Rekan Sepanggilan, Menulislah!

Pengunjung yang terhormat, para saksi Kristus & para pelayan Tuhan, ini adalah blog mutiara DOA, SAAT TEDUH dan MEDITASI Kristen (kecuali sisipan-sisipan khususnya). Sebuah Kedai Doa, Warung SaTe, atau Kantin Yoga, terserah Anda menyebutnya. Kalo saya, ini Cafe Shalom:-) Lebih dari itu, blog ini adalah ajakan untuk menulis. Tulislah apa saja, selembar sehari, di diary atau jurnal pribadi. Don't worry, bahan-bahannya akan Tuhan kirim tiap hari, lewat berbagai macam situasi, Anda hanya tinggal mencatatnya dengan setia & sepenuh hati. Apapun genre-nya, semua bentuk tulisan itu bagus. Semua memastikan agar kita tak mudah lupa berkat dan pesan-Nya untuk jangka waktu sangat lama. Dan sudah barang tentu, tulisan Anda bisa jadi berkat buat sesama, asupan sehat bagi keluarga besar gereja-Nya. Selamat mencoba. Mulailah hari ini!

Rabu, 25 September 2013

Injil Bagi Para Pemodal Kecil

Gideon mau berangkat bersama berpuluh ribuan,
Tuhan ijinkan ia maju hanya bersama ratusan.
Hasilnya? Gideon menuai kemenangan besar!
Wow, pelajaran ini haram untuk dilewatkan, kawan!

Merasa kurang pengalaman saat terima penugasan?
Kesehatan terasa labil saat awali kepanitiaan?
Modal minim saat bisnis mulai menggarap peluang?
Miskin dukungan kala sebuah visi siap dikerjakan?

Ya, itu semua batu besar, bebani langkah awal.
Kemampuan tak proporsional dibanding tantangan.
Aku paham bila hati jadi gamang, penuh gentar.
Tapi jangan surut tekad, mundur itu pantangan.

Mengapa harus demikian? Ada banyak alasan, kawan:
Karena kalkulasi obyektif kita tetaplah penuh keterbatasan;
Karena hikmat kita tak sempurna, ciri-khas makhluk ciptaan;
Karena yang tak realistis itu justru kerap jadi prosedur Tuhan,
tiap kali realitas sorgawi dibumikan, diwujud-nyatakan.

So? Awal sedikit atau banyak itu bukan soal, kawan.
Bahkan sesungguhnya modal besar itupun beresiko besar:
mudah pongahkan hati, Si Aku mudah menuntut dibanggakan.

Maka, trust me, terus majulah, kawan, bersama-Nya.
Niscaya karyamu berbuah puas dan syukur yang maksimal,
dan peran Tuhan ‘kan nampak gamblang, terang benderang,
tak beri peluang untuk kita mencuri kemuliaan.

Hakim-Hakim 7:2
Berfirmanlah TUHAN kepada Gideon: "Terlalu banyak rakyat yang bersama-sama dengan engkau itu dari pada yang Kuhendaki untuk menyerahkan orang Midian ke dalam tangan mereka, jangan-jangan orang Israel memegah-megahkan diri terhadap Aku, sambil berkata: Tanganku sendirilah yang menyelamatkan aku.

Makassar, 24 Sept 13

Flash insight saat Doa Pagi ini; teringat pula sharing 2 majelisku yg memulai bisnis bermodal keberanian dan kepasrahan

Selasa, 24 September 2013

Tentang Mengutip

Pengkotbah di ibadah kedukaan malam ini bisa dibilang “berondongkan” kutipan. Bicara 28 menit, 8 penulis + 8 buku beliau sebut. Kalau bagian penutupnya yang berupa puisi, yang disebutnya ditulis seorang anak kecil, itu ikut kita hitung, brarti 9 penulis yang beliau kutip, sekali lagi: dalam kotbah 28 menit. Usai ibadah, seorang jemaat mengkritik, sekaligus “puji” saya: “Sombong ya pak Ketua Sinode itu, pamerin dirinya pinter, baca banyak buku. Saya senang, bapak hampir tidak pernah kutip buku.”

Kurespons dengan beritahu ibu ini apa yang sempat kupikirkan terkait rentetan kutipan itu: “Bisa jadi sebaliknya, ibu: Saya yang sombong, Bapak itu yang rendah hati. Kotbah saya bahan-bahannya juga dari banyak buku, tapi selama ini sepertinya saya memberi kesan semua yang saya ucapkan itu murni dari kepala saya sendiri.”  Entah apa yang ada di kepala ibu itu, karena situasi mengharuskan kami hentikan percakapan.

Dear fellow preachers, kurasa kalian setuju, bahwa apapun pilihan kita, entah menyebut penulis dan buku yang kita kutip atau tidak, peluang dikritik jemaat sama besar, dan itu di luar kendali kita. Yang dalam kendali kita ya motivasi kita, jangan sampai kita mengutip atau tidak mengutip dengan tujuan “pamer” si aku dalam diri kita. Karena kita hanya pewarta, penyampai pesan saja. Ambisi utama kita hanyalah agar pesan tersampaikan sejelas-jelasnya dan rasa gentar maupun hormat syukur pendengar terarah pada Allah semaksimalnya. (Tapi 8 buku dalam 28 menit [rata-rata tiap 3 menit], kebanyakan kali, betul ga sih? J )

Makassar, 24 Sept’13

Ibadah penghiburan pejuang iman sekaligus donatur besar, Ketua Sinode dari Jakarta datang melayani.  

Senin, 23 September 2013

Pembohong Berdarah Dingin (?) (!)

Maaf, yang ini negatif dan sensitif sekali. Tapi tetap ingin kushare, karena inipun realitas, fakta nyata dalam dunia pengkotbah. Dugaanku, yang beginian benar-benar extraordinary, tak banyak terjadi (semoga dugaanku benar).
Semobil dengan pengkotbah menuju tempat pelayanan. Si pengkotbah curhat, ada orang-dalam yang sedang merongrong pelayanannya. Sejenak kemudian HP-nya berdering, ternyata anak buahnya, laporkan perkembangan terbaru tentang si perongrong. Lalu kudengar si pengkotbah beri perintah ini, dengan nada geram dan mimik murka, “Laporkan polisi saja, biar habis dia, biar dia tahu sedang berhadapan dengan siapa! Menggu depan saya ke sana. Lihat saja, apa jadinya kalau dia ketemu saya!”
Setelahnya, dalam hitungan menit kami tiba di tempat pelayanan. Agak kaget, tema kotbah hari itu tentang Kelemah-lembutan.  Sangat kaget, karena dalam aplikasi kotbahnya beliau justru “memilih” ilustrasi seperti ini: “Sebagai contoh, saat ini ada orang yang terus-menerus merongrong pelayanan saya, fitnah saya, jahat pada saya, tetap sayanya sih tenang-tenang saja, doakan terus dia. Akibatnya, saya tetap bahagia, damai sejahtera, sementara orang itu pasti tidak bahagia. Jadi ga perlu emosi, ga perlu ladeni, apalagi sampai lapor polisi.” Hampir-hampir aku tak percaya yang kudengar. Wajah si pengkotbah begitu tenang, sangat meyakini yang diucapkan. Kulirik jemaat di kanan-kiriku, wajah mereka begitu “takjub”, begitu dikuatkan, begitu dicerahkan oleh FT dan “keteladanan” si pengkotbah.
Well, my dear preachers, kurasa alam sadar maupun alam bawah sadar kita setuju, bahwa kebohongan terbesar dan terfatal adalah ketika kita tidak terusik sama sekali oleh teguran, perintah pun penghiburan FT yang kita kotbahkan. Seolah ada jarak tegas antara diri kita dan kotbah kita. Kita benar-benar sekedar hanya sebatas mengkotbahkannya! 
Semoga kita terhindar dari kebohongan fatal yang sama. Namun jika benar-benar terjadi, semoga itu benar-benar extraordinary, dan kita bisa segera tobat kembali. Mari extra hati-hati, terutama buat Anda-Anda yang jam terbang kotbahnya sudah tinggi, karena kebohongan extraordinary ini bisa menjadi ordinary!


Malang, medio 2011

Sabtu, 21 September 2013

Bohong Tiba-Tiba

Ada yang menggelitik di kotbah hari ini. Ilustrasi penutup kotbah KU 3 malam ini sedikit beda dibanding ilutrasi sama yang diceritakan si Pengkotbah di KU 1 dan 2 pagi tadi. Pagi tadi disebut kisah nyata tersebut terjadi di Amerika, tapi malam ini disebutnya terjadi di Jakarta. Apakah si pengkotbah lupa, atau salah sebut saja? Kira-kira yang benar terjadi di mana? Mana kutahu, kawan.

Yang kutahu, dari pengalamanku sendiri maupun dari tukar pikiran dengan beberapa kawan, ternyata pengkotbah itu bi(a)sa lakukan kebohongan di mimbar. Tidak mutlak negatif sebenarnya. Itu berangkat dari naluri positif para pengkotbah untuk membuat kisah lama jadi sesegar mungkin di telinga jemaatnya, untuk membawa sebuah ilustrasi kehidupan menjadi sedekat mungkin dengan konteks hidup pendengarnya. Intinya, suatu usaha untuk memastikan berita kotbahnya seaplikatif mungkin, relevan dan mendarat.

Umumnya ini “bohong dadakan”, spontan saja, saat kita sudah di mimbar. Idenya lewat begitu saja. Beberapa varian caranya bisa seperti berikut:

1.    Mendekatkan realitasnya: kita memberi kesan bahwa peristiwa yang kita tuturkan itu kisah nyata, padahal kita tak setahu dan tak seyakin itu sebenarnya.
2.    Mendekatkan Waktunya: Kisah yang kita dapatkan terjadi beberapa abad lampau, tapi kita putuskan memulai ilustrasinya dengan: “Beberapa waktu yang lalu,” “Suatu ketika...” Atau, “Pagi tadi saya baca dari Kompas.com, dst,” (Padahal kita tahu bahwa artikel itu diposting ke Kompas.com setahun yang lalu).
3.    Mendekatkan tempat dan lokasinya: Misal, berkotbah di gereja di Malang, beri ilustrasi seperti ini, “Peristiwa ini terjadi di sebuah kota pendidikan..., saya tidak sebut Malang ya....” Padahal memang bukan di Malang, melainkan di kota pendidikan yang lain, tapi teknik ini justru mujarab membuat jemaat simpulkan TKPnya memang di Malang, sesuai yang pengkotbah harapkan.

Dear preachers, melihat motif atau naluri seperti ini, maka menurutku ini kesalahan yang sangat bisa dimaklumi, ...namun tak bisa dianggap remeh. Jika kita tak berbuat sesuatu terhadapnya, kita bisa menjadi terbiasa, kadar bohong kita dalam kotbah akan meningkat, tahu-tahu kita jadi semacam tukang obat yang halalkan segala cerita, terbiasa menata fakta bahkan memanipulasi peristiwa untuk meyakinkan dan mendulang respons dari pendengar. Tahu-tahu bohong kita yang awalnya berlangsung spontan dan tiba-tiba jadi bohong terencana, bahkan jadi sebuah kebutuhan. Gawat, kawan!

Menurutku, selain perlu lebih “sabar dan tekun” mencari ilustrasi yang sesegar mungkin, salah satu cara penting untuk meminimalkan kesempatan berdusta dalam kotbah adalah dengan berkomitmen untuk berkotbah dengan waktu singkat saja, atau secukupnya saja, alias tidak berpanjang ria. Bagaimana menurut Anda?


Malang, 11 Oktober 2011

Sabtu, 14 September 2013

PSK = Pekerja Spiritual Komersial

Wanita panggilan menggoda, “Pakailah aku...
Bersamaan, dialah yang pakai lelaki hidung belang itu.
Pakailah aku...,” itu untuk kepuasan atau kepentingan diri.
Jadi Wanita Penghibur, mungkin demi keluarga yang miskin.
Melayani syahwat lelaki, mungkin terpaksa, desakan situasi.

Semalam, rasa penasaran ini yang temani:
“Masihkah Hamba Tuhan berdoa, ‘Pakailah aku...’”
Berpindah ladang or lama menetap, selalukah itu yang dirindu?
Masihkah kerjakan visi-Nya genapkan misi-Nya jadi passion-ku

Ini golden question, kawan, Pertanyaan Terutama,
Jalan setapak kembali pada jati diri sejati kita:
bahwa kita semata hamba, alat belaka,
yang berguna hanya jika Tuan Pemilik memakainya.

Berdiam dirilah, kawan, tanyakan itu hari ini.
‘kan kutanya pula diriku tiap-tiap hari,
agar jelas dan makin jelas lagi,
tugas besar tugas kecil, gaji besar gaji kecil,
kita sedang “dipakai” atau “memakai” Tuhan;
agar terjaga kewarasan rohani :
bahwa kita bukan para penghibur,
yang sedang lacurkan panggilan,
demi finansial keluarga tercukupi.
Agar terjaga hasrat di hati, gairah suci:
melayani Kristus, tabur benih sorga di bumi,
bukan melayani liarnya kekuatiran tiada henti,
maupun baragam syahwat aktualisasi diri.

Filipi 2:20-21
Karena tak ada seorang padaku, yang sehati dan sepikir dengan dia dan yang begitu bersungguh-sungguh memperhatikan kepentinganmu; sebab semuanya mencari kepentingannya sendiri, bukan kepentingan Kristus Yesus.

Hotel Seruni 3, Cisarua

Usai Retret Pekerja Sinode gerejaku,
sinode yang diisukan hanya punya satu kelebihan, yakni kelebihan dana :-)

Selasa, 03 September 2013

Perkara Besar Harian

Tugas besar butuh kekudusan besar, kawan.

Apa itu tugas besar?
Itu setiap tugas yang kamu rasa gentar.
Dan apa itu kekudusan besar?
Itu kesadaran diri sebagai pendosa besar
serta tekad dan usaha keras
tak mau jatuh dalam dosa kambuhan.

Inipun tak menjamin suksesnya tugas besar.
Tapi jangan takut...
Itu menjamin perkenan-Nya yang besar,
menjamin kreativitas anugrahNya yang besar:
kemurnian hati,
ketabahan emosi,
kejernihan pikiran,
berbagai kelancaran dan
beragam kejutan jalan keluar!

Kekudusan besar efektifkan tugas besar harianmu, kawan!


Makassar 3 Sept’ 13

Senin, 02 September 2013

Menilai Kotbah?

Kotbah itu bukan untuk dinilai.
Kalaupun secara obyektif ada yang pantas dikomentari:
“Kotbahnya bagus” atau
“Kotbahnya jelek,”
Keduanya adalah untuk ditaati
Bukan (hanya) untuk dikomentari,
Dan bukan untuk dinilai!


Makassar, 1 Sept 2013

Jumat, 23 Agustus 2013

Segala Yang Jasmani itu Rohani !

Tidak ada yang tidak rohani, kawan. Karena jagat raya yang mutlak fisik ini jelas-jelas rancangan Pencipta yang mutlak adalah Roh. Taman Eden pra-dosa itu jelas-jelas tanpa sekat antara sorga-bumi. Pengharapan iman kita tentang kebangkitan itupun adalah tubuh jasmani nan-kekal kala sorga dan bumi menyatu kembali.

Maka, segala masalah yang kamu hadapi, derita mental ataupun fisik yang kamu alami, entah karena tindihan berat masalah pribadi (soal asmara, soal perut, soal gaji, dll), entah karena belitan ruwet liciknya politik organisasi (soal ‘kursi,’ soal pengaruh, dll), itu semua sungguh perkara rohani !

Maka salah bila kamu memandang, mengevaluasi atau merindu solusinya tanpa kaca mata rohani; salah bila kamu tidak meminta hikmat atau ragu mengharap pertolongan dari Pribadi yang rindu segala kebaikan rohani di sorga-Nya itu menginkarnasi, mendarah-daging, hadir mewujud-nyata memenuhi bumi.

Maka kuingin mengajakmu (makin) peluk prinsip ini: kunci rahasia atau langkah awal pengurai simpul pertama segala keruwetan masalah apapun di bumi, adalah introspeksi; apakah posisi hati-sikap-ku saat ini benar-benar pantas mengaku diri berada di pihak Dia yang duduk di tahta sorgawi yang kaki-Nya berjejak di bumi; apakah niat dan ambisiku saat ini serasi dengan nilai-nilai kebenaran dan keadilan Allah yang Maha Suci. Makin pelik persoalan hidup dan pergulatan bathin maupun fisik kita, kawan, itu adalah undangan untuk makin jeli periksa hati dan makin teliti sucikan diri.

Semoga kita makin disiplin gunakan kunci rahasia ini dan makin mahirkan diri lakukan langkah awal ini, karena sudah pasti langkah berikutnya itu bagian Dia, itu keahlian Bapa Sorgawi.

Keluaran 24:9-10
Dan naiklah Musa dengan Harun, Nadab dan Abihu dan tujuh puluh orang dari para tua-tua Israel. Lalu mereka melihat Allah Israel; kaki-Nya berjejak pada sesuatu yang buatannya seperti lantai dari batu nilam dan yang terangnya seperti langit yang cerah.

Matius 6:9-10
Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.

Palopo, 23 Agustus 2013

Situasiku kini, kurang lebih seperti yang digambarkan buku lawas Max Lucado: “Di tengah pusaran Angin Ribut.”



Kamis, 15 Agustus 2013

Keruh yang Menjernih

Doa itu...
berlari sambut pelukan Bapa;
tempelkan telinga di dada-Nya,
rasakan degup kasih-Nya,
tanpa menyela.

Baru sesudah itu....
mencurahkan apa saja,
penuh keaslian, ketahu-dirian;
pengakuan, kepasrahan, pengharapan.

Ini moment basuhi kenajisan, rendam segala kelekatan;
nikmati derasnya arus dangkal sungai kesucian sorgawi;
arung kita larutkan penat, mengecap kelegaan ilahi;
jeram kita hanyutkan keruh, meneguk kejernihan!

Lukas 15:18-20
Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.

Sungai Jodoh, Latuppa, Palopo, 4 Agustus 2013

Having fun with Given & Gwyneth (putra-putri Pdt. Rico Tan)



Rabu, 07 Agustus 2013

Raker Perkantas 1

Kota-kota dan angka-angka
Target-target dan realisasinya
PI-PKK-KK-CPKK
Angka dan nama berbaris di lajurnya
Berderet di tabel data

Itu bukan sekedar data
Tiap nama itu jiwa berharga
Tiap angka itu ada kisahnya
Suka-duka, tawa dan air mata

Itu kisah Allah yang terus bekerja
Menuai siswa-mahasiswa dan alumniNya
Yang dilatihNya dan akan dipakaiNya
Menangkan bangsa mereka bagi Dia

Angka naik angka turun, bangga dan kecewa,
evaluasi itu untuk laporan kita, sarana tanggung-jawab
untuk lembaga dan donatur kita.
Tapi evaluasi Dia beda, karena hasil itu bagian Dia.

Maka satu tahun itu bukan tentang mengejar angka,
melainkan tentang sungguh tak sungguhnya kita;
tentang maksimal tidaknya kita lakukan pekerjaan baik
yang telah Ia siapkan sebelumnya.

Kawan, mari sadari,
bahwa tiap angka itu milik pusaka
yang dipercayakan pada kita,
4-5 tahun saja, tak lama.
Jangan lewatkan kesempatan dengan sia-sia.
Mari beri totalitas kita untuk mereka,
dan terutama untuk DIA!

Pleno 1 Pleno 2 Raker BPC Perkantas Jatim,
YWI-Batu, Desember ‘05

Sidang Klasis 2

Berjuta kata, siapa merangkumnya?
Notulis!
Bertumpuk files hasil keputusannya,
Siapa yang mensosialisasikannya?
Siapa yang ingatkan supaya dibaca?
Siapa bertugas mem-follow-upnya?
Siapa?
Semua akan tersimpan saja di kantor gereja?
Tahun depan ada sidang yang sama,
orang-orang yang sama, dan...
perdebatan yang sama.

Benar leluconnya:
“Hanya keledai yang jatuh 2x di lobang yang sama.”
Kita bukan keledai, maka tak masalah lebih dari 2x
jatuh di lobang yang sama J.
Sungguh benar kesimpulannya:
Hanya topangan dan kasih karunia Allah saja
bila hari ini gereja masih ada!


Selasa, Wisma INRI-Tawangmangu, 6-6-06

Sidang Klasis 1

Rapat itu berat,
rapat itu penat
Materi padat,
jadual ketat,
banyak debat.
Smoga sungguh bermanfaat
bagi jemaat


GKI Sangrah - Solo, 6-6-06

Pijat

Aku diremas,
digếcếk, ditekan.
Diprếkếs, ditekuk,
geli dan kesakitan.
Meringis, mengerang,
mengaduh, mengếdan.
Satu setengah jam.
Klimaksnya?
50 ribu melayang !

2x terjadi, 20 & 26 Okt’ 2005,
saat punggungku kecenthit.
Pelakunya Pak Supra, pemijat langgananku,
tuna netra

Ironi Perayaan Kelahiran

Yesus lahir, kami di pemakaman mama seorang teman.
Di situ pula kabar kudengar, seorang kawan hamil 2 bulan.
Sementara itu, bayiku seharian gelisah dalam gendongan,
lanjutkan tangisnya yang melengking-lengking tadi malam.

Lucu juga ya...
Kelahiran dinantikan, dipersiapkan, dirayakan,
sementara kehidupan siap menghempas-hempaskan,
taburkan gundah dan tangis sepanjang jalan terjal,
hingga sisakan segumpal kesedihan kala dijemput ajal.

Ayub 24:9-10
Ada yang merebut anak piatu dari susu ibunya dan menerima bayi orang miskin sebagai gadai. Dengan telanjang mereka berkeliaran, karena tidak ada pakaian, dan dengan kelaparan mereka memikul berkas-berkas gandum;


Surabaya 25 Des, Natal GKA Gloria 2008

Kotbah dan Gembala

Mimbar itu tinggi,
gembala gagah di atasnya.
Betapa terhormatnya,
betapa besar otoritasnya,
betapa besar tanggung-jawabnya.
Ribuan kata diwartakan dari sana,
seberapa banyak mendarat di hati domba-domba?

Mimbar itu jauh di sana,
gembala anggun di atasnya.
Seberapa kenal ia dengan domba-domba?
Seberapa besar kasihnya untuk domba-domba?
Kelak terungkap juga,
ia gembala upahan
atau gembala sejati
Sang Gembala Agung gereja
yang menilainya.


Selasa, GKI Sangrah-Solo, 6-6-06

Jumat, 02 Agustus 2013

Finishing Well

Seperti tamu yang berulang kali mohon diri namun tak kunjung pergi. Seperti pemberi yang tidak ikhlas, genggamannya enggan melepas hingga baku tarik dengan yang diberi. Seperti pesawat berputar-putar di langit bandara karena roda pendaratan gagal keluar.

Itulah pengkotbah sore ini. Beliau nampak kesulitan atau enggan mengakhiri kotbahnya yang bagus. Volume suara, intonasi dan kecepatan bicaranya berulangkali mencipta suasana penghujung kotbah. Beberapa jemaat, termasuk aku, ulang kali pula refleks menutup alkitab dan hendak tunduk kepala mengantisipasi doa penutup, namun dengan malu kami membuka alkitab kami kembali tiap kali nada suaranya kembali meninggi, lalu kembali memberi ilustrasi, contoh kasus atau kesaksian pribadi, semuanya terdengar sebagai info tambahan, bahkan sebatas pengulangan.

Fellow preachers, siapkan kotbahmu dengan tuntas, dan itu harus termasuk penutup yang tuntas; paragraf atau kalimat terakhir yang benar-benar tandas, entah menantang dengan jelas, entah mengutus dengan tegas. Intinya, sudahi kotbahmu dengan lekas dan ikhlas. Sungguh, tak hanya mengakhiri masa pelayanan yang perlu finishing well, mengakhiri kotbahpun demikian J.


Batam, 9 Januari 2013

Selasa, 30 Juli 2013

Ilustrasi Kotbah

Di Jakarta kalau salah ambil belokan bisa celaka, karena bisa-bisa kita salah arah dan sulit kembali ke posisi semula. Demikian pula kotbah dengan ilustrasi yang kebablasan dan ngelantur, akan bikin si pengkotbah dan jemaat susah payah kembali ke poin utama, bahkan bisa tersesat atau kehilangan tujuan beritanya.

Karena ilustrasi itu seperti manuver kejutan yang indah dalam olah raga surfing, membuat mata dan telinga lebih terbuka menyimak dan menerima. Tapi ia bisa membuat pengkotbah terpelanting dan jatuh, ketika bias ke sana sini.
Itu adalah suara alto, tenor atau bass dalam paduan suara, mempercantik sebuah kantata, sebuah bonus keindahan bagi telinga. Tapi ia bisa jadi noise, kebisingan yang mengganggu dan menumpulkan ketajaman pesan kita.


Palopo, 30 Juli 2013

Seimbangnya Kotbah

I want my sermons to be
educational as well as devotional.
I try to fill people’s mind with facts
as well as bringing them to know God personally.

I know I can grow to achieve such sermons
if only I myself live in the spirit of knowledge
as well as of devotion for the LORD.


Palopo, 15 Maret 2013


Senin, 29 Juli 2013

Jangan Pinjam Nama

Pengkotbah hari ini ajak kami baca teks penyaliban Yesus, tulisan Markus. Lalu menjejalkan banyak pelajaran pada pendengar. Semua pelajaran baik-baik tentunya. Masalahnya, ia tak menguraikan apa yang Markus maksudkan melalui bagian teks itu.

Rekan Pengkotbah, tugas kita adalah menjelaskan dulu apa yang dimaksud, yang ditekankan penulis aslinya, baru – kalau tak tahan- bolehlah kita tambahkan dengan pelajaran-pelajaran kita. Jika tidak demikian, kita bisa seperti penulis baru yang suka pinjam nama penulis atau kolumnis terkenal agar pikiran-pikirannya lebih diterima.


Palopo, Ahad 24 Maret 2013

Minggu, 28 Juli 2013

Seni Mendaki

Pengkotbah hari ini bagus pesan-pesannya. Beliau juga menguraikan informasi latar belakang teks Alkitabnya. Hanya, ia telah menyampaikannya sejak awal kotbahnya, dan terus menebarkannya di sana sini sepanjang kotbahnya, sehingga efek emosi yang ditimbulkannya adalah: naik turun. Terasa agak melelahkan, agak datar, agak membosankan, bahkan suasana yang terbangun cenderung antiklimaks, hambar di ujung perjalanan, karena minus suasana penemuan atau pencapaian, pun minus suasana perayaan.

Fellow preachers, mari bangun ritme seperti pendakian, baik saat paparkan info latar-belakang historis maupun dalam menggiring poin-poin teks kotbah kita, agar semuanya mengarah ke puncak bersama-sama, yakni mencapai pesan utama, mencapai klimaks prinsip kebenarannya. Kemudian dengan tenang kita ajak jemaat turun kembali, melalui ilustrasi maupun contoh aplikasi praktis yang membumi, sebagai bunga-bunga edelweijs indah untuk jemaat bawa pulang.


Palopo, 4 Mei 2013

Sabtu, 27 Juli 2013

Kotbah dan Persiapannya

Mau tahu perbedaan kotbah dan persiapan kotbah yang seadanya dengan yang sungguh-sungguh?

Kalau persiapan dan kotbah seadanya itu kamu sedikit persiapkan, tidak kamu gali dalam-dalam. Tapi karena beritanya penting, kamu mencoba menegaskannya dengan melebar-lebarkan isinya dan menunda-nunda mengakhirinya, berharap atau mengira itu jadi makin jelas dan dalam. Tapi, tetaplah terasa dangkal dan mengembara pesannya!

Sedangkan persiapan kotbah yang sungguh-sungguh itu kamu sediakan cukup waktu untuk mengumpulkan bahan-bahan, menggali dalam-dalam isinya, dan dapat banyak mutiara pesannya. Lalu kamu mencermatinya dengan teliti, dengan kritis untuk memilah-milahnya, lalu mulai asyik memilih, menyeleksi kalimat atau paragrafnya, karena kamu bertekat hanya menyajikan hal-hal yang paling penting dan paling relevan saja, dalam waktu sesingkatnya. Kemudian kamu fokus menata alurnya seruntut mungkin, memoles kalimat-kalimatnya sejelas mungkin supaya setiap kata selalu bermakna dan mengarah pada tujuan tema. Hasilnya? Sebuah kotbah yang singkat, padat, mendarat, dan insyaallah sungguh-sungguh jadi berkat buat jemaat !

Solo, usai pimpin KU I dan KU II

Minggu, 18 Juni 2006

Kamis, 25 Juli 2013

Etalase Hati Pengkotbah

Pengkotbah, pajanglah hatimu di meja yang rendah,
supaya tidak mudah pecah
apabila orang menyenggol dan menjatuhkannya.

Dan hadiah kejutannya adalah :
Kebanyakan orang akan rela membungkuk
untuk melihat dari dekat keindahannya.



Boyolali, 23 Juli ‘06

Pak Irwan Pranoto tadi menyindir kualitas kotbahku dengan pake guyonan Stepani (Si Ntep yg pernah undang aku kotbah) tentang jemaatnya di Magelang yang ga mudheng kotbahku. Terasa sakit, karena kritik ini hadir di tengah rasa nyaman menikmati pujian yang makin sering dilontarkan jemaat dan majelis di tempat praktekku minggu-minggu terakhir ini. Rupanya pujian-pujian itu bikin hatiku diam-diam melambung tinggi, hingga terasa sakit dijatuhkan oleh satu sindiran canda pada hari ini.

Rabu, 24 Juli 2013

Kotbah dan Bangga

Kotbahmu disuka? Jangan dulu bangga!
Karena rumit peta politik gereja:
tiap kubu, tiap tokohnya, memang ahli menarik aplikasinya;
legitimasi, dukungan Allah bagi posisi and ambisinya
Berkat bagi dirinya, kutuk bagi lawannya.

Kotbahmu memang bagus, mengena;
Motifmu memang tulus, netral saja,
isinyapun jujur, menegur semua.
Tapi perang di gereja itulah kendalanya.
Karena tiap kubu tahbiskan pengkotbah,
jadi moncong senjata, corong propaganda mereka.
Awetlah rasa diri benar alias keras kepala,
Ya, tetap disitu saja posisi mereka.

Maka jangan dulu bangga, kalau kotbahmu disuka !


Solo, 26 Mei 2006

Selasa, 23 Juli 2013

Kotbah dan Jemaat (2)

Tak peduli betapa keras kepala mereka
Tak peduli betapa keras hati mereka
Tak peduli betapa rutin dan mati suasananya
Tak peduli betapa dingin dan kaku atmosfirnya
Tetaplah kabarkan Firman dengan hati menyala

Tetaplah percaya
Bahwa Firman Tuhan itu hidup
Bahwa Firman Tuhan itu sanggup.
Tetaplah setia
Bahwa tugasmu hanya menabur benih
Percayakan dan andalkan pertumbuhannya pada DIA
Bukan pada dirimu sendiri.

Minggu, 24 Pebruari ‘08

Empati terhadap pendeta yang kotbah di GKI Bromo tadi pagi

Senin, 22 Juli 2013

Kotbah dan Jemaat (1)

Bacaan dan uraian jelas,
Pesan sebening kaca … tapi, cuma sampai di kepala.
Hatiku tak tersentuh, walau ingin disentuh.
Karena kepalaku tak sungguh mengunyahnya,
Hatiku setengah-setengah menelannya
Akal budi enggan mencernanya
Akibatnya, pesan-pesan sorga itu sekadar informasi lewat saja.
Tak ada pencerahan, karena merasa beritanya untuk orang-orang di luar sana,
Ya, bukan untukku, melainkan untuk mereka smua..
Maafkan aku, pak pendeta,
Ampuni aku Bapa di Sorga.


Solo, 28 Mei 2006

Minggu, 21 Juli 2013

Hamba Tuhan, Jalan Pagilah!

Setidaknya ada 3 manfaat ketika HT Jalan Pagi:

1.    Tentu saja pertama-tama demi kesehatan mereka sendiri. Gembala Sidang saya memberi nasehat: “Kita HT harus siap ditraktor maupun ditraktir.”  Bukan rahasia lagi, anugrah umum dari Allah untuk para HT adalah traktiran majelis atau jemaat. Apalagi tugas-tugas rohaniwan relatif lebih banyak kuras hati dan emosi (lebih sedikit kuras tenaga). Maka wajar berat badan mudah naik. Bagi yang secara genetis sulit gemukpun wajib hati-hati, karena tingginya kolesterol, gula atau tekanan darah siap jadi sahabat karibJ. Jalan pagi, keringat yang keluar, itu sehatkan sistem metabolisme serta segarkan fungsi organ-organ penting. Apalagi ditambah sit-up, akan minimalkan potensi perut membuncit :-).

2.    Latihan menjadi pribadi yang missional. Ciri insan missional adalah bergaul luas, lintas batas (etnis, agama, aliran politik, dll). Jalan pagi sediakan banyak kesempatan berjumpa orang dari berbagai kalangan dan beragam latar belakang, dalam suasana yang lebih bersahabat. Baku senyum dan baku sapa sesama pejalan pagi biasa terjadi (bahkan kalau searah bisa bincang-bincang sedikit dan kalau sama-sama istirahat di sisi lapangan bisa bincang banyak). Mengapa? Salah satunya karena di pagi hari itu semua orang tidak pakai seragam masing-masing, tidak membawa status atau kepentingan masing-masing. (beda dengan saat jumpa di jam kerja, saat orang sudah pakai seragam; seragam agama, profesi, partai, status sosial, status ekonomi, dll). Yang ada hanyalah perjumpaan antar pribadi, sesama anak bangsa, sesama manusia. Ada semacam rasa hormat (merasa seperjuangan) pada orang2 yang sama2 menjaga kesehatan, sesama pejalan pagi. Itu pintu yang cukup lebar untuk memulai persahabatan yang missional, yang menjangkau jiwa bagi Tuhan. Jadi, tanpa perlu diniatkanpun, perkenalan dan keakraban saat jalan pagi itu akan membuka ruang kesempatan untuk bersaksi secara natural dan wajar. Dengan demikian HT berhak mengutus  jemaat bermisi di tengah masyarakat yang plural, untuk menjadi berkat dan bersaksi di tengah realitas majemuk bangsa kita ini.

3.    Kesempatan bersyafaat bagi jemaat. Sepanjang jalan kita bisa desahkan nama-nama jemaat, mendoakan keluarga-keluarga secara umum, atau mendoakan yang punya pergumulan khusus tertentu. Tiap kali lewat rumah atau tempat usaha (toko, warung, bengkel) milik jemaat, kita bisa henti sejenak, mohonkan Allah berkati keluarga itu hari ini: “kesehatan untuk beraktivitas hari ini, rejeki yang baik bagi usaha pekerjaan hari ini, relasi-relasi yang makin sehat dalam rumah tangganya, dijauhkan dari orang-orang yang berniat jahat, kesaksian hidup mereka sehari-hari, serta kerinduan yang meningkat untuk beribadah, melayani dan bermisi, dll, dll.”

Hasilnya efektifkah? Ada dampakkah? Berat badan HT berkurang? Jumlah jemaat dan iman jemaat bertambah? Ya, soal itu bagian Tuhanlah. Orientasi kita pada proses saja, proses-proses yang baik, yang positif, yang sehat. Itu saja bagian seorang HT.

Palopo, 26 Juli 2013
Bersyukur melayani di kota kecil ini.
Pagi ini nekat ditemani hujan rintik., karna seminggu ini kerap hujan saat subuh dan sore hari