Refleksi,
khusus edisi akhir pekan:
Tahu
burung onta khan, diary? Itu dia yang
suka benamkan kepalanya ke pasir/tanah bila merasa situasi tidak nyaman atau
tidak aman. Logika manusia kita jelas tahu tindakan itu sekedar penyangkalan
atau pelarian. Rasa nyaman dan aman dengan cara itu jelas semu, karena situasi tidak nyaman/ sumber tidak aman itu tetap ada. Sebaliknya, itu justru berbahaya, membuatnya makin mudah jadi mangsa.
Jadi
sebenarnya cara itu sugesti saja, ilusi belaka.
Nah,
barusan aku lihat burung onta itu. Maya, sepupuku. Dia di rumah kakakku ini
sudah sebulan. Meninggalkan kotanya ke kota ini, pamitnya cari kerja. Ia menjauh sejauhnya
dari masalah-masalah di sana, benamkan kepalanya di rumah ini. Kamar di
lantai dua inilah gundukan pasir dia, dengan menutup pintunya, entah menonton TV entah tidur-tiduran saja. Seolah
belum cukup nyaman dan aman, seakan belum cukup jauh dari problematika hidupnya,
ia sumbat telinga dengan perangkat MP4-nya. Ketukan pintu jelas tak akan terdengar olehnya, ketukan orang-orang yang sebetulnya peduli dan ingin
menemani atau menolongnya. Di mataku persis burung
onta yang malang dia …
Aku
bertanya-tanya: betulkah dia merasa aman dan nyaman di dalam sana? Kalo
perilaku burung onta itu kan alam yang mengaturnya. Manusia kan lain, pikiran dan
jiwanya tak bisa diisolasi atau dikarantina. Raganya mungkin
bisa, tapi hatinya tetap bisa terluka, karena pikirannya masih bisa menerobos ke
luar kamar ini, melesat ke kota asalnya, mengunyah tiap prahara di tengah
keluarganya: tentang mamanya yang doyan kawin cerai, tentang memori-memori di
kepalanya ketika diajak mamanya kencan dengan pria-pria lalu diberi uang dan
disuruh pulang agar mamanya bisa berdua dengan calon-calon suami barunya. Juga
tentang kisah cinta sesama jenisnya dengan Yola, yang harus berakhir tragis
karena Yola dijodohkan dengan pria pilihan orang tuanya. Menurutku burung
onta lebih beruntung, karena dia tidak tahu kalau rasa amannya itu semu, palsu.
Aku tidak yakin Maya sungguh menikmati rasa nyaman dan aman digundukan
pasirnya.
Harap
dan doaku Maya sepupuku, dan Maya-Maya lain di luar sana, tidak berlama benamkan kepala, karena
manusia dicipta bagai rajawali, disanggupkan terbang tinggi untuk menatap dan mengatasi pergumulan-pergumulan hidupnya, bukan melarikan
diri atau menyangkali tragedi-tragedi hidupnya. Ada anugrah nalar dan kekuatan penghiburan dari Penciptanya. Smoga waktu-waktu benamkan kepala ini jadi momentum karibnya dengan doa dan Sabda, jadi kesempatan menghimpun tenaga dan keberanian untuk membuka pintu kesendiriannya,
lalu keluar, terbang ke angkasa, seperti elang perkasa, siap menghadapi langit kehidupan yang faktanya selalu ada awan berarak prahara, terbang tinggi bersamaNya, dan meraih
kemenangannya !
1 Korintus 10:13
Pencobaan-pencobaan yang kamu
alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia.
Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai
melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan
ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.
Mazmur 50:15
Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan
engkau, dan engkau akan memuliakan Aku."
Mazmur 103:5
Dia yang memuaskan hasratmu dengan kebaikan,
sehingga masa mudamu menjadi baru seperti pada burung rajawali.
Bantul,
2-4 Maret ‘07
Tidak ada komentar:
Posting Komentar