Ini refleksiku menjelang mengakhiri praktek 1 th di gereja. Bahannya dari pengalamanku maupun dari sharing teman-temanku. Moga berguna
sebagai kaca mata kuda, agar adik-adik yang sedang praktek maupun rekan alumni
yang baru memulai pelayanan di ladang masing-masing, agar kita semua tidak
melirik ke kanan kiri (pujian diri, ambisi prestasi dan posisi, dll), melainkan
tetap fokus pada DIA yang kita layani:
7 kemungkinan alasan kenapa mahasiswa praktek
(atau bisa juga penginjil baru) ga perlu bangga bila di tempat pelayanan
berprestasi atau disukai:
(aku pakai kata ganti orang kedua [kamu], karena ini hasil self-talk)
1. Ada
konflik-konflik abadi di intern gereja
Itu
bisa konflik warisan generasi lalu, tapi ada juga konflik2 baru. Ada konflik
antar individu, ada juga konflik antar kelompok. Itu bisa antar H.T. senior,
bisa antara H.T. dan majelis, bahkan antara 2 kubu jemaat. Sikap netralmu
(sesuai wanti2 dosen) itu bikin tiap pihak merasa aman sekaligus penasaran,
berusaha memenangkan dukunganmu. Hadirmu itu rawan jadi alat pembela, jadi alat
tembak, sarana propaganda tiap kubu.
Jadi wajar kalau semua jadi suka kamu. Sangat wajar. Jangan bangga dulu.
2.
The real you belum kelihatan
Kesan
pertama begitu menggoda. Itu seringkali benar (apalagi kamu hadir sebagai sosok
rohani!). Orang baru cenderung nampak bagus. Dirimu yang asli dan yang utuh
belum nampak. Sisi baik dan, terutama, sisi lemahmu belum ketahuan oleh orang2
gereja. Semua baru kesan, dan kesan yang baik lebih sering menang. Beda dengan
H.T. yang sudah lama di gereja itu, yang semua sisi negatifnya sudah jadi
rahasia umum. Jadi wajar kalau kamu nampak baik dan saleh di mata mereka
(melebihi para H.T. yang sudah lama) dan dijadikan harapan figur H.T. ideal
oleh mereka. Jadi ga perlu tersipu-sipu sambil diam2 bangga deh kalau dipuji2
mereka. Biasa aja gitu loh!
3.
Kotbahmu bagus??
Bisa jadi. Tapi itu sekadar karena waktu persiapanmu masih banyak, lebih bersemangat juga mengkotbahkannya.
Idealismemu belum sering bertabrakan dengan realitas dinamika pelayanan
gereja, situasimu masih kondusif untuk mempersembahkan kotbah terbaikmu. Beda halnya
dengan para H.T. senior itu, yang seringkali sudah begitu tertindih urusan2
rutin organisasi dan keluarganya, sehingga seringkali harus berpuas diri cukup
mengulang dari stok kotbah lama (tentu tak sesemangat pertama kali
mengkotbahkannya) atau mengandalkan pengalaman dan kefasihan lidah saja. Tapi bisa jadi kotbahmu biasa2 saja,
tapi majelis, aktifis dan jemaat tetap bisa suka, karena kotbahmu itu semacam
menu baru saja, pembangkit selera mereka yang telah jenuh/bosan dengan kotbah2
H.T. senior yang sudah mereka kenal betul sejak lama, baik gaya maupun
kecenderungan isinya. Kotbahmu
membosankan atau jelekpun tak mengapa, karena relasimu yang baik bikin
mereka tutup mulut dan telinga. Jadi wajar kalau
kotbahmu disuka. Ga perlu deh hatimu melonjak ke angkasa!
4.
Pastoralmu bagus??
Belum
tentu. Itu bisa karena interaksimu lebih luas dan lebih dekat. Lebih dari H.T.
lama. Umumnya orang baru belum ditugasi menetap di satu departemen atau komisi.
Masih disuruh observasi semuanya. Interaksimu jadi lintas komisi, lintas usia
dan lintas kelas pendidikan/ekonomi, baik jemaat maupun orang2 kuncinya. Interaksinya
tentu tidak mendalam, cenderung bertukar kesan positif saja. Bandingkan dengan
H.T. lama yang sudah sangat sibuk oleh tanggung jawabnya di banyak bidang, yang
seringkali terpaksa (dan akhirnya keenakan) delegasikan tugas kotbah atau
pastoralnya pada pendatang2 baru sepertimu. Kesannya memang kamu lebih available,
lebih approachable di mata mereka. Jadi wajar kalau kamu banyak
dihubungi dan diajak bicara. Puji Tuhan kalau situasi ini didukung oleh skill
pastoralmu. Tapi jangan keburu bangga.
5.
Tenagamu masih banyak
Masih muda,
masih baru, semangat dan energimu masih penuh, masih panas. Kamu mampu “on”
terus, bahkan masih sanggup forsir tubuhmu untuk ikuti banyak acara, iyakan
banyak perintah dan ajakan dari berbagai komisi, berbagai kelompok atau pribadi2,
dari pagi sampai malam! (itu harga yang harus dibayar sorang everyone’s man!).
Jadual dan energimu juga masih memungkinkan untuk sesekali atau rutin
menyelinap sejenak di waktu luang untuk visitasi pribadi ke rumah2 jemaat. Para
H.T. senior itu mungkin juga masih pingin seperti itu, tapi tenaga mereka tak
mendukung lagi. Jadi wajar semua jadi suka kamu. Siapa sih yang ngga suka
pegawai yang selalu stand by dan siap pakai seperti itu?! Sekali lagi:
wajar!
6.
Jumlah H.T. masih relatif sedikit
Belum memenuhi
kuota ideal, mengingat jumlah mimbar dan frekuensi ibadah atau persekutuan atau
kelompok2 PA jauh lebih banyak daripada jumlah rohaniwan yang ada. Permintaan
banyak, barang sedikit, itu faktanya. Ditambah problem regenerasi yang dihadapi
oleh hampir semua gereja dan lembaga kristen itu. Maka hadirmu yang menambah
jumlah spesies langka itu tentu disambut baik. Wajar juga kalau
kamu diminta perpanjang masa praktek atau
bahkan baru 2-3 bulan sudah diminta menetap pelayanan di tempat itu. (Mereka tetap berani gambling, abaikan 1-2 sisi negatifmu yang mereka sudah mulai tahu). So, jinakkan rasa
banggamu.
7.
Kamu masih “Yes man”
Berkata “tidak” itu selalu sulit, apalagi buat orang
baru. Secara waktu, semua bisa dibilang senior kamu di tempat itu; baik
pendeta, majelis, aktifis, orang kantor, bahkan satpam dan koster. Jadinya, alam bawah sadarmu akan berjuang membangun hubungan baik dengan siapapun. Kecerdasan relasimu (RQ) akan terlatih membaca situasi dan hati2 mengkalkulasi akibat2 dari reaksimu terhadap mereka, terutama yang setiap hari berinteraksi denganmu. Maka semua penugasan,
permintaan, ajakan atau “paksaan” untuk sebuah pelayanan maupun sekadar sebuah
kehadiran cenderung kamu iyakan. Menolak, berbeda pendapat apalagi menegur dosa yang dilakukan pendeta, majelis
dan aktifis, itu serasa di luar hak dan kewajibanmu. Paling2 kamu akan sibuk mendoakan mereka saja, atau menegur mereka sekilas saja, itupun masih kamu samarkan lagi dengan kemasan yang menghibur.
Bandingkan dengan para H.T. senior yang kadang sudah diberi label oleh majelis atau jemaat: suka nolak
(tugas yang berat atau sepele), kasar, sentimen, keras kepala, mau menang
sendiri, dll. Jadi wajar semua suka, bahkan cinta
sama orang baru sepertimu.
Now what?
Dilarang
bangga bukan berarti dilarang bersyukur. Tapi ingat, kalau kesan pertamamu yang
menggoda itu sebatas kulit atau kemasan saja, artinya tak mencerminkan kualitas rohani dan jiwa pelayananmu, maka
pasti akan tiba saatnya, masanya, kamu akan gantikan posisi H.T. senior itu, yakni menuai gerutu dan oposisi dari segala penjuru gereja itu! Jangan mau deh alami
siklus seperti itu. Sebisanya hindari skenario
seperti itu. But how??
Tak ada resep manjur tertentu sih. Tapi mungkin
himbauan ini cukup membantu: persembahkan saja terus diri terbaikmu,
semampumu, sambil terus kendalikan rasa banggamu. Praktisnya: Abaikan fakta-fakta positif (pujian & kemajuan2) yang nampak di bidang dan komisi akibat kehadiranmu, dan tepiskan setiap kekuatiranmu tentang kemungkinan2 negatif yang bisa terjadi di bidang dan komisi itu sepeninggalmu. Above all, sejak awal putuskan
cukup satu alasan ini saja untuk rasa banggamu dan rasa banggaku, bangga kita,
yaitu: Aku orang berdosa, tapi Yesus mengasihiku, sudi mempercayakan sebagian pekerjaanNya padaku!
Solo, Agustus
2006
Di tempat praktek ini kudapati diriku diterima! Tentu bukan
untuk pamer,
karena hampir semua teman di ladang praktek alami persis ‘nasib’
sama
(termasuk teman2 praktek dari STT lain).
Dosa kesombongan selalu stand by di depan pintu hati. Sekali kita membukanya ia pasti masuk
dengan leluasa. Perlu waspada dan doa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar