visi
Niscaya status quo lekas pergi, tranformasi komunitas berujung pasti
Smoga Allah terus
menggoyang yang mapan,
menendang yang ajeg,
yang mandeg, yang stagnan
Smoga kita peka dan mau
digoyang, ditendang.
Homo-statis, seharusnya tidak lagi!
“Janganlah kamu menjadi
serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu,
sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang
berkenan kepada Allah dan yang sempurna” Roma 12:2
SAAT, 11 Agustus 2005
Usai lamunkan perubahan-perubahan pandanganku tentang
diriku, tentang beberapa orang, dan tentang 1-2 doktrin yang kupegang dalam 10
th terakhir ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar