Rekan Sepanggilan, Menulislah!

Pengunjung yang terhormat, para saksi Kristus & para pelayan Tuhan, ini adalah blog mutiara DOA, SAAT TEDUH dan MEDITASI Kristen (kecuali sisipan-sisipan khususnya). Sebuah Kedai Doa, Warung SaTe, atau Kantin Yoga, terserah Anda menyebutnya. Kalo saya, ini Cafe Shalom:-) Lebih dari itu, blog ini adalah ajakan untuk menulis. Tulislah apa saja, selembar sehari, di diary atau jurnal pribadi. Don't worry, bahan-bahannya akan Tuhan kirim tiap hari, lewat berbagai macam situasi, Anda hanya tinggal mencatatnya dengan setia & sepenuh hati. Apapun genre-nya, semua bentuk tulisan itu bagus. Semua memastikan agar kita tak mudah lupa berkat dan pesan-Nya untuk jangka waktu sangat lama. Dan sudah barang tentu, tulisan Anda bisa jadi berkat buat sesama, asupan sehat bagi keluarga besar gereja-Nya. Selamat mencoba. Mulailah hari ini!

Rabu, 31 Oktober 2012

Moving without Running-away

Do not quit easily. Postpone it as long as possible... :

# untill you’re convinced that it’s not an avoidance from bad persons or situations, but an unavoidable way to be a better person or to fulfil a greater vision;

# untill you’re sure what follows is a moving ahead, not a running away!

Kisah Rasul 16:6-10
Mereka melintasi tanah Frigia dan tanah Galatia, karena Roh Kudus mencegah mereka untuk memberitakan Injil di Asia. Dan setibanya di Misia mereka mencoba masuk ke daerah Bitinia, tetapi Roh Yesus tidak mengizinkan mereka. Setelah melintasi Misia, mereka sampai di Troas. Pada malam harinya tampaklah oleh Paulus suatu penglihatan: ada seorang Makedonia berdiri di situ dan berseru kepadanya, katanya: "Menyeberanglah ke mari dan tolonglah kami!" Setelah Paulus melihat penglihatan itu, segeralah kami mencari kesempatan untuk berangkat ke Makedonia, karena dari penglihatan itu kami menarik kesimpulan, bahwa Allah telah memanggil kami untuk memberitakan Injil kepada orang-orang di sana.

Jakarta, medio Okt 2012

After the decision not to stay

Rabu, 17 Oktober 2012

Bulimia

Bulimia,...
Itu makan sebanyaknya,
lalu muntahkan sebanyaknya,
sebelum sempat dicerna.

Bulimia,...
Itu dengar kotbah sebanyaknya,
baca buku rohani-teologi sebanyaknya,
browsing artikel website rohani sebanyaknya,
nonton film kristen sebanyaknya,
lalu muntahkan informasinya ke teman kita,
di group medsos kita, kelompok sel kita, gereja kita, diupdate status kita...
tanpa pernah sungguh-sungguh dicerna bathin kita.
Demikianlah budaya konsumtif awet dalam industri rohani zaman kita,
dan lapar-haus akan Allah tak kunjung jumpa solusinya di generasi kita.

Masyaallah, jangan biarkan itu terus terjadi, kawan.
Ayo galakkan budaya makan sehat dan mencerna dengan cermat.
Dalam saat-saat diam kita, di mana saja, siap kapan saja,
dalam kesadaran bersama-Nya, dalam penasaran akan mau-Nya:
mau-Nya atas diri kita, lalu mau-Nya dari kita, bagi dunia milik-Nya.

Jakarta, 17 Oktober 2012
Teringat bulimia Lady Diana,
Sadari bulimia rohani yang tak jarang aku mengalaminya.

Selasa, 09 Oktober 2012

Injil Bagi Para Pemimpi

Refleksi:
Pagi ini aku terbangun namun memutuskan untuk terus melanjutkan mimpi. Semalam aku mimpi relasiku dengan seorang senior di lembaga pelayananku berujung rekonsiliasi. Mimpi di alam tidur itu akan kulanjutkan, kujadikan ‘mimpi’ku di alam nyata, akan kukelola dalam satu paket dengan ‘mimpi-mimpi’ku yang lain. Ini keputusan penting, kawan. Maka ijinkan aku berbagi mimpi-mimpi pentingku serta kejadian-kejadian yang menjadi pemicu keputusan penting pagi ini, terutama kepada kalian yang masih punya mimpi-mimpi yang luhur dalam hidup ini:
Berawal di Sabtu malam kemarin. Aku dan Perdian diundang ke jamuan makan malam perayaan ulang tahun mama dari kenalan kami, seorang anak Tuhan yang saleh sekaligus kaya. 15 jenis menu datang silih berganti menghampiri meja kami (berbagai olahan flora dan fauna kualitas terbaik yang otomatis membuat kami terpanggil menjadi omnivora yang baik pula J), diakhiri dengan satu sloki kecil Dry Red Wine produk import.
Aku berbisik ke Perdian: “Kita sudah mengunyah sejak 2,5 jam lalu. Anehnya, kok tidak kringetan sama sekali ya? Kalau di kantor, makan siang 10-20 menit aja selalu kringetan.” (karena kepedesan, juga karena AC dekat meja makan kantor tidak dinyalakan). Analisa Perdian kontan bikin aku terbahak: “Semua orang di ruang pesta ini tidak kringetan karena makan sambil menyanyi (ikuti lantunan lagu-lagu mandarin yang disediakan perangkat karaoke pihak restauran), beda dengan mas Iwan dan teman-teman kantor yang makan sambil mikir: “Uang tinggal berapa ya, besok masih bisa makan ga ya?” Alhasil, kami masih tergelak hingga larut malam di kamar mengingat analisa itu. Sebuah mimpi datang mendahului kantukku: Harus makin banyak orang lagi yang punya akses mengkonsumsi makanan yang layak (yang sehat sekaligus lezat). Tidak hanya anak istriku, tapi seluruh anak bangsaku ini, bahkan seluruh penduduk bumi ini. Semua berhak!
Esoknya, sepulang gereja, kenalan kami yang saleh dan kaya ini mengajak kami ke villa miliknya di puncak. Walau sesaat, udara bersih sejuk, pemandangan hijau dan suasana sunyi yang kami kecap di balkon yang menghadap pegunungan hijau itu membuatku merasa sedang di dunia lain, membuatku enggan pergi. Tapi kenyataan tak bisa kulawan, kami harus balik ke Jakarta lagi...yang panas, gaduh dan sarat polusi. Bernada protes, aku berujar ke Perdian: “Mengapa alam ciptaan Tuhan yang indah ini jadi mahal dan tak terjangkau untuk dinikmati setiap orang?” Ya, menurutku masyarakat Jakarta kelas menengah ke bawah yang jumlahnya mayoritas itu akan memiliki usia harapan hidup yang rendah karena di libur akhir pekanpun mereka tetap harus ‘menikmati’ udara beracun maupun ‘pemandangan beracun’ di dalam kota.  Satu lagi mimpi terajut di hati sebelum meninggalkan villa itu: “Suatu saat kelak, semua orang bisa menikmati udara dan pemandangan yang sehat. Semua berhak!”
Mimpi-mimpi’ itulah yang mengantarku berangkat tidur malam tadi, tidur yang menjumpakan aku pada mimpi rekonsiliasi dengan senior yang kusebut di awal tadi. Dalam doa kumohon Tuhan taruh ‘mimpi’ yang sama dalam hati beliau, lalu kulanjutkan dengan menyampaikan ‘mimpi-mimpi’ku kepada-Nya, seperti ini: Aku punya mimpi tentang indahnya hidup di dunia ini. Ya, mimpi tentang makin punahnya manifestasi dosa individu maupun dosa kolektif komunitas gerejaku dan bangsaku; tentang tegaknya keadilan dan meratanya kemakmuran di muka bumi ini; mimpi tentang membaiknya relasi-relasi antar individu, antar komunitas, antar bangsa, dan sama pentingnya, mimpi tentang makin membaiknya kesehatan ekologi planet bumi ini. Intinya, mimpi tentang hadirnya kondisi dunia yang berbeda dengan kondisi dunia kita hari ini, yang penuh keserakahan, kelaparan, kebencian, perseteruan, kekerasan, serta penuh nasionalisme bahkan religiositas yang ironisnya justru menjauhkan anak-anak bangsa ini dari nilai-nilai kasih, persaudaraan dan perdamaian.
Aku beruntung dan bersyukur bisa bermimpi dan mau ber’mimpi,’ kawan. Sebab mimpi punya peran penting dalam hidup kita sebagai manusia, baik saat kita tidur maupun terjaga. Mimpi-mimpi (yang indah, utamanya) itu berfungsi sebagai ventilasi bagi harapan dan kerinduan yang menyesak dalam dada, harapan akan datangnya kondisi-kondisi manis yang berlawanan dengan berbagai kenyataan pahit yang kita hadapi dalam kehidupan nyata (yang adalah dampak kejatuhan manusia dalam dosa yang dampak kerusakannya dialami bumi dan segala isinya ini [Kejadian psl 3-11]).
Dan yang membuatku memutuskan untuk memelihara dan melanjutkan mimpi-mimpi ini adalah karena barusan kusadari bahwa sebenarnya mimpiku itu sangat mirip dengan mimpi Allah, yakni mimpi utama Allah untuk membuat segala sesuatu menjadi baru kembali. Halaman-halaman awal alkitab kita (Kej 1-2) dengan tegas menunjukkan bahwa dunia yang lebih baik dari dunia kita hari ini itu benar-benar pernah ada, yakni dunia yang penuh keindahan dan harmoni antar ciptaan dan Sang Pencipta, juga harmoni di antara semua ciptaan. Halaman-halaman terakhir alkitab kitapun (Wahyu 21-22) memberi visi yang gamblang bahwa dunia yang seperti itu akan ada lagi, dunia yang melulu berisi keindahan dan keharmonisan tatanan ciptaan Allah yang sungguh amat baik. Tak ada egoisme, ketamakan atau kecurangan atau polusi dalamnya, tak ada penyakit, orang miskin atau kelaparan. Rupanya, tanpa sadar 3 hari terakhir ini aku sedang memimpikan mimpi yang sama yang telah Allah mimpikan sejak permulaan jaman!
Bagaimana denganmu, kawan? Sering mimpi kan. Apa mimpi-“mimpi” burukmu? Relasi 'beracun' dengan sobat atau pasangan terkasih? Ketidak-adilan di tempat kerja? Stress di tempat pelayanan? Sakit yang sudah divonis tak mungkin sembuh? Ekonomi rumah tangga yang lumpuh? Sawah kering yang membuat rezeki panenmu makin menjauh? Kesempatan-kesempatan baik yang terhalang sistem yang korup? Ini pertanyaan untukmu: Beranikah kamu tenggelamkan mimpi-mimpi buruk itu ke dalam mimpi besar Allah yang menjanjikan lenyapnya unsur jahat dan segala anasir dosa yang mencemari seluruh ciptaan-Nya itu?
Sekarang, apa mimpi-mimpi indahmu, kawan? Lulus sekolah/kuliah dengan baik, dapat pekerjaan bergaji baik dan meniti karir dengan baik, menikah dan menikmati keluarga bahagia, mati tua lalu masuk sorga? Kejar, wujudkan semuanya, kawan. Tapi jangan berhenti hanya di situ. Ada dunia lain di luar dunia kecilmu itu. Dunia yang lebih besar, milik Allah, masih penuh peristiwa dan kondisi buruk. Ini tantangan untukmu: Niatkan mimpi-mimpi indahmu itu berkontribusi bagi bertambahnya keindahan dunia di luar kehidupan pribadimu. Tekadkan mimpi-mimpi indahmu yang egoistis itu bertumbuh semakin misional, yakni bersumbangsih dalam mewujudnyatakan mimpi-mimpi indah Allah.
Kawan, hari ini kita hidup di antara dua dunia, yakni dunia mimpi buruk dan dunia mimpi indah, antara dunia mimpi Iblis dan dunia mimpi Allah. Wajib hukumnya buat orang kristen untuk menjawab pertanyaan dan tantangan itu dengan tegas, karena ajaran Alkitab jelas, bahwa tugas menghentikan mimpi buruk dunia ini dan tugas mewujudkan mimpi indah Allah di dunia ini sudah diembankan pada semua manusia, para rupa dan gambar Allah, terutama dikaruniakan pada orang-orang yang berkomitmen menTuhankan Yesus dan berjalan di belakang Yesus. Apalagi kebangkitan Kristus telah terjadi, menjadi garansi sekaligus energi ilahi bagi terwujudnya mimpi Allah itu. Dalam konteks fakta teologis ini, sudah seharusnya mimpi indah Allah menjadi bagian dari kemanusiaan dan kemuridan kita, yang tak bisa dan tak boleh kita abaikan atau hindari
Itu sebabnya kusharingkan mimpi-mimpiku padamu, kawan. Aku tak mau bermimpi sendiri. Aku mau semua mimpi luhur kita sinergikan, jadi bahan bakar rohani yang menggerakkan kita menghadapi, bukan melarikan diri dari, kenyataan pahit dalam dunia kita saat ini. Maka mari terus bermimpi, kawan! Jangan berhenti di mimpi kecil dunia pribadimu. Sedini mungkin, mimpikan (=niatkan, praktekkan) setiap ilmu, profesi, harta, semua talentamu, menjadi instrumen pewujud mimpi luhur bangsamu, mimpi besar Allahmu! Ingat, berita keselamatan dalam alkitab kita dibingkai dengan visi Kej 1-2 dan Wahyu 21-22, sebuah injil yang dahsyat: bahwa Allah kita pasti menang; bahwa iblis, dosa, kejahatan dan segala kenajisan pasti kalah dan pasti lenyap; bahwa bumi dan segala ciptaan-Nya akan kembali pada kualitasnya mula-mula: sungguh amat baik! 
Wartakan Injil ini, kawan.

Wahyu
21:1. Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi.
21:2 Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya.
21:3 Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: "Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka.
21:4 Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu."
21:5 Ia yang duduk di atas takhta itu berkata: "Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!" Dan firman-Nya: "Tuliskanlah, karena segala perkataan ini adalah tepat dan benar."

Jakarta, 8 Oktober 2012

Senin, 01 Oktober 2012

Hai Warga Semesta, Ikutlah Paduan Suara!

Haleluya! Ayo kita bentuk Paduan Suara Semesta!
Malaikat Gabriel, Anda dan teman-teman Anda tenornya
Andromeda, Bimasakti dan lain-lain, kalian alto-nya.
Karena DIAlah kalian semua ada, karena selama ini dan selama-lamanya keberadaan kalian ditopang oleh DIA.

Kalian yang di bumi, semua wajib serta:
Para presiden, perdana mentri dan para raja,
jajaran pejabat kota dan desa, pun seluruh rakyat jelata,
bayi-bayi, teruna dan dara, besar kecil, jangan ketinggalan;
Kalian semua sopran!

Termasuk kalian hai para fundamentalis, kaum separatis, 
kelompok radikalis dan para teroris, kalian semuapun diundang.
Kepicikan, kebencian dan kekerasan sama sekali bukan irama,
itu hanya kegaduhan yang sakiti hati sakitkan telinga.
Bergabunglah, masih ada kesempatan dan tempat buat kalian:
jadilah penyanyi bass yang militan!

Pun jantan betina binatang apa saja, spesies tumbuhan apa saja,
jenis banyak maupun langka, kalian semua ada bagiannya.
Ya, kalian semua mainkan perkusinya, mainkan iramanya!
Hujan, banjir, tsunami, puting beliung, gelegar petir dan gejala fenomena alam lainnya akan bantu kalian mengatur nada-nadanya.

Terlebih kalian, warga gereja, lantanglah bersuara.
Kalian penyanyi solonya, semua vokalis utama.
Pandang cermat dan taati Allah, Dialah Conductor Agungnya!
Ikuti tempo-Nya, ketukan-Nya, dinamika-Nya, instrumentasi-Nya.
Sajikan kepeloporan & keteladanan kreatif sesuai talenta dari-Nya.
Dendangkan kebenaran, keadilan dan shalom-Nya,
di setiap hari, di tiap segi kehidupan nyata!

Ya, kalian semua, seluruh makhluk ciptaan-Nya,
perdengarkanlah simphony semesta nan indah mulia.
Kumandangkan tembang hormat, kidung gentar dan cinta
Tinggikan Allah Pencipta, yang berdaulat atas segala yang ada. 
Dialah sang Arranger Paduan Suara Semesta.

Maha penting, pastikan bergema intro dan coda pilihan-Nya,
yakni nada-nada Eden dan Yerusalem Baru kerinnduan-Nya,
harmony & beauty, kualitas ‘sungguh amat baik’ ciptaan mula-mula. Kumandangkan dari masa ke masa, buat hati-Nya puas bangga.
Haleluya !

Jakarta, Oktober 2012
Inspired by Mazmur 148