Rekan Sepanggilan, Menulislah!

Pengunjung yang terhormat, para saksi Kristus & para pelayan Tuhan, ini adalah blog mutiara DOA, SAAT TEDUH dan MEDITASI Kristen (kecuali sisipan-sisipan khususnya). Sebuah Kedai Doa, Warung SaTe, atau Kantin Yoga, terserah Anda menyebutnya. Kalo saya, ini Cafe Shalom:-) Lebih dari itu, blog ini adalah ajakan untuk menulis. Tulislah apa saja, selembar sehari, di diary atau jurnal pribadi. Don't worry, bahan-bahannya akan Tuhan kirim tiap hari, lewat berbagai macam situasi, Anda hanya tinggal mencatatnya dengan setia & sepenuh hati. Apapun genre-nya, semua bentuk tulisan itu bagus. Semua memastikan agar kita tak mudah lupa berkat dan pesan-Nya untuk jangka waktu sangat lama. Dan sudah barang tentu, tulisan Anda bisa jadi berkat buat sesama, asupan sehat bagi keluarga besar gereja-Nya. Selamat mencoba. Mulailah hari ini!

Kamis, 22 November 2012

Learned-Helplessness

Selingan: perspektif kerja/hidup

Sebuah riset tentang ketidak-berdayaan yang terbentuk (learned-helplessness), dari buku Street Children: A Guide to Effective Ministry by Phyllis Kilbourn):

Seekor anjing ditempatkan dalam sebuah kerangkeng kecil yang seluruhnya terbuat dari besi.  Lalu sebuah bel dibunyikan bersamaan dengan listrik dialirkan ke besi kerangkeng untuk mengagetkan si anjing. Sang anjing sontak menggonggong dan bergerak tak terkendali, berusaha keluar dari kerangkeng, namun justru kesakitan dan stress karena aliran listrik. Setelah beberapa kali prosedur ini dilakukan, peneliti menemukan sebuah pola baru:  sekarang jika bel dibunyikan, si anjing memilih untuk meringkuk atau merebahkan diri. Anjing itu telah belajar tentang ketidak-berdayaan. Ia yakin tak ada yang bisa dilakukannya selain menerima / menjalani saja rasa sakit dari aliran listrik itu. Bahkan ketika atap kerangkeng kecil itu dibuka, lalu bel dibunyikan dan listrik dialirkan, anjing itu bukannya melompat keluar kerangkeng menuju kemerdekaannya dan ketenangan hidupnya, ia justru tetap memilih meringkuk dan menerima rasa sakit tersengat listrik itu.

Kita kerap melihat sejenis learned-helplessness ini dialami kawan-kawan kita, yang sekian lama ditekan dan ditindas: dipaksa tunduk pada pihak yang berkuasa, dipaksa bekerja secara tidak adil dan digaji kecil, dipaksa terlibat dalam kegiatan yang tidak manusiawi, dipaksa hidup di jalanan, di daerah kumuh, di lokasi prostitusi dan di kamp pengungsian (tambahan saya: atau di gereja/lembaga pelayanan yang cenderung gemar menggunakan slogan rohani yang manipulatif-eksploitatif). Bahkan ketika diberi kesempatan maupun keberanian/kekuatan untuk membuat keputusan keluar dari kondisi-kondisi seperti itu,  bahkan diberi kekuatan untuk melawan para penindas mereka, kebanyakan dari mereka justru tetap memilih tunduk terhadap rasa sakit yang ditimpakan atas diri mereka.

Inilah fakta yang terjadi dalam dunia di mana uang dan kekuasaan dianggap segalanya, diberhalakan sedemikian rupa. Wajar bila hasilnya adalah: ketundukan pasif, kepasrahan negatif pada pihak-pihak yang memegang uang dan/ kekuasaan. Itulah yang disebut ketidak-berdayaan yang terlatih (learned-helplessness), sikap yang meyakini: “Tak ada yang bisa kulakukan selain pasrah saja.” Dan itu bukan ketundukan yang dimaksud alkitab. Itu justru sikap menolak tanggung-jawab atas hidup kita sendiri, karena membiarkan pihak lain atau situasi yang memutuskan apa yang kita alami dan kita rasakan. Lebih buruk lagi, itu bisa jadi sikap abai terhadap nilai keadilan dan kebenaran Tuhan, sikap yang menciderai shalom Tuhan. Sesungguhnya ada banyak yang bisa dilakukan dalam situasi-kondisi atau tempat seperti itu. Ya, banyak cara untuk “melawan,” tanpa perlu melibatkan kekerasan atau kejahatan.

So, mau bertahan di tempat kerja atau situasi atau kondisi-kondisi semacam itu? Boleh saja, asal pastikan bahwa Anda tidak sedang menghayati learned-helplessness, melainkan sedang taat pada panggilan Tuhan! Dan pastikan Anda yakin tidak salah membedakannyaJ  GBU all.

Jakarta, 22 Nopember 2012
Idenya kudapat setelah membaca berita demo buruh besar-besaran hari ini

Rabu, 31 Oktober 2012

Moving without Running-away

Do not quit easily. Postpone it as long as possible... :

# untill you’re convinced that it’s not an avoidance from bad persons or situations, but an unavoidable way to be a better person or to fulfil a greater vision;

# untill you’re sure what follows is a moving ahead, not a running away!

Kisah Rasul 16:6-10
Mereka melintasi tanah Frigia dan tanah Galatia, karena Roh Kudus mencegah mereka untuk memberitakan Injil di Asia. Dan setibanya di Misia mereka mencoba masuk ke daerah Bitinia, tetapi Roh Yesus tidak mengizinkan mereka. Setelah melintasi Misia, mereka sampai di Troas. Pada malam harinya tampaklah oleh Paulus suatu penglihatan: ada seorang Makedonia berdiri di situ dan berseru kepadanya, katanya: "Menyeberanglah ke mari dan tolonglah kami!" Setelah Paulus melihat penglihatan itu, segeralah kami mencari kesempatan untuk berangkat ke Makedonia, karena dari penglihatan itu kami menarik kesimpulan, bahwa Allah telah memanggil kami untuk memberitakan Injil kepada orang-orang di sana.

Jakarta, medio Okt 2012

After the decision not to stay

Rabu, 17 Oktober 2012

Bulimia

Bulimia,...
Itu makan sebanyaknya,
lalu muntahkan sebanyaknya,
sebelum sempat dicerna.

Bulimia,...
Itu dengar kotbah sebanyaknya,
baca buku rohani-teologi sebanyaknya,
browsing artikel website rohani sebanyaknya,
nonton film kristen sebanyaknya,
lalu muntahkan informasinya ke teman kita,
di group medsos kita, kelompok sel kita, gereja kita, diupdate status kita...
tanpa pernah sungguh-sungguh dicerna bathin kita.
Demikianlah budaya konsumtif awet dalam industri rohani zaman kita,
dan lapar-haus akan Allah tak kunjung jumpa solusinya di generasi kita.

Masyaallah, jangan biarkan itu terus terjadi, kawan.
Ayo galakkan budaya makan sehat dan mencerna dengan cermat.
Dalam saat-saat diam kita, di mana saja, siap kapan saja,
dalam kesadaran bersama-Nya, dalam penasaran akan mau-Nya:
mau-Nya atas diri kita, lalu mau-Nya dari kita, bagi dunia milik-Nya.

Jakarta, 17 Oktober 2012
Teringat bulimia Lady Diana,
Sadari bulimia rohani yang tak jarang aku mengalaminya.

Selasa, 09 Oktober 2012

Injil Bagi Para Pemimpi

Refleksi:
Pagi ini aku terbangun namun memutuskan untuk terus melanjutkan mimpi. Semalam aku mimpi relasiku dengan seorang senior di lembaga pelayananku berujung rekonsiliasi. Mimpi di alam tidur itu akan kulanjutkan, kujadikan ‘mimpi’ku di alam nyata, akan kukelola dalam satu paket dengan ‘mimpi-mimpi’ku yang lain. Ini keputusan penting, kawan. Maka ijinkan aku berbagi mimpi-mimpi pentingku serta kejadian-kejadian yang menjadi pemicu keputusan penting pagi ini, terutama kepada kalian yang masih punya mimpi-mimpi yang luhur dalam hidup ini:
Berawal di Sabtu malam kemarin. Aku dan Perdian diundang ke jamuan makan malam perayaan ulang tahun mama dari kenalan kami, seorang anak Tuhan yang saleh sekaligus kaya. 15 jenis menu datang silih berganti menghampiri meja kami (berbagai olahan flora dan fauna kualitas terbaik yang otomatis membuat kami terpanggil menjadi omnivora yang baik pula J), diakhiri dengan satu sloki kecil Dry Red Wine produk import.
Aku berbisik ke Perdian: “Kita sudah mengunyah sejak 2,5 jam lalu. Anehnya, kok tidak kringetan sama sekali ya? Kalau di kantor, makan siang 10-20 menit aja selalu kringetan.” (karena kepedesan, juga karena AC dekat meja makan kantor tidak dinyalakan). Analisa Perdian kontan bikin aku terbahak: “Semua orang di ruang pesta ini tidak kringetan karena makan sambil menyanyi (ikuti lantunan lagu-lagu mandarin yang disediakan perangkat karaoke pihak restauran), beda dengan mas Iwan dan teman-teman kantor yang makan sambil mikir: “Uang tinggal berapa ya, besok masih bisa makan ga ya?” Alhasil, kami masih tergelak hingga larut malam di kamar mengingat analisa itu. Sebuah mimpi datang mendahului kantukku: Harus makin banyak orang lagi yang punya akses mengkonsumsi makanan yang layak (yang sehat sekaligus lezat). Tidak hanya anak istriku, tapi seluruh anak bangsaku ini, bahkan seluruh penduduk bumi ini. Semua berhak!
Esoknya, sepulang gereja, kenalan kami yang saleh dan kaya ini mengajak kami ke villa miliknya di puncak. Walau sesaat, udara bersih sejuk, pemandangan hijau dan suasana sunyi yang kami kecap di balkon yang menghadap pegunungan hijau itu membuatku merasa sedang di dunia lain, membuatku enggan pergi. Tapi kenyataan tak bisa kulawan, kami harus balik ke Jakarta lagi...yang panas, gaduh dan sarat polusi. Bernada protes, aku berujar ke Perdian: “Mengapa alam ciptaan Tuhan yang indah ini jadi mahal dan tak terjangkau untuk dinikmati setiap orang?” Ya, menurutku masyarakat Jakarta kelas menengah ke bawah yang jumlahnya mayoritas itu akan memiliki usia harapan hidup yang rendah karena di libur akhir pekanpun mereka tetap harus ‘menikmati’ udara beracun maupun ‘pemandangan beracun’ di dalam kota.  Satu lagi mimpi terajut di hati sebelum meninggalkan villa itu: “Suatu saat kelak, semua orang bisa menikmati udara dan pemandangan yang sehat. Semua berhak!”
Mimpi-mimpi’ itulah yang mengantarku berangkat tidur malam tadi, tidur yang menjumpakan aku pada mimpi rekonsiliasi dengan senior yang kusebut di awal tadi. Dalam doa kumohon Tuhan taruh ‘mimpi’ yang sama dalam hati beliau, lalu kulanjutkan dengan menyampaikan ‘mimpi-mimpi’ku kepada-Nya, seperti ini: Aku punya mimpi tentang indahnya hidup di dunia ini. Ya, mimpi tentang makin punahnya manifestasi dosa individu maupun dosa kolektif komunitas gerejaku dan bangsaku; tentang tegaknya keadilan dan meratanya kemakmuran di muka bumi ini; mimpi tentang membaiknya relasi-relasi antar individu, antar komunitas, antar bangsa, dan sama pentingnya, mimpi tentang makin membaiknya kesehatan ekologi planet bumi ini. Intinya, mimpi tentang hadirnya kondisi dunia yang berbeda dengan kondisi dunia kita hari ini, yang penuh keserakahan, kelaparan, kebencian, perseteruan, kekerasan, serta penuh nasionalisme bahkan religiositas yang ironisnya justru menjauhkan anak-anak bangsa ini dari nilai-nilai kasih, persaudaraan dan perdamaian.
Aku beruntung dan bersyukur bisa bermimpi dan mau ber’mimpi,’ kawan. Sebab mimpi punya peran penting dalam hidup kita sebagai manusia, baik saat kita tidur maupun terjaga. Mimpi-mimpi (yang indah, utamanya) itu berfungsi sebagai ventilasi bagi harapan dan kerinduan yang menyesak dalam dada, harapan akan datangnya kondisi-kondisi manis yang berlawanan dengan berbagai kenyataan pahit yang kita hadapi dalam kehidupan nyata (yang adalah dampak kejatuhan manusia dalam dosa yang dampak kerusakannya dialami bumi dan segala isinya ini [Kejadian psl 3-11]).
Dan yang membuatku memutuskan untuk memelihara dan melanjutkan mimpi-mimpi ini adalah karena barusan kusadari bahwa sebenarnya mimpiku itu sangat mirip dengan mimpi Allah, yakni mimpi utama Allah untuk membuat segala sesuatu menjadi baru kembali. Halaman-halaman awal alkitab kita (Kej 1-2) dengan tegas menunjukkan bahwa dunia yang lebih baik dari dunia kita hari ini itu benar-benar pernah ada, yakni dunia yang penuh keindahan dan harmoni antar ciptaan dan Sang Pencipta, juga harmoni di antara semua ciptaan. Halaman-halaman terakhir alkitab kitapun (Wahyu 21-22) memberi visi yang gamblang bahwa dunia yang seperti itu akan ada lagi, dunia yang melulu berisi keindahan dan keharmonisan tatanan ciptaan Allah yang sungguh amat baik. Tak ada egoisme, ketamakan atau kecurangan atau polusi dalamnya, tak ada penyakit, orang miskin atau kelaparan. Rupanya, tanpa sadar 3 hari terakhir ini aku sedang memimpikan mimpi yang sama yang telah Allah mimpikan sejak permulaan jaman!
Bagaimana denganmu, kawan? Sering mimpi kan. Apa mimpi-“mimpi” burukmu? Relasi 'beracun' dengan sobat atau pasangan terkasih? Ketidak-adilan di tempat kerja? Stress di tempat pelayanan? Sakit yang sudah divonis tak mungkin sembuh? Ekonomi rumah tangga yang lumpuh? Sawah kering yang membuat rezeki panenmu makin menjauh? Kesempatan-kesempatan baik yang terhalang sistem yang korup? Ini pertanyaan untukmu: Beranikah kamu tenggelamkan mimpi-mimpi buruk itu ke dalam mimpi besar Allah yang menjanjikan lenyapnya unsur jahat dan segala anasir dosa yang mencemari seluruh ciptaan-Nya itu?
Sekarang, apa mimpi-mimpi indahmu, kawan? Lulus sekolah/kuliah dengan baik, dapat pekerjaan bergaji baik dan meniti karir dengan baik, menikah dan menikmati keluarga bahagia, mati tua lalu masuk sorga? Kejar, wujudkan semuanya, kawan. Tapi jangan berhenti hanya di situ. Ada dunia lain di luar dunia kecilmu itu. Dunia yang lebih besar, milik Allah, masih penuh peristiwa dan kondisi buruk. Ini tantangan untukmu: Niatkan mimpi-mimpi indahmu itu berkontribusi bagi bertambahnya keindahan dunia di luar kehidupan pribadimu. Tekadkan mimpi-mimpi indahmu yang egoistis itu bertumbuh semakin misional, yakni bersumbangsih dalam mewujudnyatakan mimpi-mimpi indah Allah.
Kawan, hari ini kita hidup di antara dua dunia, yakni dunia mimpi buruk dan dunia mimpi indah, antara dunia mimpi Iblis dan dunia mimpi Allah. Wajib hukumnya buat orang kristen untuk menjawab pertanyaan dan tantangan itu dengan tegas, karena ajaran Alkitab jelas, bahwa tugas menghentikan mimpi buruk dunia ini dan tugas mewujudkan mimpi indah Allah di dunia ini sudah diembankan pada semua manusia, para rupa dan gambar Allah, terutama dikaruniakan pada orang-orang yang berkomitmen menTuhankan Yesus dan berjalan di belakang Yesus. Apalagi kebangkitan Kristus telah terjadi, menjadi garansi sekaligus energi ilahi bagi terwujudnya mimpi Allah itu. Dalam konteks fakta teologis ini, sudah seharusnya mimpi indah Allah menjadi bagian dari kemanusiaan dan kemuridan kita, yang tak bisa dan tak boleh kita abaikan atau hindari
Itu sebabnya kusharingkan mimpi-mimpiku padamu, kawan. Aku tak mau bermimpi sendiri. Aku mau semua mimpi luhur kita sinergikan, jadi bahan bakar rohani yang menggerakkan kita menghadapi, bukan melarikan diri dari, kenyataan pahit dalam dunia kita saat ini. Maka mari terus bermimpi, kawan! Jangan berhenti di mimpi kecil dunia pribadimu. Sedini mungkin, mimpikan (=niatkan, praktekkan) setiap ilmu, profesi, harta, semua talentamu, menjadi instrumen pewujud mimpi luhur bangsamu, mimpi besar Allahmu! Ingat, berita keselamatan dalam alkitab kita dibingkai dengan visi Kej 1-2 dan Wahyu 21-22, sebuah injil yang dahsyat: bahwa Allah kita pasti menang; bahwa iblis, dosa, kejahatan dan segala kenajisan pasti kalah dan pasti lenyap; bahwa bumi dan segala ciptaan-Nya akan kembali pada kualitasnya mula-mula: sungguh amat baik! 
Wartakan Injil ini, kawan.

Wahyu
21:1. Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi.
21:2 Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya.
21:3 Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: "Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka.
21:4 Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu."
21:5 Ia yang duduk di atas takhta itu berkata: "Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!" Dan firman-Nya: "Tuliskanlah, karena segala perkataan ini adalah tepat dan benar."

Jakarta, 8 Oktober 2012

Senin, 01 Oktober 2012

Hai Warga Semesta, Ikutlah Paduan Suara!

Haleluya! Ayo kita bentuk Paduan Suara Semesta!
Malaikat Gabriel, Anda dan teman-teman Anda tenornya
Andromeda, Bimasakti dan lain-lain, kalian alto-nya.
Karena DIAlah kalian semua ada, karena selama ini dan selama-lamanya keberadaan kalian ditopang oleh DIA.

Kalian yang di bumi, semua wajib serta:
Para presiden, perdana mentri dan para raja,
jajaran pejabat kota dan desa, pun seluruh rakyat jelata,
bayi-bayi, teruna dan dara, besar kecil, jangan ketinggalan;
Kalian semua sopran!

Termasuk kalian hai para fundamentalis, kaum separatis, 
kelompok radikalis dan para teroris, kalian semuapun diundang.
Kepicikan, kebencian dan kekerasan sama sekali bukan irama,
itu hanya kegaduhan yang sakiti hati sakitkan telinga.
Bergabunglah, masih ada kesempatan dan tempat buat kalian:
jadilah penyanyi bass yang militan!

Pun jantan betina binatang apa saja, spesies tumbuhan apa saja,
jenis banyak maupun langka, kalian semua ada bagiannya.
Ya, kalian semua mainkan perkusinya, mainkan iramanya!
Hujan, banjir, tsunami, puting beliung, gelegar petir dan gejala fenomena alam lainnya akan bantu kalian mengatur nada-nadanya.

Terlebih kalian, warga gereja, lantanglah bersuara.
Kalian penyanyi solonya, semua vokalis utama.
Pandang cermat dan taati Allah, Dialah Conductor Agungnya!
Ikuti tempo-Nya, ketukan-Nya, dinamika-Nya, instrumentasi-Nya.
Sajikan kepeloporan & keteladanan kreatif sesuai talenta dari-Nya.
Dendangkan kebenaran, keadilan dan shalom-Nya,
di setiap hari, di tiap segi kehidupan nyata!

Ya, kalian semua, seluruh makhluk ciptaan-Nya,
perdengarkanlah simphony semesta nan indah mulia.
Kumandangkan tembang hormat, kidung gentar dan cinta
Tinggikan Allah Pencipta, yang berdaulat atas segala yang ada. 
Dialah sang Arranger Paduan Suara Semesta.

Maha penting, pastikan bergema intro dan coda pilihan-Nya,
yakni nada-nada Eden dan Yerusalem Baru kerinnduan-Nya,
harmony & beauty, kualitas ‘sungguh amat baik’ ciptaan mula-mula. Kumandangkan dari masa ke masa, buat hati-Nya puas bangga.
Haleluya !

Jakarta, Oktober 2012
Inspired by Mazmur 148

Senin, 17 September 2012

A Home at Jl. Arief Margono 18, Malang

An Unforgetable Memory

4 tahun di sana, terisi penuh 6 kardus besar
diktat kuliah, paper, makalah & artikel foto-copy
4 tahun di sana, terisi penuh 2 diary, seratusan puisi
peristiwa, kesan dan teman dari pelosok negri
yang ditempa, taati panggilan ilahi

Kini kutlah pergi, bergelar alumni
berbekal kenangan hitam dan putih:
Ada disiplin dan kekudusan di sana,
diselingi beragam pelanggaran dan dosa
Konflik tak pernah tiada, syukur ada juga cinta
Ada pesaing dan pendengki, syukur ada sobat tua & muda yang tulus hati
(di dalam situ seindah & sekeras di luar sana,
panggung sempurna latih jiwa menghamba)

sekilas, teringat tiap sudutnya
taman dan kolam, meja ping-pong, meja satpamnya,
bangku-bangku kelas, lingkar chapel-nya, seram mimbarnya
rak-rak perpus, ruang komputer, riuh ruang makannya

Bisa-bisa kelak kutulis buku, bukan lagi puisi
tentang segala hal di rumah besar Jl. Arief Margono 18 ini
“Seminary Undercover,” itu judul yang sexy
dengan beragam daftar isi:

tentang paper-papernya yang kuras energi
tentang gemerlap indomie di malam hari
tentang pos-pos SM yang tautkan dua hati
tentang konseling-konseling berujung patah hati
tentang konflik-konflik yang disimpan rapi karena takut sangsi
tentang tugas ke kantor pos dan ke pasarnya, berdua-dua tiap hari
tentang rekan-rekan yang tereliminasi, angkat koper tinggalkan beberapa misteri
tentang bunyi belnya yang tekun hipnotis kami, dikte kami
ke acara apa saja yang wajib kami ikuti
tentang gemerincing garpu sendok piring di ruang makannya,
dengan doa-doa yang kadang mengundang tawa, eh dilarang ketawa kami
tentang dosen yang rapat di kamis sore saat kami pergi
tentang malam kesaksian di perpus 2 jum’at sekali
tentang keringat di jum’at siang, kerja bakti
tentang senam ala kadarnya di senin pagi
tentang latihan paduan suaranya di selasa siang yang jadi paduan kantuk
namun selalu berhasil tampil memikat hati dan menuai puji
tentang gule-rawon-tempe warung ijo di sebelah tiap sabtu pagi
tentang wisuda dan kamp-kamp yang tak pernah sepi
tentang panggung bonekanya yang laris sekali
tentang dosa kolektif HP yang tak terbendung tanda tangan janji pribadi
tentang berbagai barang dan makanan sumbangan
tanpa pernah kenal dan peduli pada si pemberi
tentang pria yang altruis, atau yang berjiwa yahudi
yang kagumi Leon Morris, atau yang bijak bercelana tinggi
tentang pasien usus buntu di tiap generasi
tentang galon, tentang ....ah, masih banyak sekali!

Ah, itu rumah yang kecil untuk keluarga besar
Sesak oleh jadual pelayanan dan tugas-tugas studi
Apalagi masing-masing pemuda-pemudi pilihan Tuhan datang membawa
setumpuk kerapuhan, keunikan, kesombongan dan ambisi
membuat gesekan dan benturan bukan barang langka,
sehingga keretakan atau pecahnya relasi kerap terjadi
jadi ajang latihan tajamkan seni rekonsiliasi
(atau asah skill menutup-nutupi konflik yang natural sekali)
siapkan kami jadi pembawa damai bagi gereja dan dunia
di luar sana yang sarat dengan peperangan dan dengki

Ah, itu tempat cinta diam-diam bersemi
sekaligus saksi bisu tragedi asmara yang kandas, mati
Ia bisa penjara putih, bisa istana teologia
atau bunker sembunyi yang nyaman sekali
tergantung perspektif tiap pribadi

Ah, masih banyak kenangan, kawan,
Tapi ingin kukenang yang ini saja:
Cinta dan Kasih setia Tuhan Yesus kita
Yang terus panggil dan utus penuai-Nya
Dari masta ke masta, dari generasi ke generasi.

Alumna masta 2002
Hari-hari terakhir di Februari ‘06 

Kamis, 30 Agustus 2012

Soekarno Bukan Tuhan; Allah bukan Super Junior

Refleksi:

Tadi pagi seorang teman yang sedang mengumpulkan data untuk sebuah riset berbagi kisah-kisah tentang Soekarno, yang belum pernah kudengar. Kupikir-pikir, kagum juga aku dengan sejarawan yang fasih ungkapkan sisi-sisi pribadi tokoh besar yang jarang diketahui publik, seolah mereka mengenal sang tokoh secara pribadi.
Tiba-tiba teringat pula cerita seorang rekan tentang keponakannya yang sangat mengidolakan boy-band asal Korea, Super Junior, dan selalu up-date informasi terbaru tentang setiap personelnya. Saking gandrungnya, sampai-sampai ia mengubah penampilan rambutnya sesuai gaya rambut yang disukai salah satu personil SuJu. Dan ia bertekad bisa bertatap muka dengan artis idolanya dan memamerkan gaya rambutnya itu saat konser mereka di Indonesia.
Dua ingatan beruntun ini menyentilku malam ini, saat menatap langit-langit kamar karena tak bisa tidur sementara anak istri sudah lelap sedari tadi. Ya, dengan sadar sebetulnya aku sedang memperlakukan Tuhan seperti pahlawan bangsa atau artis idola. Kurang lebih seperti itu. Apa persamaan sejarawan dan penggemar SuJu itu? Ini: pertama, keduanya sama-sama mengagumi, tahu banyak dan bisa bicara banyak tentang sang tokoh atau sang artis, namun tanpa pernah bicara langsung dengan sang tokoh atau sang artis. Kedua, sang tokoh dan sang artis tersebut tidak mengenal mereka!
Mirip seperti itu yang terjadi padaku beberapa waktu lamanya ini: aku banyak membaca tentang Tuhan, banyak menulis berbagai aspek tentang Yesus, dan sangat mengagumi-Nya. Namun terlalu sedikit minatku dan usahaku untuk bicara langsung dengan-Nya dalam doa. Padahal Tuhan bukan pahlawan bangsa yang sudah almarhum, Ia Tuhan yang bangkit, Allah yang hidup yang bisa diajak bicara. Padahal Ia bukan artis idola yang tak mungkin bisa mengingat ratusan ribu fansnya, melainkan Ia adalah Allah yang lebih dulu mengenalku, lebih dulu menganggap penting kehadiran dan peranku (Maz 139:13,16).
Ia bahkan Allah yang ingin berelasi pribadi denganku dan ingin aku mengenalNya secara pribadi. Ia bahkan Pencipta yang berinisiatif tatap muka dan berbincang karib denganku, Allah yang kudus yang tetap menyambutku meski kerap aku tak berdandan dengan kesucian. Pendek kata, Ia bukan tokoh bangsa yang sudah almarhum, bukan pula idola yang jauh. Ia Pribadi yang selalu hadir, sama sekali tak jauh dari diriku, bahkan memperkenalkan diriNya kepadaku sebagai seorang Bapa, sahabat dan kekasih jiwaku.
So, malam ini aku dirundung sesal dan malu. “Ampuni aku Tuhan.” Apalagi mengingat selama ini Ia terus saja setia melindungi dan mencukupkan berkat. “Tolong bangkitkan gairahku mendekat dan bicara banyak denganMU, Tuhan. Entah gimana caranya, jauhkanlah penghalang-penghalang minat dan waktuku untuk berbincang langsung denganMU dalam doa. Amin.
Doaku juga buat kalian, kawan. Kesibukan sehari-harimu bukannya tidak penting di mata-Nya. Semua itupun perkara indah dan kudus di hadapan-Nya. Hanya, kita perlu terus diingatkan, bahwa waktu-waktu yang kita pakai untuk memberi perhatian kepada Allah itu sesungguhnya menentukan puas bahagia kita dalam menjalani tugas-tugas kehidupan. Ayo bicara denganNya, kawan! Mari banyak berdoa! Bapa Sorgawi kita belum dan tidak akan almarhum, dan kita bukanlah penggemar, melainkan anak-anak terkasih dari Allah Tritunggal yang Esa dan Yang Akbar itu!

Yeremia 1:5
"Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa."

Wahyu 3:20
Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.

Tangerang, 30 Agustus 2012, pkl 02.00 WIB,
Insomnia, kucoba banyak bicara dan bertanya kehendak-Nya

Minggu, 19 Agustus 2012

Injil Bagi Yang Tak Bisa Mudik & tak Bisa Beli Baju Baru

Refleksi:

Tadi malam saat takbiran ternyata mall penuh sesak. Dari parkirannyapun sudah nampak. Aku bilang ke istri, “Rupanya yang ga mudik pelampiasannya ke mall.” Bisa ditebak, konter baju banyak diserbu. Tua, muda, besar, kecil, semua memburu pakaian gebyar-diskon. Sementara itu TV terus siarkan berita seputar arus mudik. Diperkirakan 2,5 juta kendaraan roda dua keluar dari Jabodetabek menuju kota asal masing-masing. Belum lagi kendaraan roda empat. Dua fenomena ini, belanja baju baru dan mudik, menggodaku untuk merenung lebih jauh: Apa esensi mudik? Apa esensi pakai baju? Salah satunya ini, kawan:
Secara mendasar, mudik itu “pulang ke rumah.” Dulu kita tinggalkan rumah orang tua kita, untuk kuliah, kerja, merantau ke luar kota, luar pulau bahkan luar negri. Rasa rindu terbangkan angan kita ke kota asal kita, ke rumah bapa-ibu kita. Kenangan-kenangan yang baik dan indah membuat kita ingin kembali ke sana, seakan kita ingin mengulangnya. Itu sebabnya saat liburan kita punya naluri pulang ke sana. Kita merancang waktunya, kita menabung dananya, kita persiapkan segalanya. Bahkan, bagi yang tak kesampaian pulang seumur hidupnya, ada yang minta dikuburkan di sana! Jadi, “rumah” itu mewakili segala hal indah di masa lalu yang dirindukan hati kita. Ia mewakili hasrat kita berjumpa dan dekat kembali dengan asal muasal kita, dengan situasi dan kondisi asali kita. Itulah sebabnya kita mudik, untuk pulang ke “rumah.”
Lalu soal pakaian, mengapa kita merasa perlu pakai baju (dan senang sekali beli baju baru)? Karena malu telanjang? Itu baru sebagian alasan, menurutku. Buktinya, di kamar atau saat sendirian, bahkan saat cuaca panas dan lebih nyaman jika telanjang, tetap saja kita lebih senang pakai baju. Maka motif etika bukan satu-satunya. Yang lebih mendasar adalah: ada naluri bahwa kita belum merasa cukup dengan tubuh kita ini saja. Sebagai gambar Allah, pengemban citra Allah yang telah cemar dosa, kita telah kehilangan kemuliaan. Kita membawa beban perasaan ketidak-utuhan. Kita punya naluri bahwa diri kita diciptakan lebih dari keadaan yang sekarang ini.” Kita butuh ‘sesuatu yang lebih’ dari keberadaan kita saat ini.” Pakaian itu mewakili ‘elemen tambahan’ yang perlu dan rindu kita kenakan agar merasa utuh menjadi manusia.
Dan ternyata ada dasar alkitabnya untuk menduga motif seperti itu. Dalam 2 Korintus 5:1-5 Paulus juga menggunakan gambaran tentang ‘rumah’ dan ‘pakaian.’ Yang menarik, kedua metafora itu mewakili tubuh kita. Ya, tubuh badaniah kita. Sebagai pembuat tenda, Paulus menyebut tubuh jasmaniah kita selama di dunia ini sebagai ‘tenda’ dan memberitakan kabar baik kepada jemaat Korintus yang pada zaman itu masih banyak yang tinggal di rumah tenda (belum mampu punya rumah gedung), bahwa Allah telah menyiapkan “rumah’ buat mereka di sorga (ay 1-2).  Paulus juga menggambarkan tubuh jasmani kita sebagai “pakaian,” dan secara jelas ia menyebut bahwa kita punya keinginan mengenakan pakaian yang baru tanpa menanggalkan yang lama (ay 3-4). Artinya, kita semua tidak ingin berada dalam kondisi ‘tanpa pakaian’ (un-clothed) melainkan punya naluri atau harapan untuk semakin lengkap berpakaian (more fully clothed).
Apa artinya? Pesannya kedua metafora itu sama, yakni Paulus sedang menegaskan bahwa baik di dunia ini maupun di dunia yang akan datang, jemaat akan memiliki tempat tinggal, punya tubuh jasmani, juga bahwa di dunia ini maupun di dunia yang akan datang mereka ‘tidak akan telanjang,’ artinya eksistensi mereka tidak akan berwujud roh tanpa tubuh (disembodied soul), melainkan roh yang mengenakan ‘pakaian.’ Dan kabar baiknya adalah, rumah dan pakaian mereka yang baru itu tidak akan fana lagi, melainkan besifat baka. Kabar baiknya adalah, tubuh jasmani yang sudah disiapkan Allah dan masih tersimpan di sorga itu,  jauh lebih baik dari tubuh jasmani mereka saat ini, karena tidak bisa rusak atau hancur, artinya bersifat kekal.
Ini adalah injil, kabar baik bagi orang yahudi yang merindukan tubuh yang baru, yang sangat menantikan tibanya waktu kebangkitan orang mati di akhir zaman. Ada ‘rumah’ atau ‘pakaian’ yang lebih baik yang sedang Allah simpan di sorga dan kelak akan dikeluarkan Allah dari sana untuk dianugrahkan bagi kita ketika akhir zaman tiba, yakni di kota Allah yang turun dari sorga ke bumi, saat langit dan bumi telah dibaharui dan menyatu kembali, saat Allah akan diam bersama umat-Nya untuk selamaNya (lih Wahyu 21-22). Di situlah terulang lagi ‘rumah masa lalu” kita, teralami lagi kondisi asali kita seperti di taman Eden sebelum dirusak oleh dosa.
Dan injil atau Kabar Baik bukan main-main garansinya: pertama, Roh Kudus. Di ay 5 Paulus mengulang yang dia umumkan di pasal1:22, bahwa Roh Kudus yang dianugerahkanNya pada kita saat ini adalah meterai, jaminan dari dunia baru, dari kehidupan baru, dan dari tubuh baru yang kelak pasti datang itu. Rumah dan pakaian kita saat ini merupakan antisipasi, persiapan kita memperoleh tubuh kebangkitan kita kelak itu. Garansi kedua adalah kebangkitan Yesus sendiri. Dalam 1 Kor 15 Paulus panjang lebar menjelaskan bahwa kebangkitan Yesuspun merupakan buah sulung, sebuah fase pembuka yang pasti berujung pada fase kebangkitan kita. Kedua garansi ini menjamin bahwa rumah dan pakaian kita saat ini adalah bayangan, cicipan atau apalah namanya, yang mewakili ‘sesuatu yang lebih’ itu, yakni ‘rumah’ dan ‘pakaian’ yang kekal yang disiapkan Allah bagi kita itu.  Injil yang luar biasa bukan??!!
Injil ini untuk semua orang, tapi pasti lebih terdengar indah di telinga mereka yang tidak bisa mudik, pasi terasa lebih menghibur hati mereka yang tidak mampu beli baju baru. Alkitab janjikan sebuah ‘rumah’ yang lebih baik, pakaian yang lebih lengkap dan nyaman, yang saat ini masih disimpan-Nya di sorga. Di dalam Kristus, kelak ‘rumah’ dan ‘pakaian’ itu akan menjadi milik mereka. Wartakanlah kabar baik ini, kawan!

1 Kor 15:20-23
Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal. Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus. Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya: Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya.


NB: Jika injil seperti ini tidak terasa sebagai Kabar Baik buat Anda, mungkin karena dua kendala ini, kawan:
1.    Memang tidak mudah membayangkan seperti apa ‘rumah’ atau ‘pakaian’ yang menanti kita di sorga itu. Namun tubuh kebangkitan Yesus dipandang oleh Paulus dan tokoh-tokoh jemaat mula-mula sebagai model atau prototipe tubuh kebangkitan kita kelak. Tubuh kebangkitan Yesus punya kemiripan dengan tubuh-Nya saat sebelum mati (ada lobang di tangan dan lambung yang bisa dijamah Thomas), tapi juga punya perbedaan cukup besar, sampai-sampai para murid tidak mudah segera mengenali-Nya, dan juga bisa menembus dinding ruangan terkunci di mana para murid bersembunyi itu. Maka seperti itulah tubuh kebangkitan kelak, dalam beberapa hal akan mirip dengan tubuh kita yang sekarang, namun sekaligus sangat berbeda dalam banyak hal lainnya. Yang pasti, tubuh alamiah kita dan tubuh rohaniah kita akan sama-sama jasmaniah!
2.    Karena banyak kotbah maupun buku telah membuat banyak orang kristen berpikir setelah mati mereka akan memperoleh hidup kekal yang artinya tinggal bersama Allah selamanya di sorga, dan dalam bentuk roh pula, tanpa tubuh. Padahal, Perjanjian Baru kita lebih menekankan ‘sorga’ itu bukanlah tempat kita pergi setelah mati, melainkan lebih menggaris-bawahinya sebagai tempat di mana Allah menyimpan tubuh kebangkitan kita, tubuh rohaniah kita yang jasmaniah namun bersifat kekal.
PB menyebut setelah mati kita akan ‘bersama Tuhan kita di sorga.” Tinggal di sorga bersama roh orang-orang kudus di hadirat Tuhan kita tentu membahagiakan, tapi roh-roh orang kudus itupun masih merindukan datangnya ‘sesuatu yang lebih’ itu. Mereka belum puas menyembah Allah dalam eksistensi roh tanpa tubuh. Mereka ingin menyembah Allah sebagai pribadi yang utuh, sebagai pribadi yang dibaharui sepenuhnya oleh Allah, yang memiliki baik roh maupun tubuh.
Itulah sebabnya, mengapa keberadaan kita yang sementara di sorga itu (yang oleh para teolog disebut intermediate state itu), bukanlah fokus utama Perjanjian Baru kita. Hanya sedikit sekali ayat yang menyinggung tentang kondisi intermediate state ini. Mengapa Alkitab sunyi senyap tentang kondisi kita di sorga ini? Ya karena memang pengharapan kristen bukanlah sekedar roh kita pergi ke sorga dan bahagia di sana, melainkan bahwa roh kita akan dipersatukan lagi dengan tubuh kebangkitan kita
Dan setelah roh kita bersatu lagi dengan tubuh kita, di mana tempat tinggalnya? Pastinya bukan di sorga, kawan! Sorga hanya cocok untuk makhluk roh saja, seperti para malaikat. (Yang ini akan saya tulis lebih panjang lebar di refleksi berikutnya, dengan judul: Injil Bagi Para Pencinta Alam & Bagi Orang Kristen Duniawi).

Tangerang, Idul Fitri 1433 H, 19 Agustus 2012
SaTe on 2 Kor 5:1-5

Senin, 13 Agustus 2012

Serenity

Sendiri namun tak sendirian,
Terpejam, namun jelas melihat.
Senyap, namun tak lelap,
Diam, namun jelas bercakap!

Rasa sepi yang penuh keindahan,
Rasa haus yang mereguk kepuasan,
Rasa lapar yang berujung kenyang.

Itu seperti pohon yang di tanam di tepian air.
Tegar dan segar, di segala musim kehidupan!

Mari datang, undangan selalu berkumandang.

Mazmur 107:8-9
Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib terhadap anak-anak manusia, sebab dipuaskan-Nya jiwa yang dahaga, dan jiwa yang lapar dikenyangkan-Nya dengan kebaikan.

Yohanes 6:35
Kata Yesus kepada mereka: "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.

Wisma Sarfat, Batu.
Kamis, 31 Mei 2007

Jumat, 10 Agustus 2012

Balapan

Di hari Eden cemar,
sejak itu sesama jadi rival,
hidup jadi lintasan balapan,
tepuk tangan dunia jadi sandaran.

Hikmat bijak ini kita perlu, kawan:
Ambillah waktu melambat, jangan melulu tancap gas.
Kita tak pernah tahu kapan hidup berjumpa tikungan.
Pelihara momen berhenti, istirahatkan bathin dan badan.
Sudah banyak celaka karena lelah turuti ketamakan.

Sebab nilai kemenanganmu bukanlah:
Uangmu
Jabatanmu
Gelarmu
Sehatmu
Popularitasmu
Bukan pula sumber bahagiamu, melainkan:
    Percayakan diri di bawah kepak sayap Tuhanmu
       Fokus yang tertuju pada Juru Selamat di depanmu.

Tanpa Dia kamu pasti lepas arah dan kalah telak.
Suksespun nikmatnya sesaat, berujung sesal terlambat;
ternyata selama ini berpacu di lintasan yang salah,
dan mengejar mahkota juara yang salah!

Yeremia 12:5
"Jika engkau telah berlari dengan orang berjalan kaki, dan engkau telah dilelahkan, bagaimanakah engkau hendak berpacu melawan kuda? Dan jika di negeri yang damai engkau tidak merasa tenteram, apakah yang akan engkau perbuat di hutan belukar sungai Yordan?

Yesaya 30:15
Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH, Yang Mahakudus, Allah Israel: "Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu."

Ibrani 12:2
Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.
Wisma Sarfat, 31 Mei 2007
Teringat para pendatang baru:
Lewis Hamilton di F1, Casey Stoner di Motor GP

Mengecap Jejak Berkat

Seperti Yosua seberangi Yordan mendirikan batu,
dalam hening, ambillah momen-momen Yordanmu.
Kumpulkan dan dirikan batu-batu peringatanmu.
Dalam senyap, akui kuat tangan DIA yang menopangmu;
    membelah dalamnya beragam Teberaumu,
    sibakkan derasnya berbagai Yordanmu.
Dalam hormat dan syukur, kenang dan kecaplah pertolongan-Nya;
di sepanjang padang gurun studimu,
di riuh-reda badai rumah tanggamu,
di kerikil-kerikil tajam pekerjaanmu,
di pahit getir komitmen pelayananmu.
Lalu dalam diam, bersoraklah;
Pujalah Gembala Agungmu,
pujilah Juru Selamatmu,
Agungkan El Shadday-mu!

Yosua 4:20-24
Kedua belas batu yang diambil dari sungai Yordan itu ditegakkan oleh Yosua di Gilgal. Dan berkatalah ia kepada orang Israel, demikian: "Apabila di kemudian hari anak-anakmu bertanya kepada ayahnya: Apakah arti batu-batu ini? maka haruslah kamu beritahukan kepada anak-anakmu, begini: Israel telah menyeberangi sungai Yordan ini di tanah yang kering! -- sebab TUHAN, Allahmu, telah mengeringkan di depan kamu air sungai Yordan, sampai kamu dapat menyeberang seperti yang telah dilakukan TUHAN, Allahmu, dengan Laut Teberau, yang telah dikeringkan-Nya di depan kita, sampai kita dapat menyeberang, supaya semua bangsa di bumi tahu, bahwa kuat tangan TUHAN, dan supaya mereka selalu takut kepada TUHAN, Allahmu."

Wisma Sarfat, Junggo – Batu
Kamis, 31 Mei 2007

Kamis, 09 Agustus 2012

Sajak Remaja 2

Remaja

Kusuka kejujuran mereka:
ceria dan murungnya kentara,
minat dan enggannya mudah dibaca,
kagum dan bencinya sangat terasa

Remaja

Kusuka kejujuran mereka:
mereka tak pandai pura-pura,
topeng mereka sebening kaca
Tak heran kenakalannya jadi rahasia umum
Di seluruh dunia

Remaja

Mereka itu pepaya mengkal
Yang siap diiris, disayat
Dipotong, dihias, jadi apa saja

Remaja

Hidup ini kuabdikan
Untuk mereka


SAAT, Januari 2006