Sisipan, isu hangat nasional:
2-3
minggu terakhir ini praktis perhatian bangsa kita tertuju pada dua berita saja:
Sukhoi dan Lady Gaga. Dua trending topic itu punya kesamaan: sama-sama
urusan mengimpor “barang” dari luar dan sama-sama urusan duit besar.
Dan kali ini mengimpor teknologi terbukti lebih aman. Sukhoi yang notabene dibuat orang/bangsa atheis itu
sepertinya akan mulus-mulus saja dikonsumsi bangsa kita (asal tidak terbukti
faktor kerusakan pesawat sebagai penyebab kecelakaan di gunung Salak itu).
Sebaliknya, karya seni dan penampilan vulgar Lady Gaga ternyata dirasa lebih
mengancam, sehingga tegas dihadang, pakai isu pelanggaran hukum negara maupun
hukum agama, keras diganjal dengan dalil moral agama dan jati diri budaya luhur
bangsa.
Saya
jadi teringat bangsa Israel di abad pertama, di zaman Yesus. Waktu itu bangsa yahudi
begitu dikelilingi dan disusupi ‘produk’ kafir, baik melalui kekuatan militer asing maupun budaya asing (salah satu dan utamanya
bangsa Romawi). Diinvasi oleh dua bentuk kekuatan asing itu, bangsa ini
merespons sebagaimana lazimnya respons bangsa manapun (terutama yang dalam
posisi lemah/inferior terhadap pihak asing), yakni dengan makin memperketat, makin menekankan aturan-aturan tentang kesucian dan
nasionalisme. Tujuannya adalah menciptakan kesadaran kolektif-eksklusif dan
pesan seperti ini: “Kami orang Yahudi, kami beda (lebih mulia) dari kalian,
kami tidak hidup dengan standar moral rendah seperti kalian.”
Sebenarnya
ini bentuk mekanisme pertahanan diri. Kebetulan bangsa ini religius, jadi wajar
ayat-ayat kitab suci yang berbau atau terkesan (artinya belum tentu isinya
seperti bau atau kesan yang ditimbulkannya itu) mendukung mekanisme pertahanan
seperti itu banyak diekploitasi, bahkan dijadikan acuan tunggal. Alhasil, bangsa
yang lama dijajah ini sudah lama pula menjadikan hukum-hukum kesucian (sunat,
makanan haram, puasa, hukum sabat, ritual bait suci, dll) sebagai simbol jati
diri bangsa, jadi bahan bakar nasionalisme mereka.
Dalam
situasi bangsa seperti itulah Kerajaan Allah datang melalui Yesus, dengan posisi
yang berseberangan, dalam arti hendak mentransformasi semua kebanggaan nasional
mereka, karena justru menjadi kaca mata kuda yang menghalangi bangsa ini
melaksanakan mandat dari Yahweh untuk menjadi saluran shalom bagi segala bangsa.
Itu sebabnya Yesus kerap menggunakan perumpamaan untuk menyampaikan agenda
Kerajaan Allah. Menggunakan cara komunikasi yang biasa akan berbahaya dan
kontra-produktif. Contoh, di tengah suasana hati bangsa itu yang bangga
terhadap para martir yahudi yang disiksa dan dihukum mati penjajah karena
menolak makan makanan haram (babi, terutama), tentu tidak bijak bila Yesus
dengan lugas berkata, “Para syahid kalian itu mati untuk alasan yang keliru.
Babi dan semua makanan haram itu halal sekarang.” Bisa murka atau anarkis tuh kelompok radikal yahudi.
Maka
Yesus gunakan perumpamaan, pakai bahasa perlambang, gaya bicara sentilan. Ketika
mengajarkan bahwa semua makanan halal, Ia bersabda: “Apapun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya,
tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya." (Markus
7:15, bdk ajaranNya di pasal 2:27: “Sabat adalah untuk manusia, bukan manusia
untuk hari sabat,” dan tentang puasa di pasal 2:18: "Dapatkah
sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sedang mempelai itu bersama mereka?”,
dll). Metode komunikasi semacam ini akan membuat pendengar kurang paham untuk
sementara, butuh waktu mencerna, tapi pasti akhirnya paham maksudnya.
Intinya, Kerajaan Allah sedang mendorong dan
mengajarkan kesucian hati, kekudusan motivasi, lebih dari kesucian eksternal
atau fisikal. Pernyataan Yesus yang menghalalkan semua makanan itu terasa keras
bagi orang yahudi pada umumnya, kaum farisi dan ahli taurat khususnya. Bagi
mereka hukum kesucian yang mengatur makanan jasmani itu penting sekali. Bagi
kita bisa jadi ajaran Yesus ini tidak keras, karena kita sudah dibiasakan
berpikir bahwa yang sifatnya rohani itu lebih mulia dari benda materi. Tapi
harusnya ajaran ini kitav rasakan keras juga. Karena Yesus sedang berkata pada
orang yahudi dan kita, bahwa manusia punya masalah sangat besar. Hati manusia,
sumber utama yang seharusnya dari situ terpancar kehidupan, itupun sudah
tercemar, sudah korup, najis. Maka apapun yang keluar darinya najis semata, meski
tampilan luar kita nampak suci. Kerajaan Allah datang membawa solusi untuk
masalah kesucian hati ini. Hati keras manusia bisa diubahkan, kenajisannya bisa
disucikan, ditransformasi, bukan dengan serta-merta memeluk agama nasrani, melainkan dengan percaya pada Kabar Baik Injil Kerajaan Allah dan
berjalan di belakang Yesus, Sang Mesias Juru Selamat terjanji.
Pertanyaannya, apakah dengan mengajarkan demikian,
Yesus tidak setia pada kitab suci (karena dari kitab sucilah hukum kesucian
yang dipegang erat kaum radikal yahudi itu berasal). Jawabannya adalah: YA dan TIDAK.
‘YA’ karena, sebagaimana dicatat oleh penulis injil Markus, Yesus menyatakan
bahwa hukum tentang makanan haram itu tidak berlaku lagi. ‘TIDAK’ dalam arti
Yesus menyatakan bahwa kedatangan Kerajaan Allah melalui Diri dan PelayananNya
itu merupakan fase kelanjutan atau babak pemuncak wahyu Allah. Saat Yesus menyatakan
hukum makanan haram itu tidak berlaku lagi, itu bukan karena kitab suci itu
salah, melainkan justru karena kitab suci itu benar dan telah berhasil
melaksanakan fungsinya, yakni menyadarkan atau membuat umat membuktikan sendiri
bahwa kesucian sejati, kesucian internal, itu tidak bisa dicapai melalui ritual
atau simbol-simbol eksternal. Yesus datang memainkan fungsi yang tidak bisa
dilakukan oleh kitab suci. Hukum-hukum kitab suci adalah tanda dan simbol yang
menunjuk pada Mesias, dan sekarang yang ditunjuknya telah datang, dalam diri
dan pelayanan Yesus, maka selesailah tugasnya, fungsinya. Maka dalam konteks
ini Yesus bukannya tidak setia pada kitab suci.
Dengan kedatangan Yesus, segala sesuatunya baru
sekarang. Era Kerajaan Allah mengundang bangsa yahudi untuk melihat kitab suci
(PL), juga umat kristiani hari ini dalam melihat seluruh alkitab, bukan sebagai
kumpulan aturan hukum-hukum kesucian yang berlaku sepanjang zaman, melainkan
sebagai sebuah kisah yang menuntun dan mengarahkan
kita pada Yesus. Tidak mudah, perlu kemauan dan disiplin membiasakan diri memandang
alkitab dengan perspektif demikian. Di era kerajaan Allah atau di era
pemerintahan Mesias, Kristus ini, kita punya tugas ganda: di satu sisi kita wajib
setia pada alkitab, tapi di sisi lain kita wajib pula menalar hal-hal baru
terkait relevansi dan penerapannya. Itulah sebenarnya seni menjadi orang
kristen, dari sejak jaman Yesus hingga sekarang bahkan hingga Yesus datang
kembali.
Kembali soal Sukhoi dan Lady Gaga, saya memilih netral saja terhadap berbagai
argumen yang menimbang manfaat-mudharat mengimpor keduanya. Hanya, doa saya
semoga ke depan artis dan ilmuwan (dan pemerintah!) kita makin berhasil meningkatkan
kualitas budaya dan penguasaan teknologi bangsa kita, agar karya anak bangsa
ini makin membanggakan, makin punya daya saing dalam industri global (kalau impor
melulu itu membuktikan bangsa kita ini masih dijajah, setidaknya oleh
kapitalisme asing). Untuk soal haram-halalnya konser Lady Gaga, saya menitip
sikap melalui kalimat simbolis ala Yesus
ini: “Bukan yang masuk melalui mata (aksi
seronoknya) atau telinga (lirik lagunya) yang menajiskan. Apa yang keluar dari
seseorang, dari hatinya (niat puaskan syahwat, sengaja nonton mengharapkan
pornoaksi dan pornolirik sang Lady)
itulah yang menajiskannya. Sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala
pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan,
kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan dan..(tambahan
saya)... ANARKISME! Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam
dan menajiskan orang." Bagaimana menurut Anda?
Jakarta, 23 Mei 2012
Hari ini serah
terima jenazah Sukhoi kepada keluarga, sementara konser Lady Gaga masih
menunggu keputusan Mabes Polri.