Rekan Sepanggilan, Menulislah!

Pengunjung yang terhormat, para saksi Kristus & para pelayan Tuhan, ini adalah blog mutiara DOA, SAAT TEDUH dan MEDITASI Kristen (kecuali sisipan-sisipan khususnya). Sebuah Kedai Doa, Warung SaTe, atau Kantin Yoga, terserah Anda menyebutnya. Kalo saya, ini Cafe Shalom:-) Lebih dari itu, blog ini adalah ajakan untuk menulis. Tulislah apa saja, selembar sehari, di diary atau jurnal pribadi. Don't worry, bahan-bahannya akan Tuhan kirim tiap hari, lewat berbagai macam situasi, Anda hanya tinggal mencatatnya dengan setia & sepenuh hati. Apapun genre-nya, semua bentuk tulisan itu bagus. Semua memastikan agar kita tak mudah lupa berkat dan pesan-Nya untuk jangka waktu sangat lama. Dan sudah barang tentu, tulisan Anda bisa jadi berkat buat sesama, asupan sehat bagi keluarga besar gereja-Nya. Selamat mencoba. Mulailah hari ini!

Kamis, 28 Maret 2013

Kamis Putih = Passion Five

Melahirkan kembali, Mencipta ulang ...Semesta!
Yoh 16:16-22

Kunjungi rumah jemaat minggu ini jumpakanku dengan tiga keluarga bahagia atas kelahiran anak atau cucu mereka. Para ibu yang baru melahirkan itu nampak begitu bahagia. Padahal melahirkan itu menakutkan (jika tak boleh dibilang mengerikan). Sakit sekali katanya. Ada kontraksi atau kejang-kejangnya, ada rasa sesak-sulit bernafas, ada perasaan tidak karuan, campur-aduk, dll, yang kita para suami atau para pria hanya bisa menonton dengan kagum campur cemas. (waktu putri pertamaku lahir, aku keluar kamar bersalin karena tak tega lihat istri kesakitan berjuang mengeluarkan Charissa Hui dari perutnya).
Tapi uniknya, kebanyakan ibu hamil menantikan momen menyakitkan ini dengan semangat ’maju tak gentar’ atau ’terus maju meski gentar.’ Dengan penasaran mereka sering membayangkan seperti apa wajah bayinya saat lahir nanti, dan dengan takjub dan bangga mereka membayangkan seperti apa rasanya menghadirkan sebuah kehidupan baru ke dalam dunia ini, dalam wujud bayi mungil, melalui rahimnya.
Para ibu yang kubezuk itu jelas mengalami rasa sakit (baik yang melahirkan normal maupun lewat operasi cesar), namun seperti yang kulihat sendiri, rasa sakit itu sudah berganti suka-cita, kebahagiaan yang sepertinya sulit mereka lukiskan dengan kata-kata. Memang masih ada rasa sakit yang dialami selama masa pemulihan, namun yang pasti: kehidupan baru telah datang, membawa suka cita baru, tak hanya bagi sang ibu, tapi juga bagi banyak orang.
Nah, realitas pengalaman para ibu ini dalam perspektif kristiani seharusnya layak disebut tiap kali kita merayakan paskah. Karena tak hanya natal, paskahpun sejatinya bicara tentang kelahiran. Benarkah? Benar, kawan! Coba simak ucapan Yesus di Yoh 16:16-22. Khususnya di ay 21 “Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia.“
Kelahiran siapa yang dimaksud Yesus di sini? Jawabnya akan kutunjukkan nanti. Sekarang kuingatkan dulu, bahwa Alkitab kita itu penuh dengan peristiwa kelahiran. Coba aja baca silsilah-silsilah dalam kitab Bilangan. Itu kan isinya tentang si Anu memperanakkan Ani, si Ani melahirkan si Ano, dst. Atau kitab Kejadian. Teks aslinya terbagi dalam sepuluh bab yang semua bagian awalnya mengandung kisah kelahiran atau silsilah. Bisa dibilang, tiap nama yang disebut dalam kitab Kejadian selalu dikaitkan dengan kisah ’siapa melahirkan siapa.” Abraham melahirkan Ishak dan Yakub, Yakub melahirkan 12 orang yang kelak menurunkan 12 suku Israel, dst.
Jadi jelas terasa, bahwa kelahiran itu peristiwa penting bagi pembaca awal alkitab kita. Bahkan, saking pentingnya, sampai-sampai langit-bumi atau sorga-bumi itu disebut dilahirkan. Coba baca Kej 2:4. Kata ibrani untuk riwayatdalam ayat ini adalah toledot = “keturunan” atau kelahiran.” Kata ini erat kaitannya dengan kata yalad = memperanakkan, melahirkan. Dan orang yahudi sejak berabad lampau menganggap Yerusalem dan bait suci di dalamnya, sebagai ‘pusar’ dunia. Seperti tali pusar yang menghubungkan bayi dengan mamanya, mereka meyakini Yerusalemlah tempatnya agar dunia bisa  terhubung dengan sumber kehidupannya, yakni dengan sorga, dengan Allah (sejak Allah memilih bait suci yang dibangun raja Salomo itu sebagai tempat-Nya berdiam di tengah umat Israel [1Rj 9:3]).
Nah, kembali ke ucapan Yesus di ayat 21 tadi. Ayat ini ada dalam percakapan Yesus bersama para murid menjelang penyaliban-Nya. Yesus sedang menghibur mereka. Tapi Ia bicara tentang kelahiran siapa/apa? Tidak disebutkan secara ekplisit, maka kita perlu cermati konteksnya. Di ayat 16 Yesus menyebut kata “Tinggal sesaat saja..” (bahkan dalam 3 ayat berikutnya kata ini diulang sebanyak 7x!). Maka konteksnya jelas, ternyata Yesus sedang menyamakan peristiwa seorang ibu melahirkan tadi dengan sebuah peristiwa besar yang ‘tinggal sesaat lagi’ akan terjadi. Yesus berkata: “Tinggal sesaat lagi kamu tidak melihat Aku...dan kamu akan melihat Aku lagi.” Apa maksudnya? Peristiwa apa yang membuat mereka sesaat lagi tidak melihat Yesus, tapi sesaat lagi juga akan melihat Yesus kembali. Para murid bingung dengan kalimat Yesus ini.
Tapi kita sebagai pembaca alkitab saat ini tentu tidak (perlu) bingung. Karena jika kita baca peristiwa selanjutnya, yang terjadi adalah peristiwa salib. Maka, dengan kata lain, di sini Yesus sedang mau menyampaikan bahwa kematian-Nya dan kebangkitan-Nya itulah yang Ia samakan dengan proses seorang wanita melahirkan bayinya. Yesus akan diambil dari tengah mereka, ditangkap-disalib, mereka akan berduka. Dan di ay 20-22 ini seolah Yesus memberi peringatan: Sebentar lagi kalian akan merasakan pengalaman menyakitkan seperti yang dialami ibu-ibu yang melahirkan.
Peristiwa-peristiwa yang akan mereka saksikan dan alami dalam hitungan jam ini, mulai di Getsemani, di pengadilan Kayafas, Pilatus, lalu di sepanjang via dolorosa hingga ke Golgota itu, semuanya akan sangat menyakitkan bagi para murid (sudah pasti bagi Yesus sendiri!). Selama 3 hari mereka tidak akan bisa melihat Yesus lagi. Tapi mereka akan melihat Yesus lagi, karena Yesus  bangkit, sehingga dukacita mereka akan berganti dengan suka-cita.
Nah, kalau digabungkan dengan pertanyaan kita di awal, maka pertanyaannya sekarang: apa yang terlahir jika Yesus menyamakan kematian dan kebangkitanNya itu seperti perempuan yang melahirkan?  Dunia baru, kawan. (Atau lebih tepatnya, dunia ciptaan lama yang selesai tercipta di Kejadian 2:4 dan yang jatuh-cemar-rusak karena dosa di Kejadian 3 itu, akan dilahirkan kembali, dicipta ulang). Itu sebab Yesus berkata di ay 20 “kamu akan menangis, meratap, namun dunia akan bergembira (karena sudah terlahir kembali). Ini pesan yang ingin Yesus maupun Yohanes sampaikan pada kita. Inilah kabar baik injil yang akbar itu, yang tidak hanya tentang keselamatan individu-invidu manusia, melainkan juga tentang keselamatan kosmis, seluruh ciptaan.
Metafora kelahiran dunia baru ini hanya salah satu dari banyak cara alkitab memberitahu kita tentang misi besar Allah terhadap ciptaan-Nya yang telah dibelenggu kuasa dosa (istilah lainnya yang sudah populer adalah: memulihkan, menebus, menghakimi, menyelamatkan, membawa pulang, mendamaikan seluruh ciptaan). Tak heran rasul Pauluspun menggunakan metafora yang sama ketika mencoba menggambarkan tentang dunia yang menderita di bawah kuasa dosa dalam kitab Rom 8:22 Sebab kita tahu, bahwa sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin.”
Dalam surat Kolose 1: 23 Paulus juga menulis: “Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah (perfect tense !) dikabarkan di seluruh alam di bawah langit, dan yang aku ini, Paulus, telah menjadi pelayannya.” Injil apa yang Paulus sebut telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit ini? (sampai hari inipun masih banyak daerah yang belum terjamah misi kristen, belum mendengar berita injil!). Maka injil yang Paulus maksud di sini tentulah jauh lebih besar dari kabar baik tentang individu manusia yang percaya Yesus akan masuk sorga setelah mati. Injil ini selaras dengan yang dimaksud Yesus di ay 20 tadi, yang cakupannya tidak sebatas bersifat personal, melainkan juga global. 
Bagi Paulus, kematian dan kebangkitan Yesus di kayu salib adalah karya Mesias yang mengalahkan sekali dan selamanya si iblis dan segala manifestasi kuasa jahatnya. Dengan demikian, injil tentang Kristus yang tersalib dan bangkit adalah pengharapan sejati, garansi bagi pemulihan seluruh ciptaan. Seperti RS mengeluarkan surat resmi pernyataan kelahiran anakku Hui (yang dikuatkan oleh lembar negara yang dikeluarkan catatan sipil), demikian di paskah perdana itu sorga mengeluarkan pernyataan resmi: “Selamat, semesta baru telah lahir!” “yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang!”
Yesus sendiri jelas ingin para muridNya memahami realitas akbar ini di balik peristiwa penyaliban-Nya. Sedih sesaat wajar, tapi para murid seharusnya segera bersukacita kembali setelah kebangkitan terjadi:
Yohanes 16:20-21 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita.
Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia.

Maka apa respons yang pantas kita berikan tiap paskah tiba, kawan? Usulku, untuk paskah perdana 2000an tahun lalu itu, kita serukan: “Selamat datang “bayi dunia baru,” “bayi Kerajaan Allah di bumi.” Tapi kini  sudah dua ribu tahun lebih paskah perdana telah berlalu. Kita wajib berduka dan bertobat jika di generasi kita ini realitas dunia baru, nilai-nilai Kerajaan Allah itu kondisinya masih seperti bayi, di mana kebenaran, keadilan dan shalom Allah masih dianggap remeh, masih merangkak pelan, belum tegak berjalan, masih seperti bahasa cedal seorang balita, belum jelas diartikulasikan. Maka tiap kali masa raya paskah tiba, menurutku tak ada cara lain yang lebih tepat menyambutnya selain dengan mengingat kembali panggilan kita sebagai gereja, yakni terus merawat, membesarkan dunia baru, kerajaan Allah itu.
Sebagaimana Yesus ingin para murid melanjutkan tugas membesarkan bayi dunia baru-kerajaan Allah yang telah Ia lahirkan, hari ini kitalah yang diberi-Nya peran sebagai ibu yang punya naluri merawat bayinya sendiri, yang tidak pernah merasa terpaksa, melainkan selalu tekun dan penuh kasih serta dengan segala daya upaya merawat dan membesarkan anak-anak yang dilahirkannya.
 So, biarlah paskah ingatkan kita, untuk besarkan KerajaanNya, sebarkan nilai-nilai sorga, wujudkan dunia baruNya, di manapun kita berada, melalui talenta apapun yang kita punya. Ini tanggung-jawab kita, kawan. Please, jangan oper tanggung jawab mulia ini pada para baby-sitter J.

Selamat jelang paskah, kawan!

Palopo, 14 Maret 2013

Selasa, 26 Maret 2013

Selasa Suci = Passion Three

Menentang Rohaniwan dan Negarawan Korup
Markus 11:25-13:37

Selasa Suci ini jadual Yesus padat. 3 pasal Markus gunakan untuk mengisahkannya. Dua pertiganya berisi konflik Yesus dengan penguasa Bait Suci dan kaki tangan mereka, sepertiganya (pasal 13) berisi peringatan akan kehancuran kota Yerusalem dan bait sucinya, serta tentang kedatangan Anak Manusia dalam waktu dekat. Setelah kemarin beraksi menjungkir-balikkan meja dan mengusir para pedagang, hari ini Yesus dan para murid kembali masuk bait Suci, di bagian pelatarannya yang luas, di antara pilar-pilar serambinya yang megah. Tempat itu biasa dipakai untuk mengajar, namun di masa paskah seperti ini, lokasi ini penuh peziarah yahudi. Kupilih satu adegan saja untuk mewakili passion Yesus yang nampak di hari ketiga minggu paskah yahudi ini, dari pasal 12:1-12.

 Setelah sebelumnya membuat tak berkutik para imam kepala yang bertanya: "Emangnya kamu siapa, brani-braninya jungkir-balikkan meja?! (11:27-33), sekarang Ia garis-bawahi sumber otoritas aksiNya, dengan berumpama, sebuah cerita, tentang kebun anggur, mengutip puisi Yesaya (5:1-7). Ini berisi kidung cinta tentang perlakuan Allah yang istimewa namun berujung kecewa, tentang para pemimpin yang gagal membuat Israel (baik tanah dan orang-orangnya) yang adalah kebun anggur Allah, menghasilkan buah anggur yang baik. Endingnya adalah penghukuman, kebun anggur itu akan dibiarkan tak terawat, terinjak-injak dan rusak. Sebuah akhir pahit bila pemimpin umat Allah terus menolak (yang mengakibatkan seluruh bangsa juga menolak) tujuan Allah memanggil mereka.

Allah masih pemilik kebun anggur itu, dan Israel zaman Yesus masih kebun anggurNya, masih dituntut hasilkan buah-buah keadilan di dalam kehidupan nasional mereka, serta menyatakan anugrah Allah kepada bangsa-bangsa di sekitarnya. Maka, melanjutkan tugas para nabi, meski Ia lebih dari nabi, Yesus sampaikan peringatan terakhir untuk mereka: jika mereka (terutama para penguasa bait suci itu) terus serakah menyimpan anugrah Allah itu untuk diri sendiri, dan terus cenderung menolak bangsa-bangsa lain dengan sikap ketidak-adilan bahkan kekerasan, maka penghukuman Allah atas mereka (dan atas Israel) akan segera tiba.

Yesus memakai perumpamaan ini untuk menggambarkan apa yang telah dan akan dialamiNya di Yerusalem ini. Pesannya jelas bagi pendengarNya: Israel, diwakili perilaku para pemimpin rohaninya, diwakili berbagai praktek korup, ketidak-adilan dan ketidak-benaran di bait suci ini, di dalam kota suci ini, telah memberontak melawan Allah. Israel, diwakili imam besar bait suci, telah menolak bahkan dikisahkan membunuh utusan Allah terakhir, Anak Pemilik kebun anggur itu sendiri.

Perumpamaan ini, serta pesan penghukuman-Nya, sudah tentu menjengkelkan para imam dan imam besar yang menjabat saat itu. Merekalah yang secara langsung yang dimaksud para penggarap kebun anggur yang serakah dan jahat di sini, yang menginginkan panen untuk diri mereka sendiri (ay 12). Karena berarti penghukuman Allah yang mereka harapkan tertimpa atas bangsa-bangsa kafir itu justru menurut perumpamaan ini akan segera menimpa kelompok mereka sendiri.  Maka tak cuma sakit hati, mereka gelap mata dan hati, lalu sepakat bahwa Yesus harus segera dihabisi, dengan dalil penistaan agama maupun fitnah makar terhadap kaisar Roma.

Apa perenungan paskahnya, kawan? Ini: hari ini Allah tetap pemilik kebun anggur itu, dan dunia kita hari ini, termasuk bangsa kita ini masih taman kepunyaanNya, yang keindahannya rusak cemar dosa, yang akan dipulihkanNya. Israel telah menolak dan membuang Yesus, maka Allah memulai kebun yang baru, Yesus pokok anggurnya, gereja adalah ranting-rantingnya. Bait suci telah menjadi sarang penyamun, maka Allah membangun Bait Suci yang baru, yakni gereja, Yesus Batu Penjurunya. Maka perumpamaan inipun secara langsung adalah tentang kita, gereja hari ini, kaum imamat rajani, kawan (ehm, terutama tentang para pemimpin gereja/lembaga pelayanan kristen). Secara luas, ini juga peringatan terhadap para pemimpin bangsa kita.

Apa yang dilakukan para pemimpin rohani dan pemimpin bangsa kita hari ini? Apakah mereka sedang bersikap seperti para penggarap yang baik atau yang serakah dan jahat? Sikap pemimpin gereja akan sangat menentukan apakah gereja hari ini rindu bermisi dan berani nyaringkan suara kenabiannya. Mari kita doakan para pemimpin gereja kita, para pemimpin lembaga pelayanan kristen, karena perlakuan yang dialami Yesus di Yerusalem itu, yakni penolakan dan kekerasan, sangat mungkin akan mereka alami, ketika mereka berani pergi dan menyampaikan suara kenabian dan injil kerajaan Allah ke pusat-pusat kekuasaan dan ketidak-adilan, ke tempat-tempat atau situasi-situasi di mana orang menyalahgunakan agama (termasuk kekristenan sendiri!) dan politik sebagai sarana memastikan keamanan dan kenyamanan internal pemimpin maupun jemaat sendiri, bukannya memancarkan terang Allah kepada dunia ini.

Semoga paskah tahun ini kembali limpahi gereja dengan energi Kalvari, memurnikan motivasi dan menyemangati para pemimpinnya serta memperlengkapi umat gereja untuk menghadirkan dirinya sebagai bukti, bahwa kebun anggur Allah yang baru, bahwa Bait Allah yang baru, sudah hadir dan memberi buah kebenaran dan keadilan di bumi nusantara tercinta ini.

Selamat jelang paskah, kawan!

Yesaya 5:7
Sebab kebun anggur TUHAN semesta alam ialah kaum Israel, dan orang Yehuda ialah tanam-tanaman kegemaran-Nya; dinanti-Nya keadilan, tetapi hanya ada kelaliman, dinanti-Nya kebenaran tetapi hanya ada keonaran.

Yohanes 15:5
Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.


Palopo, 26 Maret 2013
Sebaiknya baca ini dulu: http://www.morningtraveler.blogspot.com/2013/03/merindu-paskah-yang-holistik.html

Senin, 25 Maret 2013

Senin Suci = Passion Two

Menentang Malfungsi Insitusi Agama (maupun Negara)
Markus 11:12-25

Waktu remaja, dua orang membuatku diam-diam merasa malu. Pertama, mamiku, karena beliau mudah marah. Tiap kali aku menemaninya pergi, hampir selalu ada insiden beliau memarahi orang. Itu bisa di pasar, bisa di dalam bis. Aku malu turut jadi tontonan banyak orangJ. Kedua, tebak siapa? Tuhan Yesus! Ya, khususnya terkait catatan kitab injil tentang Yesus “memarahi” pohon ara dan marah tak terkendali di bait suci (sampai-sampai aku berdoa smoga tak ada teman dari agama lain yang tahu tentang ini J). Itu yang kurasakan ketika remaja. Tapi hari ini aku mengenang dua sosok yang kukasihi itu dengan kesan yang berbeda sekali.
Apa yang sebenarnya Yesus lakukan di hari Senin Suci di Minggu Paskah yahudi ini?
Markus mencatat dua peristiwa. Pertama, Yesus mengutuk pohon ara yang tidak ada buahnya; kedua, Yesus menjungkir balikkan meja dan mengusir orang berjualan di halaman bait suci. Di sini Markus pakai gaya bertutur model roti burger.  Bagian daging isinya adalah insiden di halaman bait suci itu (di ay 15-19); bagian roti pengapitnya adalah kisah pohon ara yang dikutuk Yesus (di ay 12—14 dan 20-25). Btw, Markus suka gaya bercerita seperti ini, coba lihat pasal 3:20-35; pasal 5:21-43; pasal 6:7-30; pasal 14:1-11; pasal 14:53-72. Gaya penulisan model burger ini mengharuskan kita menggunakan bagian satu untuk menafsir yang lainnya. Maksudnya, kisah yang satu akan menolong kita untuk memahami yang lain.
Sama seperti aksiNya kemarin sengaja naik keledai memasuki Yerusalem, dua aksi hari ini pun disengaja-Nya. Tujuannya? Itu aksi kembar, kawan. Yesus memperagakan penghakiman Tuhan secara simbolis. Pohon Ara yang dikutuk-Nya itu menyimbolkan Yerusalem dan Bait Allah di dalamnya. Sedangkan aksi-Nya di bait Suci itu secara praktis-efektif menghentikan fungsi bait Allah itu sendiri (setidaknya untuk sementara), seperti menyegelnya. Ini tindakan simbolis menyampaikan suara kenabian, bahwa Bait Allah (bangunan ibadah yang sekaligus menjadi lambang negara, simbol identitas bangsa yahudi) itu akan dihukum Allah, akan bernasib sama seperti pohon ara yang dikutuk Yesus hingga kering dan mati keesokan harinya itu.
Pertanyaannya, why? Mengapa Bait Allah akan dihakimi Allah? Itu bisa kita lacak dari dua kalimat yang ducapkan Yesus itu: “Bukankah ada tertulis, rumahKu akan disebut rumah doa bagi segala bangsa? Tetapi kamu telah menjadikannya sarang penyamun!” Kalimat pertama dikutip Yesus dari Yesaya 56:7, nubuat nabi yang membukakan visi bahwa kelak semua orang, yahudi maupun non-yahudi, dari segala tempat, akan datang ke Yerusalem untuk menyembah Allah Israel, dan doa-doa mereka akan didengar dan diterima oleh Allah (ini konsisten dengan penetapan Allah saat peresmian bait Allah setelah selesai dibangun oleh Salomo [1Raja 8:41-43]).
Bait Allah dirancang sebagai simbol berdiamnya Allah di tengah bangsa Israel demi terberkatinya seluruh dunia, tapi cara rekan-rekan sebangsa Yesus mengurus Bait Allah lebih menyimbolkan Allah yang eksklusif dan tidak peduli dengan bangsa-bangsa lain. Maka ketika mengucapkan kalimat yang kedua itu (dikutip Yesus dari Yeremia 7:11), Yesus menyatakan bahwa para pemimpin bait Allah khususnya dan bangsa yahudi secara umum, telah gagal menghidupi panggilan ini. Kegagalan itu dilakukan para penguasa bait suci dengan dua cara, yakni dengan semangat kompromi dan semangat konfrontasi bersenjata.
Imam Besar dan imam-imam kepala di Bait Allah itu terkenal dengan gaya hidup mereka yang berfoya-foya dan menindas orang asing serta membiarkan ketidakadilan diderita rakyat Israel sendiri. Maklum, jabatan itu tak lagi untuk keturunan Harun atau suku Lewi, melainkan bisa dibeli kaum kaya yang direstui oleh Herodes (raja boneka pilihan Roma) dan oleh pejabat Romawi. Dan ahli-ahli taurat itu direkrut dan digaji imam-imam yang cenderung pro kepentingan penjajah Romawi itu.
Di sisi lain, penting untuk dipahami, kata ‘penyamun’ di jaman Yesus bukanlah berarti ‘maling’ atau ‘perampok’, tapi lebih menunjuk pada kelompok revolusioner, orang-orang radikal atau kaum ultra-fundamentalis, termasuk dan terutama golongan Zelot, yakni orang-orang yang berambisi mengenyahkan bangsa lain dan menghalalkan kebencian dan kekerasan bersenjata untuk mencapai ambisi revolusi nasionalis mereka. Ini kelompok yang akhirnya berhasil mengambil alih kepemimpinan Bait Suci dari tangan elit penguasa bait suci yang kompromis dan pro-penjajah tadi.
Kedua jenis penguasa bait Suci inilah yang menjadikan Bait Allah saat itu dinilai gagal melakukan fungsinya, mencerminkan kegagalan bangsa pilihan ini menghidupi panggilannya sebagai terang dunia, sehingga bangsa-bangsa lain bukannya diterangi namun malah dihakimi. Allah memang berjanji memberkati Israel lewat Bait-Nya, namun Ia juga tidak segan menghukum Bait Allah jika Israel menganggap remeh Bait Allah ini, yakni dengan menyalahgunakan janji Allah itu sebagai alasan untuk berkanjang dalam dosa, hal-hal yang amoral, dan sikap-sikap yang tidak adil dan penuh kekerasan.
Maka aksi Yesus ini sangat berbahaya, kawan. Itu sama dengan pendeta yang berani menolak kebijakan NAZI di bawah Hitler, atau yang berani mengkritik diskriminasi ras di era jaya-jayanya rezim apartheid Afrika Selatan berkuasa. Yesus telah melanggar tabu yang besar, karena berani menubuatkan malapetaka akan menimpa kota dan bangunan terbesar, terpenting, tersuci dan paling bersejarah, kebanggaan bangsanya sendiri. Tak heran para imam kepala dan ahli taurat sangat tersinggung oleh kata-kata Yesus yang kritis dan menusuk ini. Siapapun yang nekat melakukannya akan dianggap layak dibunuh. Dan itulah yang Ia alami di akhir pekan Minggu Paskah ini. Eksekusi salib Ia alami.
So, jadi apa passion Yesus yang nampak di hari kedua minggu paskah yahudi ini? Tetap di bawah bendera kerajaan Allah, kawan. Ia tak sekedar memprotes komersialisasi rumah ibadah. Ia bukan menentang bait Allah sebagai institusi maupun jabatan para pemimpin agama itu, melainkan penyalahgunaannya, yakni untuk berkompromi ataupun berkonfrontasi dengan cara kekerasan. Yesus memperingatkan mereka untuk mengubah cara hidup mereka selama masih ada waktu sebelum penghakiman itu tiba.
Passion Yesus adalah, Bait Allah (dan Yerusalem) harus direbut kembali oleh Mesias yang anti kekerasan, bukan dengan revolusi yang mengumbar kekerasan. Dan ritual di dalamnya harus dikembalikan fungsinya untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, bukan malah menjadi sarang yang nyaman bagi para pemimpin amoral maupun pelaku kekerasan dan ketidak-adilan. Demi passion ini, citraNya yang baik sebagai Guru bijaksana dan penyembuh banyak orang terancam. Ia siap disalah-pahami banyak orang, termasuk olehku (mengira Dia gampang emosi kalau lapar dan mirip anggota FPI yang anarkis ituJ). Ia bahkan siap kehilangan nyawa, demi passion ini.
Hari ini aku tak malu lagi, bahkan bangga terhadap aksi marah-marahnya Yesus ini. Saat ini aku juga tak malu lagi dengan sikap pemarah mamiku. Setelah kuingat-ingat, sebetulnya beliau itu melakukan apa yang kebanyakan orang tak berani melakukannya, misal: menegur penumpang bis yang merokok, menegur pedagang beras di pasar yang mencurangi pembeli dengan merekayasa timbangan. Sekarang aku justru berharap teman-temanku yang beragama lain tahu tentang aksi Yesus di hari kedua minggu paskah ini.
Bagaimana denganmu, kawan? Ketika melihat gerejamu tidak berminat menghidupi panggilannya, atau (kita perluas aplikasinya), saat kita melihat bangunan-bangunan penting dan megah di tengah bangsa kita ini (gedung-gedung kementrian, lembaga pengadilan, gedung wakil rakyat, istana presiden, bank-bank, mall-mall, hotel dan apartemen mewah, kampus-kampus, dan tempat ibadah yang besar) dan mendengar bahwa tempat-tempat itu telah menjadi tempat di mana kekuasaan seringkali disalahgunakan untuk menguntungkan segelintir orang yang berkuasa, menjadi sarang penyamun, para penindas masyarakat yang tidak berdaya, apa respons kita? Pilih kompromi, tutup mata dan mulut, atau pilih konfrontasi dengan kekerasan yang jahat? Adakah kerinduan untuk memikirkan cara menyuarakan suara kenabian di generasi kita? Paskah waktu yang tepat untuk peduli dan berani mengharapkan perubahan tanpa revolusi, bahkan berani menjadi pelopor perubahan dengan aksi kreatif tanpa kekerasan, setidaknya di lingkungan terdekat kita.
Bagian ending hari ini aku senang, karena setelah menghakimi (secara simbolis) Bait Allah maupun sistem di dalamnya yang selama ini telah merusak rencana Allah bagi dan melalui Israel itu, Ia toh mengakhirinya dengan perintah yang tegas pula untuk saling mengampuni (ay 25). Mungkin, hanya dengan saling mengampunilah kita yang dipanggil untuk berkarya di dalam nama dan kuasa Yesus juga akan mampu menyerukan suara kenabian gereja, melawan ketidakadilan dan kejahatan di tengah dunia kita saat ini. Maukah kita?
Selamat jelang paskah, kawan!
  

Minggu, 24 Maret 2013

Minggu Palem = Passion One

Menentang Kekuasaan Yang Menindas
Markus 11:1-11

Tanggal 1 Desember merupakan hari ulang tahun Organisasi Papua Merdeka (OPM). Biasanya, pada tanggal tersebut, simpatisan, aktivis OPM serta kelompok pro kemerdekaan melakukan berbagai kegiatan, antara lain menaikkan bendera "bintang kejora" dan ibadah syukur. Perayaan ini masih dirasa mengandung ancaman oleh pemerintah kita, mengingat  OPM dikenal memperjuangkan kemerdekaan (terpisahnya) bumi papua dari Indonesia. Tak sekali dua kali terjadi, perayaan ini dijadikan momentum menyulut insiden kekerasan bersenjata, dengan harapan memancing perhatian internasional.  Maka sudah menjadi SOP (Standar Operasional Pengamanan) aparat kita untuk menambah jumlah pasukan menjelang dan pada saat perayaan ini.  Sekian SSK pasukan Brimob maupun tentara dikirim dari luar Papua ke titik-titik rawan.
Seperti itu pula perayaan paskah Yahudi di jaman Yesus, kawan. Bagi orang yahudi, paskah bukan sekedar momen religius. Paskah itu momentum politik. Ini saat mereka sebagai bangsa berkumpul di kota suci, mengobarkan nasionalisme, menggelorakan jiwa yang haus kemerdekaan dari penjajah kafir, yakni kekaisaran Romawi. Dan kaisar memandang hari raya ini sebagai sebuah ancaman, sehingga sudah menjadi SOP pula, tiap kali paskah yahudi tiba, mereka mengirim pasukan tambahan ke wilayah ini dari markas terdekat mereka yang di Galilea, menuju Yerusalem, dipimpin seorang Gubernur Romawi yang berkuasa di wilayah Yudea saat itu.
Maka sesungguhnya ada dua barisan di hari pertama minggu paskah itu. Dua arak-arakan. Yang satu memasuki Yerusalem lewat pintu gerbang barat, arak-arakan pasukan kekaisaran Romawi, kali ini dipimpin Gubernur Pilatus, tentunya lengkap dengan kuda-kuda, peralatan perang dan bendera-bendera kebesaran. Satunya lagi masuk dari arah Timur, Yesus naik keledai muda menuruni bukit Zaitun, diikuti sorak-sorai para pengikutNya, para petani dan kaum rendahan lainnya. Arak-arakan Yesus memproklamirkan Kerajaan Allah, arak-arakan Pilatus memproklamirkan kekuasaan Kekaisaran Romawi. Pesan atau misi kedua arak-arakan inilah yang menyulut konflik di minggu paskah itu yang akhirnya berujung pada penyaliban Yesus.
Barisan militer Pilatus itu mendemonstrasikan kekuasaan maupun teologi kekaisaran Romawi. Menurut teologi ini, Kaisar bukanlah sekedar penguasa Roma, melainkan juga (sejak kaisar Agustus) dipandang sebagai Son of God, Anak Dewa. Ayahnya diyakini adalah dewa Apolo dan ibunya adalah Atia, manusia biasa. Situs purbakala juga mencatat ia bergelar “Lord” dan “Savior,” figur yang disebut telah membawa “damai” di atas bumi. Gelar-gelar inipun disandang kaisar yang memerintah di jaman Yesus, yakni Tiberius. Maka bagi bangsa yahudi, arak-arakan Pilatus hari ini tak hanya mewakili tatanan sosial tandingan, melainkan juga mewakili teologi tandingan.
Sementara itu Yesus masuk ke Yerusalem naik keledai muda. Sejak di pasal 8 para murid sudah mengakui Yesus sebagai Mesias, Raja Yahudi sejati, yang sedang dalam perjalananNya menuju Yerusalem, ibu kota bangsa Yahudi, untuk diakui pula oleh orang banyak. Dan inilah momennya. Pengikut dan simpatisan menyambutNya sebagai Raja, menghamparkan pakaian mereka dan menyebarkan ranting hijau di jalan, serta menyambut dengan sorakan di ay 9-10, yang artinya  "Hosana! Selamat datang! Selamat datang dalam kerajaan bapak kita Daud. Selamat datang kerajaan Allah!" Cara masuk Yerusalem seperti ini tentu disengaja. Yesus berniat menggenapkan nubuat nabi Zakaria (9:9-10), bahwa raja Mesias yang akan datang itu rendah hati dan akan melenyapkan semua senjata, kereta dan kuda perang. Dan raja itu akan membawa damai kepada seluruh bangsa, sehingga ia disebut Raja Damai.
Jadi jelas, arak-arakan Yesus di Minggu Palem ini secara sengaja ditujukan untuk mengkaunter arak-arakan Pilatus itu. Arak-arakan Pilatus mewakili visi kekuasaan, kemuliaan dan praktek kekerasan yang diusung kerajaan Romawi, penguasa dunia saat itu. Sedangkan arak-arakan Yesus membawa visi yang beda, yakni visi Kerajaan Allah yang mengusung kerendahan hati, keadilan dan kedamaian. Nah, bentrok antara kedua kerajaan ini akan berlanjut di sepanjang Minggu Paskah ini, sepanjang pekan terakhir Yesus di bumi ini.
Jadi, kawan, inilah yang terjadi di Minggu Palem itu. Bukan, Yesus bukannya menentang orang Romawi atau membenci bangsa Romawi. Passion Dia adalah menentang kekuasaan yang disalahgunakan, kekuasaan yang menindas bangsaNya dan menindas seluruh dunia. Kekuasaan jenis ini mendominasi dengan cara kekerasan, memaksakan kehendak yang menyengsarakan pihak lain, melalui modus operandi seperti ini: penindasan secara politik, eksploitasi secara ekonomi, dan pemanfaatan teologi (agama) sebagai stempel legitimasi untuk mendominasi maupun bertindak anarki.
Apa yang perlu kita refleksikan? Kurasa ini, kawan: Pada tiap kitapun tersandang sebuah kekuasaan. Entah sebagai individu (di rumah, di kantor, di lingkungan sekitar), maupun sebagai kelompok (etnis, kelas masyarakat, agama, aliran agama, gereja, lembaga, profesi, sains, dll), kita semua punya kekuasaan. Apa passionmu terkait kekuasaan yang kamu miliki, kawan? Ya, itu yang menentukan kita sedang berada di barisan mana saat ini. Paskah meminta kita evaluasi, dalam kerangka visi arak-arakan siapa selama ini kita gunakan power dalam talenta jabatan, bisnis, pelayanan dan ilmu kita: visi barisan Yesus, atau visi barisan Pilatus?

Selamat jelang paskah, kawan!

Sabtu, 23 Maret 2013

Merindu Paskah Yang Holistik

Seminggu kemarin aku bolak-balik baca teks-teks minggu sengsara Kristus, mulai Markus 11-16. Kali ini benar-benar baca “minggu sengsara,” Kristus, bukan baca “12 jam sengsara Kristus” yang selama ini tanpa sengaja atau tanpa sadar jadi fokus utama (bahkan cenderung satu-satunya) pemahamanku tentang paskah. Sebelum ini aku puas dengan film The Passion of Christ-nya Mel Gibson yang fokus mengekspos peristiwa yang Yesus alami sejak Kamis malam (penangkapanNya di Getsemani) hingga Jum’at siang (penyalibanNya di Golgota) itu. Dan selama ini aku merasa cukup dengan penjelasan bahwa sengsaraNya 12 jam itu demi menebus dosaku. 

Namun penghayatan tunggal seperti itu sekarang kurasa tidak cukup, kawan. Jangan salah sangka ya, sampai saat ini aku masih tergetar dan bersyukur atas pemaknaan seperti itu. Hanya, sekarang aku digelisahkan oleh ketidak-utuhan memaknai paskah hanya sebatas itu. Terlalu larut dalam “12 jam sengsara Yesus” membuatku fokus hanya pada respons syukur atas anugrah pengampunan melalui kematian Yesus itu, dan kurang terbeban merespons visi dan misi hidupNya, yang diajarkan dan diperagakan-Nya selama “minggu sengsara” itu. Terlalu fokus pada Yesus yang ditampilkan film Mel Gibson membuatku (hanya) menghayati tujuan kematianNya namun mengabaikan tujuan hidupNya, sebagaimana ditampilkan para penulis Injil dalam peristiwa yang dialami Yesus  di sepanjang minggu paskah yahudi, yang dimulai besok, yang hari ini kita sebut Minggu Palem itu. 

Menghayati “minggu sengsara” Yesus kuharap akan memberkatiku dengan informasi lengkap tentang paskah, yang tentunya akan menolongku merespons secara utuh pula, baik terhadap aspek yang disorot Mel Gibson dalam film Passion of Christ (dari latin passio=suffering, sengsara), maupun aspek yang dicatat Markus tentang passion (minat, kepedulian, concerns) hidup dan misi Yesus, yang membuatNya menuai konsekuensi salib. 

Maka paskah kali ini aku ingin seimbang. Aku ingin menghayatinya lebih utuh. Mau gabung, kawan? Mulai besok akan kusajikan refleksi “minggu sengsara” Yesus dalam blog ini (tentunya tetap sebatas sebagai sebuah alternatif sudut pandang). Satu hal kurasa kita sepakat: peristiwa sebesar dan sepenting paskah layak disimak keseluruhan kisahnya, seutuh yang disajikan penulis kitab Injil bagi kita.

Selamat jelang Paskah!


Palopo, 23 Maret 2013