Refleksi, khusus edisi
akhir pekan:
Galatia 3:27
Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah
mengenakan Kristus.
Saat Teduh pagi ini bicara tentang “mengenakan Kristus.” Aku tak sempat check
makna kata ini dalam bahasa Yunaninya. Tapi seingatku memang bicara tentang
mengenakan pakaian. Sebagai orang yang percaya, kita “telah” mengenakan Kristus
sebagai pakaian seragam kita. Kenangan 5 tahun mengenakan seragam guru sepuluh
tahun lalu itu menolongku menggali implikasi istilah yang Paulus
gunakan tentang mengenakan Kristus ini.
Pertama, frasa itu bicara tentang kepantasan dan keindahan. Pakaian itu sesuatu yang jadi sorotan. Meski tidak
selalu, tapi tak jarang juga orang menilai seragam orang lain atau cara baju
seragam itu dikenakan. Saling komentar yang pernah kudengar selama jadi guru
a.l: “Kusut tuh seragamnya, ga sempat
setrika ya.” “Dah berapa hari nih
dipakai, bau tuh.” “Jahit di mana?
Kok nampak lebih keren.” “Kancing
bawahnya lepas ya.” Teringat ketika seorang guru perempuan menjahitkan kain
seragamnya dengan model yang full-pressed
body alias super ketat, rekan guru senior menegurnya. Saat seorang guru pria mengenakan seragam Batik dengan
bagian bawah dimasukkan ke celana, cara tak lazim
ini membuat kasak-kusuk di ruang kantor guru. Lebih gawat lagi ketika seorang guru
lupa mengancingkan resleuting celananya,
sampai-sampai rekan
guru harus menyuruh seorang siswa memberitahunya.
Kedua, seragam bicara kesaksian. Seragam itu mewakili nama lembaga, termasuk nama baik pimpinan di mana
kita bekerja. Ketangkap basah melakukan sesuatu yang tak pantas atau tindak
kriminal itu mencoreng nama baik korps, aib bagi seluruh insitusi. Itu yang
kuingat tiap kali tergoda melanggar lampu merah (karena takut telat sampai di
sekolah) saat berpakaian seragam guru. Korupsi dan Markus yang dilakukan Gayus hingga Nazarudin merugikan kolega dan pimpinannya di kantor kejaksaan dan partai. Video Ariel-Luna-Cut Tari makin merusak citra korps artis. Tak terelakkan, perilaku buruk kita berdampak
sama. Kita berseragam Kristus, mengemban nama luhur Tuhan Yesus, punya
tanggung-jawab kesaksian kristen. Apakah orang akan memuji-muji atau mencibir,
mengkritik kekristenan?
Ketiga, seragam bicara tentang loyalitas. Mengenakannya itu satu paket dengan janji korps,
satu paket dengan komitmen kepatuhan dan kesetiaan kita pada aturan main
lembaga dan pimpinan di mana kita bekerja itu. Mengenakan Kristus berarti
menuntut kesetiaan kita pada Dia, pada institusi-Nya (gereja) dan pada misi kerajaan-Nya, di atas
loyalitas kita pada keluarga kita, pada tradisi suku kita, pada budaya populer
masyarakat kita, pada segala hal lain di dunia ini. Ini yang ada dipikiran
orang ketika dibaptis dalam gereja mula-mula (ay 28 itu diyakini banyak sarjana
alkitab sebagai formula baptisan gereja abad pertama).
Keempat, seragam bicara tentang kebanggaan. Sebagai orang yang sejak remaja bercita-cita jadi guru,
mengenakan seragam guru itu bagi saya ada rasa bangga. Dan saya ingin profesi ini makin
dihargai dan diminati lebih banyak orang. Adakah kita merasakan hal yang sama
ketika kita sadar telah dan sedang memakai seragam Kristus?
So, mari periksa, kawan, Yesus seperti apa yang
kita kenakan? Yang kusut dan bau? Yesus model bagaimana yang kita tampilkan atau kesankan?
Yang membuat orang berdosa merasa tertolak dan takut? Yesus yang tidak peduli
pergumulan orang atau pergumulan dunia? Atau... Yesus yang merangkul orang yang terkucilkan, yang membela orang yang
tertindas, yang mengasihi sesama-Nya manusia?
Memang tak selalu kita harus turuti semua komentar orang tentang pakaian
kita. Tapi kesan/komentar orang pada Yesus harus kita pedulikan. Karena implikasinya orang
akan diperhadapkan pada 2 pilihan; menginginkan punya Yesus yang keren, yang pas dan
enak dilihat itu, atau jadi ogah, tidak menginginkan-Nya, bahkan geli atau jijik
pada Yesus. Mana ada yang mau seragam yang kusut, apalagi yang bau??!!
Galatia 3:28
Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak
ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus
Yesus.
Jakarta, 8 Juni
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar