Refleksi, khusus edisi akhir pekan:
Banyak
orang kristen dan non-kristen merasa sudah tahu kekristenan (tentu ada yang benar-benar
tahu, ada yang sok tahu). Namun pertanyaan yang sama ada di kepala mereka:
Apalagi yang bisa dibahas tentang kekristenan? Adakah hal baru yang bisa
didiskusikan tentang Yesus? Bolehkah, alkitabiahkah menemukan hal-hal baru
tentang Alah, tentang Yesus, tentang kekristenan, di luar semua penjelasan doktrinal
yang pernah atau yang selama ini kita dengar?
In fact, itu yang telah terjadi dan yang
sedang terjadi, kawan. Gelombang
perubahan (kebangunan rohani?) di kalangan injili sedang melanda berbagai
belahan dunia, sedang merubah wajah kekristenan yang selama ini kita ketahui
dan kenali (jika belum nampak dipengamatanmu, maka cepat atau lambat ia akan
terlihat datang, akan kamu dengar dan rasakan). Judul-judul buku, artikel dan
jurnal teologi, tema-tema kotbah, seminar, konsultasi maupun kamp-kamp sudah
deras alirkan istilah-istilah yang mensosialisasikan, yang bergema dan memantul
ke segala jurusan:
Rethinking, rediscovering, revisiting, redefining,
repainting, reshaping, reimagining, reinterpret, new/fresh perspective on.....CHRISTIANITY!
...on GOD, on Jesus, on discipleship, on mission, on worship, on evangelism, etc.
A new kind of Christianity? Kupikir bukan, kawan. Aku aminkan komentar beberapa
teolog yang sepakat menilai: “Not a new
kind, It’s an original version of it!” Sebuah perubahan? Kurasa juga bukan.
Fenomena ini lebih tepat disebut sebuah pertumbuhan. Ya, kekristenan atau iman
kristen yang bertumbuh. Bukan membatalkan versi lama, tapi membuatnya makin
dalam, makin utuh, makin integral. Kurasa ini semacam pernikahan antara Yesus yang diimani-disembah dan Yesus sejarah. Bukan merupakan kisah
kekristenan final atau paling benar, melainkan merupakan versinya yang
berkembang: dari kisah tentang “aku” menuju “aku dan Yesus” lalu kini versi up-gradenya, tentang “Yesus, aku dan
Dunia.”
Ya, kebenarannya
sangat mendasar di sini: iman kristen adalah sebuah perjalanan rohani tanpa
henti. Perubahan/kebangunan seperti ini tetaplah harus kita pandang sebagai sebuah
oase yang kita temui. Oase memang titik yang nyaman dan menyegarkan, tapi ia
bukan tempat untuk ditinggali. Ia hanya tempat menimba kesegaran, mereguk
energi untuk lanjutkan lagi perjalanan.
Bolehkah,
alkitabiahkah fenomena yang seperti ini (hal-hal baru dalam kekristenan)
terjadi? Boleh, kawan! Alkitab
katakan tak seorangpun pernah melihat Allah. Hanya Yesus yang pernah (Yoh
1:18). So, mengenal Allah itu selalu
sebuah proses, selalu bersifat progresif, sarat hal-hal baru, tatkala kita terus fokus memandang kepada Yesus, mencermati Allah yang bagaimana dan Allah yang punya misi apa yang diperagakan Yesus itu. Wahyu Allah
melalui Alkitab sudah final? YA! Tapi penyingkapan kebenaran yang terkandung
dalam teks-teks alkitab itu juga bersifat progresif, tidak pernah final. So, boleh dan alkitabiahlah gerakan atau
gelombang perspektif baru tentang kekristenan ini.
Asal
selalu harus dipastikan bahwa kita mengasihi Allah dan menghargai Alkitab
sebagai standar kebenaran, Firman Allah sendiri. Kekristenan yang makin utuh
ini merupakan hasil pergumulan penuh kasih dan gentar akan Allah, hasil
penggalian kebenaran-kebenaran alkitab yang diperjumpakan dengan konteks
realita jaman yang kita hadapi sekarang.
(bdk. Jenis Yesus historis yang tercipta sebagai hasil menolak Alkitab
sebagai Firman Tuhan oleh saudara-saudara kita di kelompok liberal atau
kelompok Yesus Seminar).
Mengapa
tak perlu terlalu takut salah karena menggumulkan dan menyambut tafsir baru teks-teks alkitab maupun perspektif baru tentang
kekristenan? (Termasuk yang diakibatkan temuan-temuan terbaru di bidang arkeologis atau dokumen kuno terkait faktualitas narasi-narasi tertentu dalam alkitab). Karena ada anugrah Roh Kudus (Yoh 14:26). Roh Kudus yang diutus Bapa dan Yesus. Roh Kebenaran, Roh Penghibur, Penolong itu akan membawa
kita pada “segala” (sepenuh-penuhnya) kebenaran alkitab. Roh Kudus akan aktif
menuntun kita pada pengenalan yang lebih banyak tentang Allah, pemahaman yang
lebih dalam tentang Yesus, wawasan yang lebih utuh tentang misi-Nya di bumi, di
tiap konteks jaman.
Maka
sesungguhnya kita punya tanggung-jawab ganda, kawan:
1. Tiap generasi harus
mensyukuri tradisi ajaran, doktrin, perspektif kristiani yang Allah singkapkan
di generasi-genrasi sebelum kita (tak ada ruang untuk menyombong atau merasa
paling biblikal di sini!).
2. Tiap generasi harus
punya passion untuk mengerjakan PR-nya, yakni menyelidiki teks-teks sesuai konteks temuan2 bukti2 sejarah terbaru dan situasi/pergumulan jamannya. Sejak zaman PL, Firman Allah selalu datang kepada
para nabi selalu dalam rangka merespons konteks realitas yang dialami dan dihadapi
Israel, bangsa pilihan.
3. Tiap orang kristen
harus terbuka untuk mere-edukasi dirinya sendiri terhadap model-wajah
kekristenan yang Allah wahyukan di jamannya, sehingga status kekristenannya dan
kehadiran dirinya di tengah masyarakat senantiasa relevan, senantiasa terlibat
dalam menjawab persoalan dan kebutuhan jamannya.
Bagaimana pendapat Anda?
Malang, 1 Juni 2010
Sedang bergairah kampanyekan
Perkantas Malang Out of The Box