Sisipan, minggu refleksi:
Ramadhan
memang bulan yang luar biasa. Meski bukan orang Islam, tak jarang hatiku turut
bergetar tiap kali renungi esensi bulan puasa ini. Betapa tidak, bulan ini
diyakini rekan-rekan muslim sebagai bulan di mana Allah mencurahkan pengampunan
dengan limpah. Pula, bulan ini didaulat sebagai bulan untuk maaf-memaafkan.
Siapapun, menurutku, yang sadar dirinya tidak sempurna, bisa berbuat dosa dan
salah, pasti mampu menghargai apa yang ditawarkan bulan ramadhan ini. Beragama
apapun, tiap kita sepatutnya peka dan menganggap penting isu pengampunan dan
saling memberi maaf ini.
Kekristenan
sendiri tak punya bulan seperti ini, melainkan merayakannya anugrah pengampunan
Allah secara tersebar sepanjang tahun, misalnya lewat ritual perjamuan kudus
sebulan atau sekian bulan sekali, lewat ibadah Jumat Agung dan Minggu
Kebangkitan Yesus dalam rangkaian hari raya paskah, dll. Namun banyak bagian Alkitab
yang cukup jelas menyatakan kabar baik tentang pengampunan Allah dan cukup
tegas memberi-tahu kita siapa yang diutus Allah untuk memberlakukan
pengampunan-Nya itu. Salah satunya adalah seperti yang dicatat dalam injil
Markus.
Di
awal pelayanan-Nya, Yesus sudah mendeklarasikan misi pengampunan Allah yang
diemban-Nya. Injil Markus mencatat ucapan Yesus kepada orang lumpuh dan 4 rekan
penggotongnya yang baru saja merusak atap rumah-Nya di Kapernaum: “Hai anak-Ku,
dosamu sudah diampuni!” (Pasal 2:5, bisa bermakna: “Tindakanmu yang tidak
menyenangkan itu Kukumaafkan”). Ucapan ini didengar oleh orang banyak yang
berkumpul di rumah-Nya, didengar juga oleh beberapa ahli taurat, yang peka ucapan
Yesus itu tak hanya berisi pemberian maaf antar sesama manusia, melainkan mengandung
pengampunan Allah. Tak terasa kontroversial di telinga kita? Itu karena kita
kurang paham budaya dan syariat agama yahudi waktu itu.
Yesus
hidup di tengah masyarakat yang menghargai balas dendam sebagai tanggung jawab
moral dan menganggap pemberian maaf sebagai tanda kelemahan, maka sikap Yesus
ini jelas mengagetkan orang banyak itu. Menurut syariat agama yahudi, para imam
di bait sucilah yang berhak menyatakan pengampunan mewakili Allah, bukan
pengkotbah keliling yang baru tampil macam Yesus ini, maka wajar ahli-ahli
taurat itu menuduh-Nya menghujat Allah. Tapi betulkah Yesus menghujat Allah?
Ucapan
Yesus yang inilah kata kuncinya: “Di dunia ini Anak
Manusia berkuasa mengampuni dosa.“ (ayat 10). Ia menyebut diri-Nya “Anak
Manusia.” Itu adalah sebutan untuk Mesias dalam kitab Daniel pasal 7, Mesias yang dinubuatkan akan ditentang oleh kuasa
jahat namun akan ditinggikan dan diberi kuasa oleh Allah, yakni kuasa untuk
menghukum. Yang mengejutkan adalah, dalam peristiwa ini Yesus menggenapkan
nubuat itu dengan menggunakan kuasa yang diberikan pada-Nya bukan untuk
menghukum, melainkan untuk memberi maaf, memberi pengampunan. Kita patut
bersyukur dan girang dengan kejutan ini.
Sebetulnya,
kawan, ucapan dan tindakan Yesus
(bahkan semua gaya hidup-Nya) itu mengungkapkan misi Mesias yang memperagakan
karakter Allah sejati yang pengampun, yang kontras sekali dengan budaya
kebencian dan balas dendam masyarakat waktu itu. Yesus hendak menegaskan, bahwa
Allah itu tidak seperti ilah-ilah atau dewa-dewa bangsa-bangsa di sekitar
mereka, juga hendak menegaskan bahwa pengampunan, forgiveness, itu jauh lebih luhur dan lebih kuat dari kebencian dan
balas dendam.
Jadi,
mengingat pengampunan ini termasuk isu sentral dalam Alkitab, maka tak ada
alasan buat orang kristen, buat para murid Yesus, untuk tidak suka apalagi tidak menghargai
bulan ramadhan ini. Sebaliknya, tidak punya bulan ramadhan itu pesannya adalah
supaya kita mau menghargai dan mensyukuri
pengampunan Allah dan menghidupi gaya hidup memaafkan itu sepanjang
tahun, di setiap bulannya, di setiap waktu!
Kawan, hari inipun kita
hidup di tengah dunia, di tengah masyarakat yang fasih bahasa kebencian dan balas
dendam (seakan menganggap Allah juga seperti itu). Panggilan kita adalah
menjadi seperti Yesus bagi Israel, yakni mewartakan pengampunan Allah kepada generasi
kita hari ini, khususnya pengampunan yang dianugrahkan-Nya melalui Yesus,
Mesias yang tersalib itu. Seiring panggilan tersebut, kita juga dipanggil untuk
memancarkan citra Allah sejati, yakni bertumbuh sebagai pribadi yang limpah
memberi maaf. Tentu saja, seperti yang dialami Yesus, panggilan ganda ini beresiko menuai penilaian orang banyak atau pihak-pihak tertentu, bahwa kita lemah,
bahwa kita menghujat Allah.
Tapi seharusnya
itu bukan tugas yang sulit. Pertama
karena kita punya Allah yang Pengampun dan kita diciptakan segambar dengan DIA. Kedua, karena kita sendiri juga butuh
dan pasti senang menerima pemberian maaf atau pengampunan. Ketiga, karena untuk semua berkat dan anugrah pengampunan itu kita
tidak disuruh puasa sebulan terlebih dahuluJ. Amin??? Puji
Tuhan!
Mazmur 130:3-4
Jika
Engkau, ya TUHAN, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang
dapat tahan? Tetapi pada-Mu ada
pengampunan, supaya Engkau ditakuti
orang.
Kolose 1:20
“dan oleh Dia[Yesus]lah Ia [Allah] memperdamaikan
segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di
sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus.
Matius 6:12
dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti
kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami;
Tangerang, 29 Juli 2012
Renungan malam, Markus 2:1-12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar