Refleksi Hidup Beriman:
Media
memberitakan bahwa perempuan cantik yang bunuh diri lompat dari balkon apartemennya itu dikenal sebagai pribadi yang bahagia dari rumah tangga yang
limpah harta, tak heran aksi nekatnya membuat terkejut tetangga dan orang-orang
yang mengenalnya. Rupanya yang mereka kenal tentang perempuan itu sebatas "Sawang Sinawang" saja. Sawang artinya ‘melihat,’ Sinawang artinya ‘dilihat,’
yang setelah digabungkan membentuk satu falsafah, kearifan lokal orang Jawa.
Falsafah ini mengingatkan, bahwa seringkali kita melihat kondisi orang lain
hanya sebatas kulit, sebatas yang nampak, sering tidak melihat kedalamannya.
Ada orang nampaknya serba kelimpahan, ternyata orang itu banyak hutangnya, Ada
yang nampak sangat bahagia, ternyata stressful hidupnya. Kisah-kitah dalam Alkitab
juga kerap mengingatkan kita agar tidak Sawang Sinawang saja.
Ini
tentang sebuah bangsa. Moab memang bangsa seperti itu: makmur, aman dan
tentram. Dalam kegaduhan konflik politik bangsa-bangsa waktu itu, ia seolah tak
tersentuh, terisolasi dari petaka perang, terhindarkan dari bencana-bencana
perang. Tuhan ibaratkan mereka seperti anggur yang kualitasnya terjaga. Bisalah
ia disebut zambrud Timur Tengah. Patutlah bangsa lain termasuk umat Tuhan iri
terhadap kesejahteraan mereka. Tapi betulkah mereka aman? Firman Tuhan yang
datang melalui mulut nabi Yeremia mengungkap ungkap apa yang tak dilihat
manusia, tercatat di Alkitab, Yeremia
48:1-20. Kenyataannya: bangsa yang aman tentram ini ternyata dalam bahaya
besar! Dari mana? Dari apa?
Bahaya
besar yang mengancam mereka itu ternyata dari Tuhan sendiri (ay 12): “Akan tiba
saatnya…” soon or later,
tak terhindarkan, tinggal tunggu waktu saja. Bejana keamanan dan kemakmuran
mereka akan pecah, kebahagiaan mereka akan tumpah, terbuang dan hilang
semuanya. Memang kedengarannya dan nampaknya ini mustahil bisa terjadi. Tapi
ini sabda ilahi, maka jelas akan sungguh terjadi. Bangsa yang tentram-makmurnya
bikin iri ini akan habis sejarahnya secara ngeri. Apa sebab?
Dosa
utama mereka klasik ternyata, penyembahan
berhala. Mereka menyembah dan andalkan yang selain Yahweh (ay 13-14).
Bangsa ini memuja dan berterima kasih pada sebuah dewa, Kamos, yang sama sekali
tak andil apa-apa atas kemakmuran dan keamanan mereka. Yahweh adalah Allah yang
cemburu, wajar Ia murka atas ketidaktahu-dirian mereka. Tidak tahu bukan
kesalahan fatal, tapi tak mau tahu setelah diberitahu, itu celaka. Sebagai
Pencipta, jelas Allah berhak murka. Segala sumber daya alam dan segala kebisaan
mereka itu dari Dia.
Dosa
kedua mereka yang fatal adalah kesombongan.
Mereka mengandalkan kemampuan perang mereka (ay 14). Kesombongan
itu mata rantai dari penolakan akan keberadaan dan ke-sumber-an Allah. Orang
yang tidak mengakui Allah dalam konsep, perkataan atau perilaku, logis
bila sukses dan gagalnya dikembalikan
pada kemampuannya sendiri. Singkatnya, orang yang a-theis otomatis akan berpola pikir dan berpola laku humanis-egosentris. Manusia sebagai
pusat, center, bukan Allah.
So,
what’s the lesson? Dua hal, kawan: Pertama, jangan iri pada
seseorang atau pihak yang sukses dengan cara kejahatan, di luar hukum Tuhan,
sebaliknya mari belajar taruh belas kasihan pada mereka, karena sudah jelas
kesejahteraan mereka itu sementara. Soon
or later, penghukuman dari Yang Maha Adil akan datang atas mereka.
Kejatuhan mereka total dan cepat, dan itu bukan perkara sulit buat Allah. Lebih
bagus lagi jika belas kasihan itu kita ekspresikan dengan memberitahu mereka
tentang Allah.
Kedua, jangan sombong dan bangga atas semua yang kita bisa dan
kita punya. Ingat, segalanya dari Dia dan untuk kemuliaan Dia; jangan
andalkan angpao weddingmu, jangan
bersandar pada besaran gajimu, beratnya pundi-pundi tabunganmu, atau
besarnya kekuasaan jabatanmu. Hidup kita harus mengandalkan Tuhan, rumah tangga kita harus bersandar pada Tuhan. Ya, sukses kita
atau rumah tangga kita harus dalam konteks relasi dan devosi yang benar pada
Yahweh, Kristus! Agar
apa? Agar kisah gemah ripah loh jinawi semu atau shalom semu Moab dan hukuman Allah
atasnya tak kita ulang, kawan!
Agar kita tak perlu lompat dari ketinggian, agar kejatuhan atau kematian kita
tak mengagetkan tetangga atau kenalan di dalam budaya kita yang masih suka
Sawang Sinawang, karena itu adalah seburuk-buruknya kesaksian anak Tuhan!
Mazmur (Asaf) 73:1-6, 17-19
Sesungguhnya
Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya.
Tetapi aku, sedikit lagi maka kakiku terpeleset, nyaris aku tergelincir. Sebab
aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang
fasik. Sebab kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka;
mereka tidak mengalami kesusahan manusia, dan mereka tidak kena tulah seperti
orang lain. Sebab itu mereka berkalungkan kecongkakan dan berpakaian
kekerasan.....sampai aku masuk ke dalam tempat kudus Allah, dan memperhatikan
kesudahan mereka. Sesungguhnya di tempat-tempat licin Kautaruh mereka, Kaujatuhkan
mereka sehingga hancur. Betapa binasa mereka dalam sekejap mata, lenyap, habis
oleh karena kedahsyatan!
Jakarta, 24 Juli 2012
Renungan
pagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar