Refleksi, khusus edisi akhir pekan:
Segalanya di luar dugaan hari ini :
Sakit cacarku makin
parah, bisa tulari anak-anak Kak Nina, tuan rumahku di kota ini. Maka setelah
periksa tadi, saat bu dokter puskesmas itu tawari aku nginap di rumahnya,
dengan sungkan kuterima. Yang terjadi? Malam ini aku makan di restoran mewah di
pusat kota. Pulangnya dia tunjukkan ikon-ikon Bandung, bawa aku keliling kota: Jalan
Braga, Gedung Sate, Gedung Asia Afrika. Dan saat ini aku sungguh tidur di rumah
dia, orang yang baru kukenal siang tadi. Masih terharu, masih tidak percaya, ia
serius jamu dan layani orang yang baru dikenalnya. O ya, dokter Mercy namanya,
pas benar dengan aksinya. Asli Bandung, tapi bagiku dia si Samaria yang baik
hatinya. Yang luar biasa, saat kutanya, dia jawab bukan sedang layani aku, tapi
sedang layani Yesus, Tuhannya.
Tapi yang mau
kuceritakan adalah saat makan malam bersamanya: Sajian mewah berbagai rupa, para
pelayan berdasi datang dan pergi. Berdiri di kejauhanpun tetap amati kami, siap
ganti menunya atau tambah porsinya sesuai mau kami. Semua pengalaman baru
buatku, tapi rasanya tak terlalu menarik perhatianku. Karena mataku sulit
beralih dari dia. Saat kami bicara empat mata itu, perhatianku tertuju padanya:
semua sharingnya terasa penting:
tentang pelayanan medisnya di puskesmas luar kota, tentang putra semata wayang
yang dikasihinya, tentang suaminya, tentang pelayanannya di gereja. Seperti terhipnotis,
aku antusias menyimaknya, aku ingin lebih kenal dia. Saat bertanya tentang
diriku, kumanfaatkan giliranku dengan seksama.
Benar-benar saat-saat
itu seakan hanya dialah yang ada, yang penting bagiku. Para pelayan dan suasana
restoran tadi itu seakan jadi latar belakang saja. Mereka ada, tapi sementara
tak kuanggap utama, cukup diperhatikan sesekali saja, sambil lalu saja. Semua
dalam diriku saat itu terfokus pada pribadi yang di hadapanku. Bu dokter itu.
Di mobil kami tidak banyak bicara, tapi aku yang sakit ini merasa aman duduk di
sampingnya, percayakan dia menyetir, bawa aku telusuri jalan-jalan kota, ke
tempat-tempat baru, ke pengalaman-pengalaman baru.
Kawan, tepat seperti itu sebetulnya dan
seharusnya waktu teduh kita bersama-Nya. Itu momen kencan makan malam kita
dengan Yesus. Momen yang kita khususkan bersama-Nya, bicara intens dengan Dia.
Saling curhat, saling simak, saling percaya. Bukan lari dari dunia, tapi sementara
dunia jadi tak penting bagi kita. Realitas pergumulannya dan suara riuh
problematikanya tak kita lupa, masih tetap ada, tapi semua itu untuk sementara
jadi latar belakang saja. Fokus kita sepenuhnya pada Pribadi agung di seberang
meja, di hadapan kita. Dokter segala dokter, Raja segala raja, Pencipta semesta
sekaligus Gembala dan Juru Selamat kita, bahkan lebih tepatnya, Kekasih jiwa
kita. Kita curhat pada-Nya lewat doa, Dia curhat pada kita lewat Firman
tertulis-Nya, lewat Roh Kudus-Nya.
Bincang kita dengan Dia
itu untuk pulihkan lelah dan sakit kita, ajak kita pulang dari ketersesatan,
tuntun kita ke padang berumput hijau, ke air tenang. Kencan dengan Dia itu
sungguh isi perut kita, bahkan isi kotak bekal kita. Apa guna? Karena Dia akan
utus kita masuk lagi ke dalam dunia, untuk berkarya bersama-Nya. Di luar momen
khusus itu, kita kembali ke tugas tanggung jawab rutin kita, kembali ke
pergumulan bahkan penderitaan kita, pikul salib kita, tapi tetap dengan
kesadaran Ia ada bersama kita, iringi tiap langkah kita, turut rasakan segala
pergumulan dan pencobaan kita, sehingga kita tak akan merasa sendiri, tak
gampang patah hati, tak mudah kasihani diri. Dalam situasi bagaimanapun, kita
siap jadi saksi.
Kuharap kita semua
semesra itu dengan Dia. Moga di tengah kesibukan, kita punya jadual kencan
makan malam istimewa bersama-Nya. Saranku, kawan,
jangan tunggu sampai malam minggu. Ajak Dia dulu, malam ini juga !
Wahyu 3: 20
Lihat, Aku berdiri di
muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan
membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama
dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.
Suatu malam di
bulan September ‘99
depan alun-alun Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar