Sisipan, sajak-refleksi siapkan
hati untuk paskah:
Di
malam terakhir sebelum berangkat ke Jepang, Hezky mengundang kami dan jemaat
gerejanya berkumpul di rumahnya: persekutuan dan...makan-makan. Malam terakhir sebelum
meninggalkan kota Malang karena pindah tempat pelayanan, saya mengajak anak
istri makan enak di restoran ‘mewah’ di Jln. Bromo. Saya ingat dua moment itu
kental dengan dua perasaan campur-aduk: kegembiraan dan kesedihan, jadi satu.
Itu
sekedar contoh, kawan, tentang naluri manusia (rancangan Tuhan), yakni
makan-makan untuk merayakan kejadian spesial. Bukan sekedar pengisi perut,
makanan-minuman itu bicara lebih banyak dari yang bisa dibahasakan, tentang
siapa kita, tentang perasaan-perasaan kita, harapan dan suka-cita yang kita
rasakan bersama. Di situlah bisa dibilang, makanan-minuman itu menyampaikan
sesuatu, berbuat sesuatu, bahkan boleh dibilang, membentuk hidup kita.
Bagi
orang yahudi, paskah itu makan-minum semacam itu, kawan. Hanya, yang dikenang
dan dirayakan jauh lebih besar. Makanan minuman khusus disajikan, resep warisan
berusia ribuan tahunan. Teks-teks kitab suci tertentu wajib dibacakan,
diperdengarkan ulang: tentang bagaimana Allah menyelamatkan Israel dari
perbudakan Mesir, peristiwa Keluaran. Di tindas di negri pembuanganpun, makan-makan ini mereka lakukan, pesankan: "Kami bangsa merdeka, kepunyaan Tuhan!" Maka sebagai perayaan, perjamuan ini lebih
dari sekedar makan minum spesial, melainkan tindakan religius sekaligus
tindakan politis yang kental.
Makan
minum paskah semacam itulah perjamuan terakhir Yesus dengan para murid,
sekaligus perjamuan yang sangat berbeda, saat Ia berkata: “Inilah tubuh dan
darahKu, makanlah, minumlah...” Malam ini para murid tetap bingung, namun belakangan mereka tahu, dan melanjutkannya dengan penghayatan baru. Apa itu? Bahwa inilah
perjamuan paskah yang baru, mengenang merayakan peristiwa Keluaran kedua. Seperti Musa, kali ini Yesus yang memimpin 12 murid, 12 suku Israel baru, umat
pengikut Dia, keluar dari perbudakan dosa, dari cengkeraman tuan yang jauh
lebih kejam dari Firaun, yakni Iblis; kali ini
Yesus yang mendahului mereka melewati teror yang lebih menakutkan dari laut
Teberau, yakni salib, sengat maut.
Ya,
itulah perjamuan terakhir di malam paskah itu, kesempatan terakhir Yesus
mengulang sekaligus menegaskan kematian yang akan dialamiNya
kepada para murid yang lamban mengerti itu. Sebelum ini Yesus sudah gunakan banyak kata, dengan bahasa kitab suci (anak manusia, hamba yang menderita), politis (mengalahkan penguasa dunia ini) maupun teologis (menyerahkan nyawa jadi tebusan bagi banyak orang). Maka malam ini Yesus menjelaskannya
dengan sebuah rangkuman, dengan kata-kata minimal, namun dengan
tindakan simbolik maksimal: makan-makan! (lebih pas, meski suasananya berujung kesedihan).
Maka
inilah yang yang harus kita kenang dalam perjamuan kudus, kawan, bahwa para murid, bahwa kita semua mengandalkan kematianNya
untuk kehidupan kekal kita, bahwa melalui apa yang dicapaiNya di kayu salib itulah
Kerajaan Allah sekarang sungguh nyata datang, di bumi seperti di sorga! Dan
inilah yang harus kita kerjakan setelah Perjamuan Kudus, kawan: melanjutkan kehidupan, dengan segala suka dukanya (seperti Hesky yang menekuni studi di
Jepang, seperti saya sekeluarga yang menjalani pelayanan di Jakarta); dan
menerapkan kemenanganNya di kayu salib itu dalam situasi-situasi salib kita
hari ini; lebih tepatnya mengisi hidup kekal kita, mewujud-nyatakan nilai-nilai
Kerajaan, dengan aksi-aksi kerajaan, di semua bidang kehidupan, di urusan sehari-hari maupun di proyek-proyek besar.
Selamat
jelang paskah, kawan!
Matius 26:26-28
Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti,
mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya
dan berkata: "Ambillah, makanlah, inilah
tubuh-Ku." Sesudah itu Ia
mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata:
"Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak
orang untuk pengampunan dosa.
Lukas 22:18
Sebab
Aku berkata kepada kamu: mulai dari sekarang ini Aku tidak akan minum lagi
hasil pokok anggur sampai Kerajaan Allah
telah datang.".
Jakarta, 4 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar