Rekan Sepanggilan, Menulislah!

Pengunjung yang terhormat, para saksi Kristus & para pelayan Tuhan, ini adalah blog mutiara DOA, SAAT TEDUH dan MEDITASI Kristen (kecuali sisipan-sisipan khususnya). Sebuah Kedai Doa, Warung SaTe, atau Kantin Yoga, terserah Anda menyebutnya. Kalo saya, ini Cafe Shalom:-) Lebih dari itu, blog ini adalah ajakan untuk menulis. Tulislah apa saja, selembar sehari, di diary atau jurnal pribadi. Don't worry, bahan-bahannya akan Tuhan kirim tiap hari, lewat berbagai macam situasi, Anda hanya tinggal mencatatnya dengan setia & sepenuh hati. Apapun genre-nya, semua bentuk tulisan itu bagus. Semua memastikan agar kita tak mudah lupa berkat dan pesan-Nya untuk jangka waktu sangat lama. Dan sudah barang tentu, tulisan Anda bisa jadi berkat buat sesama, asupan sehat bagi keluarga besar gereja-Nya. Selamat mencoba. Mulailah hari ini!

Selasa, 30 Juli 2013

Ilustrasi Kotbah

Di Jakarta kalau salah ambil belokan bisa celaka, karena bisa-bisa kita salah arah dan sulit kembali ke posisi semula. Demikian pula kotbah dengan ilustrasi yang kebablasan dan ngelantur, akan bikin si pengkotbah dan jemaat susah payah kembali ke poin utama, bahkan bisa tersesat atau kehilangan tujuan beritanya.

Karena ilustrasi itu seperti manuver kejutan yang indah dalam olah raga surfing, membuat mata dan telinga lebih terbuka menyimak dan menerima. Tapi ia bisa membuat pengkotbah terpelanting dan jatuh, ketika bias ke sana sini.
Itu adalah suara alto, tenor atau bass dalam paduan suara, mempercantik sebuah kantata, sebuah bonus keindahan bagi telinga. Tapi ia bisa jadi noise, kebisingan yang mengganggu dan menumpulkan ketajaman pesan kita.


Palopo, 30 Juli 2013

Seimbangnya Kotbah

I want my sermons to be
educational as well as devotional.
I try to fill people’s mind with facts
as well as bringing them to know God personally.

I know I can grow to achieve such sermons
if only I myself live in the spirit of knowledge
as well as of devotion for the LORD.


Palopo, 15 Maret 2013


Senin, 29 Juli 2013

Jangan Pinjam Nama

Pengkotbah hari ini ajak kami baca teks penyaliban Yesus, tulisan Markus. Lalu menjejalkan banyak pelajaran pada pendengar. Semua pelajaran baik-baik tentunya. Masalahnya, ia tak menguraikan apa yang Markus maksudkan melalui bagian teks itu.

Rekan Pengkotbah, tugas kita adalah menjelaskan dulu apa yang dimaksud, yang ditekankan penulis aslinya, baru – kalau tak tahan- bolehlah kita tambahkan dengan pelajaran-pelajaran kita. Jika tidak demikian, kita bisa seperti penulis baru yang suka pinjam nama penulis atau kolumnis terkenal agar pikiran-pikirannya lebih diterima.


Palopo, Ahad 24 Maret 2013

Minggu, 28 Juli 2013

Seni Mendaki

Pengkotbah hari ini bagus pesan-pesannya. Beliau juga menguraikan informasi latar belakang teks Alkitabnya. Hanya, ia telah menyampaikannya sejak awal kotbahnya, dan terus menebarkannya di sana sini sepanjang kotbahnya, sehingga efek emosi yang ditimbulkannya adalah: naik turun. Terasa agak melelahkan, agak datar, agak membosankan, bahkan suasana yang terbangun cenderung antiklimaks, hambar di ujung perjalanan, karena minus suasana penemuan atau pencapaian, pun minus suasana perayaan.

Fellow preachers, mari bangun ritme seperti pendakian, baik saat paparkan info latar-belakang historis maupun dalam menggiring poin-poin teks kotbah kita, agar semuanya mengarah ke puncak bersama-sama, yakni mencapai pesan utama, mencapai klimaks prinsip kebenarannya. Kemudian dengan tenang kita ajak jemaat turun kembali, melalui ilustrasi maupun contoh aplikasi praktis yang membumi, sebagai bunga-bunga edelweijs indah untuk jemaat bawa pulang.


Palopo, 4 Mei 2013

Sabtu, 27 Juli 2013

Kotbah dan Persiapannya

Mau tahu perbedaan kotbah dan persiapan kotbah yang seadanya dengan yang sungguh-sungguh?

Kalau persiapan dan kotbah seadanya itu kamu sedikit persiapkan, tidak kamu gali dalam-dalam. Tapi karena beritanya penting, kamu mencoba menegaskannya dengan melebar-lebarkan isinya dan menunda-nunda mengakhirinya, berharap atau mengira itu jadi makin jelas dan dalam. Tapi, tetaplah terasa dangkal dan mengembara pesannya!

Sedangkan persiapan kotbah yang sungguh-sungguh itu kamu sediakan cukup waktu untuk mengumpulkan bahan-bahan, menggali dalam-dalam isinya, dan dapat banyak mutiara pesannya. Lalu kamu mencermatinya dengan teliti, dengan kritis untuk memilah-milahnya, lalu mulai asyik memilih, menyeleksi kalimat atau paragrafnya, karena kamu bertekat hanya menyajikan hal-hal yang paling penting dan paling relevan saja, dalam waktu sesingkatnya. Kemudian kamu fokus menata alurnya seruntut mungkin, memoles kalimat-kalimatnya sejelas mungkin supaya setiap kata selalu bermakna dan mengarah pada tujuan tema. Hasilnya? Sebuah kotbah yang singkat, padat, mendarat, dan insyaallah sungguh-sungguh jadi berkat buat jemaat !

Solo, usai pimpin KU I dan KU II

Minggu, 18 Juni 2006

Kamis, 25 Juli 2013

Etalase Hati Pengkotbah

Pengkotbah, pajanglah hatimu di meja yang rendah,
supaya tidak mudah pecah
apabila orang menyenggol dan menjatuhkannya.

Dan hadiah kejutannya adalah :
Kebanyakan orang akan rela membungkuk
untuk melihat dari dekat keindahannya.



Boyolali, 23 Juli ‘06

Pak Irwan Pranoto tadi menyindir kualitas kotbahku dengan pake guyonan Stepani (Si Ntep yg pernah undang aku kotbah) tentang jemaatnya di Magelang yang ga mudheng kotbahku. Terasa sakit, karena kritik ini hadir di tengah rasa nyaman menikmati pujian yang makin sering dilontarkan jemaat dan majelis di tempat praktekku minggu-minggu terakhir ini. Rupanya pujian-pujian itu bikin hatiku diam-diam melambung tinggi, hingga terasa sakit dijatuhkan oleh satu sindiran canda pada hari ini.

Rabu, 24 Juli 2013

Kotbah dan Bangga

Kotbahmu disuka? Jangan dulu bangga!
Karena rumit peta politik gereja:
tiap kubu, tiap tokohnya, memang ahli menarik aplikasinya;
legitimasi, dukungan Allah bagi posisi and ambisinya
Berkat bagi dirinya, kutuk bagi lawannya.

Kotbahmu memang bagus, mengena;
Motifmu memang tulus, netral saja,
isinyapun jujur, menegur semua.
Tapi perang di gereja itulah kendalanya.
Karena tiap kubu tahbiskan pengkotbah,
jadi moncong senjata, corong propaganda mereka.
Awetlah rasa diri benar alias keras kepala,
Ya, tetap disitu saja posisi mereka.

Maka jangan dulu bangga, kalau kotbahmu disuka !


Solo, 26 Mei 2006

Selasa, 23 Juli 2013

Kotbah dan Jemaat (2)

Tak peduli betapa keras kepala mereka
Tak peduli betapa keras hati mereka
Tak peduli betapa rutin dan mati suasananya
Tak peduli betapa dingin dan kaku atmosfirnya
Tetaplah kabarkan Firman dengan hati menyala

Tetaplah percaya
Bahwa Firman Tuhan itu hidup
Bahwa Firman Tuhan itu sanggup.
Tetaplah setia
Bahwa tugasmu hanya menabur benih
Percayakan dan andalkan pertumbuhannya pada DIA
Bukan pada dirimu sendiri.

Minggu, 24 Pebruari ‘08

Empati terhadap pendeta yang kotbah di GKI Bromo tadi pagi

Senin, 22 Juli 2013

Kotbah dan Jemaat (1)

Bacaan dan uraian jelas,
Pesan sebening kaca … tapi, cuma sampai di kepala.
Hatiku tak tersentuh, walau ingin disentuh.
Karena kepalaku tak sungguh mengunyahnya,
Hatiku setengah-setengah menelannya
Akal budi enggan mencernanya
Akibatnya, pesan-pesan sorga itu sekadar informasi lewat saja.
Tak ada pencerahan, karena merasa beritanya untuk orang-orang di luar sana,
Ya, bukan untukku, melainkan untuk mereka smua..
Maafkan aku, pak pendeta,
Ampuni aku Bapa di Sorga.


Solo, 28 Mei 2006

Minggu, 21 Juli 2013

Hamba Tuhan, Jalan Pagilah!

Setidaknya ada 3 manfaat ketika HT Jalan Pagi:

1.    Tentu saja pertama-tama demi kesehatan mereka sendiri. Gembala Sidang saya memberi nasehat: “Kita HT harus siap ditraktor maupun ditraktir.”  Bukan rahasia lagi, anugrah umum dari Allah untuk para HT adalah traktiran majelis atau jemaat. Apalagi tugas-tugas rohaniwan relatif lebih banyak kuras hati dan emosi (lebih sedikit kuras tenaga). Maka wajar berat badan mudah naik. Bagi yang secara genetis sulit gemukpun wajib hati-hati, karena tingginya kolesterol, gula atau tekanan darah siap jadi sahabat karibJ. Jalan pagi, keringat yang keluar, itu sehatkan sistem metabolisme serta segarkan fungsi organ-organ penting. Apalagi ditambah sit-up, akan minimalkan potensi perut membuncit :-).

2.    Latihan menjadi pribadi yang missional. Ciri insan missional adalah bergaul luas, lintas batas (etnis, agama, aliran politik, dll). Jalan pagi sediakan banyak kesempatan berjumpa orang dari berbagai kalangan dan beragam latar belakang, dalam suasana yang lebih bersahabat. Baku senyum dan baku sapa sesama pejalan pagi biasa terjadi (bahkan kalau searah bisa bincang-bincang sedikit dan kalau sama-sama istirahat di sisi lapangan bisa bincang banyak). Mengapa? Salah satunya karena di pagi hari itu semua orang tidak pakai seragam masing-masing, tidak membawa status atau kepentingan masing-masing. (beda dengan saat jumpa di jam kerja, saat orang sudah pakai seragam; seragam agama, profesi, partai, status sosial, status ekonomi, dll). Yang ada hanyalah perjumpaan antar pribadi, sesama anak bangsa, sesama manusia. Ada semacam rasa hormat (merasa seperjuangan) pada orang2 yang sama2 menjaga kesehatan, sesama pejalan pagi. Itu pintu yang cukup lebar untuk memulai persahabatan yang missional, yang menjangkau jiwa bagi Tuhan. Jadi, tanpa perlu diniatkanpun, perkenalan dan keakraban saat jalan pagi itu akan membuka ruang kesempatan untuk bersaksi secara natural dan wajar. Dengan demikian HT berhak mengutus  jemaat bermisi di tengah masyarakat yang plural, untuk menjadi berkat dan bersaksi di tengah realitas majemuk bangsa kita ini.

3.    Kesempatan bersyafaat bagi jemaat. Sepanjang jalan kita bisa desahkan nama-nama jemaat, mendoakan keluarga-keluarga secara umum, atau mendoakan yang punya pergumulan khusus tertentu. Tiap kali lewat rumah atau tempat usaha (toko, warung, bengkel) milik jemaat, kita bisa henti sejenak, mohonkan Allah berkati keluarga itu hari ini: “kesehatan untuk beraktivitas hari ini, rejeki yang baik bagi usaha pekerjaan hari ini, relasi-relasi yang makin sehat dalam rumah tangganya, dijauhkan dari orang-orang yang berniat jahat, kesaksian hidup mereka sehari-hari, serta kerinduan yang meningkat untuk beribadah, melayani dan bermisi, dll, dll.”

Hasilnya efektifkah? Ada dampakkah? Berat badan HT berkurang? Jumlah jemaat dan iman jemaat bertambah? Ya, soal itu bagian Tuhanlah. Orientasi kita pada proses saja, proses-proses yang baik, yang positif, yang sehat. Itu saja bagian seorang HT.

Palopo, 26 Juli 2013
Bersyukur melayani di kota kecil ini.
Pagi ini nekat ditemani hujan rintik., karna seminggu ini kerap hujan saat subuh dan sore hari

Jumat, 12 Juli 2013

Mandela Legacy

       Nelson Mandela nama populernya. Setelah berbulan TV dan koran memberitakan kondisi kritisnya di RS, subuh tadi pemimpin Afrika Selatan 3 dekade ini akhirnya berpulang jua (94th). Sudah pasti negara Afrika Selatan bersedih, walau seluruh rakyatnya sudah mempersiapkan hati untuk kehilangan sosok yang mereka anggap pahlawan ini. Barak Obama, menyebutnya sebagai pahlawan dunia. Warisannya tidak akan dilupakan dunia. Apa yang diwariskan bapak ini? Salah satunya adalah: teladan pengampunan. Berkat teladan pengampunan bapak ini, dunia modern kita hari ini punya alasan dan punya bukti untuk percaya betapa dahsyatnya kekuatan pengampunan itu.
Ijinkan saya merangkum kisah hidupnya. Beliau lahir dan besar di saat negaranya diperintah oleh kaum minoritas kulit putih. Rezim kulit putih ini menerapkan politik apartheid, yakni kebijakan politik yang menindas hak-hak asasi warga kulit hitam yang jumlahnya mayoritas itu. Polisi atau warga kulit putih bisa seenaknya menganiaya, menyiksa bahkan membunuh warga kulit hitam. Mandela muda giat memperjuangkan persamaan hak bagi warga kulit hitam. Akibatnya, beliau kerap dijebloskan dalam penjara dan menjalani kerja paksa di sana, total selama 27th!
Th 94 angin politik berubah. PBB berhasil menekan pemerintah kulit putih di Afrika Selatan untuk menegakkan HAM dan memulihkan hak-hak warga kulit hitam. Mandelapun akhirnya bebas, dan segera didaulat oleh rakyat sebagai pemimpin politik mereka. Situasi politik Afrika Selatan saat itu memanas, warga kulit hitam yang puluhan tahun ditindas dengan kejam itu sudah siap melampiaskan balas dendam terhadap warga kulit putih, bahkan aksi penjarahan sudah mulai terjadi. Apa yang dilakukan bapak ini?
Mandela justru mengajak Presiden FW De Klerk yang memenjarakannya selama 27th itu untuk bersama meredakan situasi bangsa yang di ambang kerusuhan. Maka dua pemimpin ini, dengan disaksikan seluruh rakyat dan dunia, menanda-tangani perjanjian damai.  Mandela menghimbau presiden kulit putih itu mengadakan Pemilu secara demokratis, dan Mandela menjanjikan perlindungan terhadap warga kulit putih yang kini tidak sekuat dulu posisinya. Di depan rakyat, Mandela menyatakan bahwa ia mengampuni orang yang memenjarakannya selama 27th itu, dan kepada rakyat kulit hitam ia menyerukan untuk mengampuni seluruh warga kulit putih yang menindas mereka di masa lalu.
Tentu ini bukan hal yang mudah, banyak yang menolak bahkan jadi membenci Mandela karena mengampuni warga kulit putih, namun akhirnya Mandela berhasil meyakinkan rakyat kulit hitam untuk  mengawali era kebebasan mereka bukan dengan aksi balas dendam, melainkan dengan pengampunan. Pesan yang diserukan Mandela kepada rakyat kulit hitam, dan juga kepada dunia, adalah bahwa pengampunan, forgiveness, itu jauh lebih luhur dan lebih kuat dari kebencian dan balas dendam.
Singkat cerita, setahun kemudian Mandela terpilih sebagai presiden kulit hitam pertama negara itu. Dunia juga menganugerahi Mandela dengan hadiah Nobel Perdamaian, karena menghindarkan negaranya dari pertumpahan darah. Hari ini Afrika Selatan menjadi bangsa yang maju, warga kulit hitam dan putih hidup rukun dan damai. Dunia terinspirasi, dunia kembali percaya, bahwa pengampunan itu besar kekuatannya, dahsyat  dampak positifnya.
Salah satu kalimat yang menyentuh hati rakyat kulit hitam sehingga mereka mau mengampuni adalah ucapan Mandela yang satu ini: “Saat saya melangkah keluar melalui pintu penjara menuju kebebasan saya, saya tahu bahwa jika saya tidak meninggalkan semua kemarahan, kebencian dan kepahitan itu di penjara ini, maka sama saja saya masih tetap dalam penjara!” Mandela mengingatkan warga kulit hitam, bahwa jika mereka memulai era baru, era kebebasan mereka itu dengan balas dendam, maka hati-jiwa mereka tidak akan benar-benar merasa bebas, melainkan akan terus terpenjara, tidak akan mengalami bahagia.
Kalimat Mandela di atas sesungguhnya bukan produk gagasan abad ini. 2000-an tahun lalu Tuhan Yesus sudah menyerukan kebenaran yang sama. Dalam perumpamaan di Matius 18:21-35 kita membaca seorang hamba yang jahat yang diampuni Raja namun batal bebas alias kembali masuk penjara karena sikapnya yang tidak mau mengampuni temannya yang berhutang sedikit kepadanya. Inti pesan Yesus di situ bukanlah bahwa kita itu harus menelan semua kekecewaan dan kemarahan kita, lalu mengampuni dan melupakan seolah-olah tidak terjadi apa-apa sama sekali.
Pesan perumpamaan Yesus itu adalah : bahwa kita tidak boleh berhenti menjadikan pengampunan dan rekonsiliasi itu sebagai sasaran kita tiap kali terjadi konflik. Jika pertengkaran atau konflik harus terjadi, kita harus menghadapinya dengan semangat pengampunan, bukan balas dendam.
Ayat terakhir dalam perumpamaan itu amat penting digaris-bawahi:(ay 35) “Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu (maksudnya tidak mengampuni), apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu." Allah tidak akan mengampuni?? Tunggu dulu, ...Allah di sorga tidak akan mengampuni?? Benarkah??? Betulkah Sang Maha Pengampun itu tidak bisa mengampuni manusia yang tidak mengampuni sesamanya? Saya yakin jawabannya: Ia bisa! Ia Allah, pasti bisa. Tapi sikap tidak pengampun itulah yang membuat seseorang tidak mampu menerima pengampunan Allah. 
Ilustrasinya seperti ini: Pengampunan itu seperti udara dalam paru-paru kita. Kita hanya akan bisa menghirup udara yang baru jika kita terlebih dulu menghembus kan/ mengeluarkan udara itu keluar dari paru-paru kita. Kalau kita bersikeras tidak mau menghembuskan udara yang memenuhi paru-paru kita, yakni bersikeras tidak mau memberikan pengampunan, maka kita juga tak akan bisa menghirup udara yang baru/ pengampunan yang baru yang kita butuhkan. Secara rohani (dan mental), kita bisa mati lemas, kawan(Seorang konselor menggambarkan: orang yang tidak mau mengampuni itu seperti orang yang minum racun tapi mengharapkan orang lain yang mati).
Begitu jelas, begitu keras. Tapi ini pelajaran yang sulit, kawan. Sulit diterima akal, sulit terlebih sulit lagi dilakukan, baik buat orang yahudi jaman Yesus, sulit juga buat kita hari ini. Waktu itu Yesus hidup di tengah masyarakat yang menghargai balas dendam sebagai tanggung jawab moral dan menganggap pemberian maaf sebagai tanda kelemahan. Perumpamaan yang diceritakan Yesus itu pasti mengagetkan banyak orang. Hari inipun kita hidup di tengah dunia, di tengah masyarakat yang fasih bahasa kebencian dan balas dendam (kemarin saya baca di Kompas.com, ada berita tentang seorang pemuda di Inggris yang mati ditikam 17x setelah menggoda gadis arab).
Maka, ingin kuingatkan, kawan, bahwa panggilan kita adalah menjadi seperti Yesus bagi Israel, yakni mewartakan pengampunan Allah kepada generasi kita hari ini, khususnya pengampunan yang dianugrahkan-Nya melalui Yesus, Mesias yang tersalib itu. Seiring panggilan tersebut, kita juga dipanggil untuk memancarkan citra Allah sejati, yakni bertumbuh sebagai pribadi yang limpah memberi maaf. Tentu saja, sama seperti yang dialami Yesus, panggilan ganda ini beresiko menuai penilaian orang banyak atau pihak-pihak tertentu bahwa kita lemah, bahwa kita menghina keadilan Allah.
Kisah nyata berikut inipun buah dari teladan Nelson Mandela. Sebelum membacanya, ini ajakan saya: dibanding memuji-muji Mandela, lebih mendesak adalah menghidupi warisannya, yakni doakan, peragakan dan perjuangkan pengampunan di konflik apapun yang kita jumpa, di konflik antar individu terlebih level komunal, bahkan nasional bangsa kita! Setuju, kawan?? Yang setuju silahkan lanjut baca kisah nyata ini...

Seorang wanita tua berkulit hitam sedang berdiri di suatu ruang pengadilan di Afrika Selatan. Umurnya kira-kira 70, di wajahnya tergores penderitaan yang dialaminya bertahun-tahun. Di depannya, di kursi terdakwa, duduk Mr. Van der Broek, orang yang terbukti membunuh anak laki-laki dan suami wanita itu. Beberapa tahun yang lalu laki-laki itu datang ke rumah wanita itu. Ia mengambil anaknya, menembaknya dan membakar tubuhnya. Beberapa tahun kemudian, ia kembali lagi. Ia mengambil suaminya. Dua tahun wanita itu tidak tahu apa yang terjadi dengan suaminya. Kemudian, van der Broek kembali lagi dan mengajak wanita itu ke suatu tempat di tepi sungai. Ia melihat suaminya diikat dan disiksa. Mereka memaksa suaminya berdiri di tumpukan kayu kering dan menyiramnya dengan bensin. Kata-kata terakhir yang didengarnya ketika ia disiram bensin adalah, “Bapa, ampunilah mereka.”
Mr. Van den Broek akhirnya ditangkap dan diadili. Ia dinyatakan bersalah, dan sekarang adalah saatnya untuk menentukan hukumannya. Hakim bertanya, “Jadi, apa yang Ibu inginkan? Apa yang harus dilakukan pengadilan terhadap orang ini yang secara brutal telah menghabisi keluarga Ibu?”
Wanita itu menjawab, “Saya menginginkan tiga hal. Pertama, saya ingin dibawa ke tempat suami saya dibunuh dan saya akan mengumpulkan abunya untuk menguburkannya secara layak.” Lalu ia melanjutkan: “Suami dan anak saya adalah satu-satunya keluarga saya. Oleh karena itu permintaan saya kedua adalah, saya ingin Mr. Van den Broek menjadi anak saya. Saya ingin dia datang dua kali sebulan ke ghetto (perumahan orang kulit hitam) dan melewatkan waktu sehari bersama saya hingga saya dapat mencurahkan padanya kasih yang masih ada dalam diri saya.”
“Dan, akhirnya,” ia berkata, “ yang ketiga, saya ingin Mr. Van den Broek tahu bahwa saya memberikan maaf bagi dia karena Yesus Kristus mati untuk mengampuni. Begitu juga dengan permintaan terakhir suami saya. Oleh karena itu, bolehkah saya dibantu berjalan ke depan hingga saya dapat memeluk Mr. Van den Broek dan menunjukkan padanya bahwa dia benar-benar telah saya maafkan.”
Ketika petugas pengadilan membawa wanita tua itu ke depan, Mr. Van den Broek sangat terharu dengan apa yang didengarnya, sampai-sampai ia pingsan. Sejenak kemudian, mereka yang berada di gedung pengadilan – teman, keluarga, dan tetangga – korban penindasan dan ketidakadilan serupa – berdiri dan bernyanyi "Amazing grace, how sweet the sound that saved a wretch like me. I once was lost, but now I'm found. 'Twas blind, but now I see.“

Matius 18:21-22
Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.

Matius 6:14-15
Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu."


Palopo, 12 Juli 2013