Sisipan, Minggu Refleksi:
Kemarin kami membelikan
tenda kecil buat si sulung yang sudah berumur 4 tahun. Itu keinginan yang sudah
dia utarakan beberapa kali. Kami setujui karena kami lihat kemah itu punya
nilai strategis, yakni menolong dia (tanpa ia sadari) untuk berani tidur
sendiri. Kami berharap dengan terbiasa tidur sendiri di tenda yang terpasang di
sebelah tempat tidur kami, kelak akan memudahkan kami melatihnya tidur sendiri
di kamar sebelah.
Tenda, kemah, pernah
lihat kan? Apapun namanya, umumnya dipakai untuk kebutuhan sementara. Misal,
buat camping di gunung waktu liburan,
atau buat para pengungsi korban bencana seperti banyak dipakai waktu
gempa Yogya dan tsunami Aceh, atau korban Lumpur Lapindo di
Porong yang dana ganti ruginya belum cair. Yang pasti itu
untuk kebutuhan sementara. Begitu liburan selesai, situasi kehancuran bencana
dipulihkan, tenda atau kemah itu akan dibongkar kembali.
Demikian juga pesan Paulus waktu ia menyebut
tubuh jasmani kita ini sebagai kemah. Ia menyebut “manusia
lahiriah” kita (2 Kor 4:16) dan “kemah/tempat
kediaman kita di bumi.”(5:1-2) sebagai realitas yang
sama-sama sementara. Paulus mengingatkan
bahwa suatu saat kemah-kemah kita itu akan
dibongkar. Allahlah yang punya kuasa membongkarnya, dan
Dia pula yang akan menyediakan gantinya, sebuah tempat yang
jauh lebih baik. Itulah pengharapan iman di dalam Yesus.
Hanya, mengingat worldview kita yang beda dengan world-view orang yahudi jaman alkitab
ini, aku ingin ingatkan, bahwa janji ini tidak bicara tentang tempat roh-roh (non-fisik)
orang kudus dalam konsep sorga yang populer hari ini. Dalam alam pikir orang Yahudi,
sorga kekekalan yang mereka nantikan adalah saat terjadinya kebangkitan orang
mati, kebangkitan secara fisik (mengimani visi Daniel 12:2; Yesaya 65, 66 dll
tentang langit baru & bumi baru, dunia seperti bumi kita hari ini, hanya
saja keindahan dan kemuliaannya telah digandakan Allah, serta kejahatan dan penderitaan di dalamnya telah dilenyapkan Allah).
Dalam dunia baru
semacam itu, mereka percaya semua umat Allah dari segala zaman akan dikaruniai
tubuh yang baru. Jadi, tubuh kemuliaan yang mereka nantikan bukanlah kondisi
roh tanpa tubuh (disembodied soul)
melainkan tubuh yang diperbarui (re-embodied).
Maka bagi Paulus (dan para penulis Perjanjian Baru), sorga bukanlah suatu
tempat ke mana kita pergi setelah mati, melainkan suatu tempat di mana Allah
telah menyediakan tubuh kemuliaan itu bagi kita (2 Kor 5:1)
Maka, ketika berbicara
isu seperti ini, baik Paulus atau penulis alkitab yang lain tidak sedang mengkontraskan
dunia fisik dan roh, apalagi mengatakan bahwa dunia materi atau fisik itu buruk
atau jahat dan alam roh itu lebih baik. Tidak! Sebaliknya, Paulus sedang
mengkontraskan antara dunia hari ini dengan dunia yang akan datang, antara
tubuh jasmani kita hari ini dan tubuh kemuliaan setelah kebangkitan, yang
sama-sama bersifat fisik, tidak melulu bersifat spiritual.
Dengan demikian,
kekekalan yang dimaksud Alkitab, yang hari ini oleh orang-orang beragama diberi
nama sorga itu akan bersifat jasmaniah juga, melibatkan eksistensi fisik pula,
yang tentu saja kondisi fisikalnya itu jauh lebih baik dan jauh lebih mulia
dari yang bisa kita bayangkan. Bisa dibilang, Paulus sedang menegaskan janji
seperti ini: Penderitaan dan segala ketidak-nyamanan di rumah atau tenda kita
saat ini hanya sementara, karena akan tiba masanya kita tinggal dalam sebuah
istana!
Sederhananya, ini mirip
relokasi
yang dilakukan Pemkot Solo (walikota Jokowi). Para pedagang kaki lima
itu rela digusur karena merasa diperjuangkan untuk lebih makmur. Tak ayal, mereka rela dipindah karena yakin lokasi jualan yang baru akan
memberikan kehidupan yang lebih baik. Demikianlah seharusnya yang kita rasakan
ketika mengetahui bahwa kepada anak-anak Tuhan, Alkitab menjanjikan kemah yang kekal, yang tidak dibuat tangan
manusia. Kita patut senang, karena janji ini adalah pernyataan
penting tentang pengharapan luar biasa yang dimiliki dan ditawarkan oleh
kekristenan.
So what now? Paulus mengingatkan
jemaat Korintus tentang pengharapan kebangkitan ini tidak sekedar ingin membuat
mereka senang, melainkan ingin mereka menyadari, walau tubuh jasmaniah bisa
semakin merosot dan pelayanannya sebagai rasul itu mengandung resiko kematian,
namun pada saat yang sama juga, oleh kuasa kebangkitan Kristus dan pekerjaan
Roh Kudus, mengandung pengharapan pasti akan kebangkitan.
Harapan Paulus adalah,
sekali menyadari kebenaran alkitab ini, jemaat Korintus akan belajar melihat dan
menjalani hidup mereka dalam tubuh/dunia (kemah) sementara ini dengan cara yang
sama sekali baru, yakni tidak mensia-siakan atau sengaja merusaknya, melainkan
dengan penuh penghargaan, dengan penuh pengharapan, sebagaimana kami berharap
anak kami kooperatif dengan tujuan kami mempersiapkan dia berani tidur di kamar
sendiri dan bertumbuh menjadi pribadi yang mandiri, dengan cara tidak merusak
tenda yang kami belikan itu, melainkan menggunakannya serta merawatnya sebaik
mungkin.
Have a nice & blessed camping, kawan !
Jakarta, 27 Juli 2012
Renungan malam:
2 Korintus 4:16-5:10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar