Refleksi, khusus edisi
akhir pekan:
Pelajaran
berharga. Semalam sudah janjian sama istri, esok pagi berangkat ke gereja lebih
awal, mampir ATM ambil uang buat kolekte. Kebetulan tidak ada uang sama sekali
di kedua dompet kami. Lembar terakhir hanya cukup untuk kolekte anak kami di
SM. Eh, di luar rencana, anak-anak rewel, akhirnya pagi ini berangkat seperti
biasanya alias tak ada waktu lagi mampir ATM.
Alhasil, melangkahlah aku ke ruang kebaktian komisi remaja dengan agak
kuatir bagaimana nanti saat kantong kolekte diedarkan. Apalagi aku jadi
pengkotbah hari ini, duduk di depan! Insting
sudah ingatin terus bahwa memberi teladan pada remaja itu penting, mengajar
dengan tindakan itu paling efektif.
Kebaktian
sudah dimulai, 2 pujian sudah dinyanyikan, aku terus gelisah, sampai-sampai
tangan seperti bergerak sendiri menuju kantong celana, kanan-kiri, memeriksa.
Ternyata ada uang! Tapi recehan, 500 rupiah. Setengah senang setengah kecewa.
Tapi hati mantap untuk masukkan recehan itu ke kantong kolekte. Agak reda
gelisah di hati. Kotbah sudah disampaikan, saatnya kolekte. Gimana kalau
ketahuan ya? Ah, ga mungkin. Di antara 30-an remaja yang hadir ini, mana
mungkin pengurus yang menghitung uang kolekte
bisa tahu atau tebak siapa yang masukkan 500 rupiah ini. Maka begitu
petugas mendekat, uang kugenggam erat, takut ketahuan. Pembina Komisi Remaja di
sebelahku sudah masukkan uang, dan kantong mendekat....
Sengaja
kumasukkan tangan agak ke dalam, memastikan remaja yang bertugas itu tidak
melihat yang kugenggam. Namun yang luput dari pertimbanganku adalah jatuhnya
recehanku di dasar kantong itu, yang rupanya dirasakan oleh petugas kolekte itu.
Remaja putri itu tak bisa sembunyikan refleksnya, baik refleks mimik muka yang
kaget, juga refleksnya menoleh padaku sepersekian detik. Tapi segera pula ia
bisa kuasai diri lalu lanjutkan tugasnya. Detik itu juga hinggap lagi
gelisahku, bahkan menjadi kekuatiran yang serius. Kubayangkan waktu menghitung
uang kolekte dengan tim-nya, gadis itu berkata pada teman-temannya: “Gue tahu tuh
siapa yang masukin recehan ini...” Ih, ngeri rasanya. Apalagi kalau pembina
komisi remaja juga tahu, mau taruh di mana ini mukaku. Dia adik kelasku di
seminari.
Malam
ini agak reda kuatirku. Tapi ini pelajaran yang barusan kudapat: tentang
perbedaan antara memberi teladan dan pamer kebaikan. Tentu bukan pelajaran yang
lengkap atau utuh, tapi ini yang terjadi dalam kasusku hari ini. Kusimpulkan
bedanya ini, kawan: Pertama, tentang fokus perhatian kita. Niat
memberi teladan itu fokus kita murni kepada Allah, pamer itu fokus pada orang
lain (yang melihat). Motif memberi
teladan cukup fokus pada menyenangkan hati Allah, memuliakan Allah, sedangkan
pamer itu fokusnya lebih pada kemuliaan diri, termasuk di dalamnya takut citra
diri rusak di mata manusia bila tak melakukan kebaikan itu. Memberi teladan itu
bahkan tidak ambil pusing bila ternyata tindakan baik itu luput dari perhatian.
Gamblang hasil evaluasiku tadi, sejak semalam itu motif dominan cari uang untuk
kolekte adalah ketakutan ini: Apa kata remaja itu, apa pandangan hamba Tuhan
adik kelasku itu bila aku tidak beri kolekte.
Kedua, memberikan
keteladanan itu sebuah anugrah kesempatan dari Tuhan, dan sesungguhnya harus
dipandang sebagai agenda Tuhan. Tuhan yang sejak awal ingin menegur,
mengingatkan atau mengajar orang-orang tertentu, dan Ia pilih kita para
hambaNya sebagai alatNya, sebagai alat peragaNya. Maka wajar atau logis bila
Tuhan pula yang tentukan kapan dan di mana dan kepada siapa kita menunjukkan
keteladanan kita. Tidak bisa kita yang memaksakan diri, bukan kita yang
tentukan tampat dan waktunya. Kuakui tadi itu aku maksain diri banget.
Thx
GOD buat kejadian memalukan namun memurnikan ini.
Lukas 12:1-2
Lalu
Yesus mulai mengajar, pertama-tama kepada murid-murid-Nya, kata-Nya:
"Waspadalah terhadap ragi, yaitu kemunafikan
orang Farisi. Tidak ada sesuatupun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan
tidak ada sesuatupun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui.
Tangerang, 22 April 2012
Mendoakan rekan hamba Tuhan, kerap
disorot jemaat. Mendoakan pemimpin dan pejabat, selalu disorot media. Moga dalam
memberi teladan itu murni motif mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar