Rekan Sepanggilan, Menulislah!

Pengunjung yang terhormat, para saksi Kristus & para pelayan Tuhan, ini adalah blog mutiara DOA, SAAT TEDUH dan MEDITASI Kristen (kecuali sisipan-sisipan khususnya). Sebuah Kedai Doa, Warung SaTe, atau Kantin Yoga, terserah Anda menyebutnya. Kalo saya, ini Cafe Shalom:-) Lebih dari itu, blog ini adalah ajakan untuk menulis. Tulislah apa saja, selembar sehari, di diary atau jurnal pribadi. Don't worry, bahan-bahannya akan Tuhan kirim tiap hari, lewat berbagai macam situasi, Anda hanya tinggal mencatatnya dengan setia & sepenuh hati. Apapun genre-nya, semua bentuk tulisan itu bagus. Semua memastikan agar kita tak mudah lupa berkat dan pesan-Nya untuk jangka waktu sangat lama. Dan sudah barang tentu, tulisan Anda bisa jadi berkat buat sesama, asupan sehat bagi keluarga besar gereja-Nya. Selamat mencoba. Mulailah hari ini!

Senin, 25 Maret 2013

Senin Suci = Passion Two

Menentang Malfungsi Insitusi Agama (maupun Negara)
Markus 11:12-25

Waktu remaja, dua orang membuatku diam-diam merasa malu. Pertama, mamiku, karena beliau mudah marah. Tiap kali aku menemaninya pergi, hampir selalu ada insiden beliau memarahi orang. Itu bisa di pasar, bisa di dalam bis. Aku malu turut jadi tontonan banyak orangJ. Kedua, tebak siapa? Tuhan Yesus! Ya, khususnya terkait catatan kitab injil tentang Yesus “memarahi” pohon ara dan marah tak terkendali di bait suci (sampai-sampai aku berdoa smoga tak ada teman dari agama lain yang tahu tentang ini J). Itu yang kurasakan ketika remaja. Tapi hari ini aku mengenang dua sosok yang kukasihi itu dengan kesan yang berbeda sekali.
Apa yang sebenarnya Yesus lakukan di hari Senin Suci di Minggu Paskah yahudi ini?
Markus mencatat dua peristiwa. Pertama, Yesus mengutuk pohon ara yang tidak ada buahnya; kedua, Yesus menjungkir balikkan meja dan mengusir orang berjualan di halaman bait suci. Di sini Markus pakai gaya bertutur model roti burger.  Bagian daging isinya adalah insiden di halaman bait suci itu (di ay 15-19); bagian roti pengapitnya adalah kisah pohon ara yang dikutuk Yesus (di ay 12—14 dan 20-25). Btw, Markus suka gaya bercerita seperti ini, coba lihat pasal 3:20-35; pasal 5:21-43; pasal 6:7-30; pasal 14:1-11; pasal 14:53-72. Gaya penulisan model burger ini mengharuskan kita menggunakan bagian satu untuk menafsir yang lainnya. Maksudnya, kisah yang satu akan menolong kita untuk memahami yang lain.
Sama seperti aksiNya kemarin sengaja naik keledai memasuki Yerusalem, dua aksi hari ini pun disengaja-Nya. Tujuannya? Itu aksi kembar, kawan. Yesus memperagakan penghakiman Tuhan secara simbolis. Pohon Ara yang dikutuk-Nya itu menyimbolkan Yerusalem dan Bait Allah di dalamnya. Sedangkan aksi-Nya di bait Suci itu secara praktis-efektif menghentikan fungsi bait Allah itu sendiri (setidaknya untuk sementara), seperti menyegelnya. Ini tindakan simbolis menyampaikan suara kenabian, bahwa Bait Allah (bangunan ibadah yang sekaligus menjadi lambang negara, simbol identitas bangsa yahudi) itu akan dihukum Allah, akan bernasib sama seperti pohon ara yang dikutuk Yesus hingga kering dan mati keesokan harinya itu.
Pertanyaannya, why? Mengapa Bait Allah akan dihakimi Allah? Itu bisa kita lacak dari dua kalimat yang ducapkan Yesus itu: “Bukankah ada tertulis, rumahKu akan disebut rumah doa bagi segala bangsa? Tetapi kamu telah menjadikannya sarang penyamun!” Kalimat pertama dikutip Yesus dari Yesaya 56:7, nubuat nabi yang membukakan visi bahwa kelak semua orang, yahudi maupun non-yahudi, dari segala tempat, akan datang ke Yerusalem untuk menyembah Allah Israel, dan doa-doa mereka akan didengar dan diterima oleh Allah (ini konsisten dengan penetapan Allah saat peresmian bait Allah setelah selesai dibangun oleh Salomo [1Raja 8:41-43]).
Bait Allah dirancang sebagai simbol berdiamnya Allah di tengah bangsa Israel demi terberkatinya seluruh dunia, tapi cara rekan-rekan sebangsa Yesus mengurus Bait Allah lebih menyimbolkan Allah yang eksklusif dan tidak peduli dengan bangsa-bangsa lain. Maka ketika mengucapkan kalimat yang kedua itu (dikutip Yesus dari Yeremia 7:11), Yesus menyatakan bahwa para pemimpin bait Allah khususnya dan bangsa yahudi secara umum, telah gagal menghidupi panggilan ini. Kegagalan itu dilakukan para penguasa bait suci dengan dua cara, yakni dengan semangat kompromi dan semangat konfrontasi bersenjata.
Imam Besar dan imam-imam kepala di Bait Allah itu terkenal dengan gaya hidup mereka yang berfoya-foya dan menindas orang asing serta membiarkan ketidakadilan diderita rakyat Israel sendiri. Maklum, jabatan itu tak lagi untuk keturunan Harun atau suku Lewi, melainkan bisa dibeli kaum kaya yang direstui oleh Herodes (raja boneka pilihan Roma) dan oleh pejabat Romawi. Dan ahli-ahli taurat itu direkrut dan digaji imam-imam yang cenderung pro kepentingan penjajah Romawi itu.
Di sisi lain, penting untuk dipahami, kata ‘penyamun’ di jaman Yesus bukanlah berarti ‘maling’ atau ‘perampok’, tapi lebih menunjuk pada kelompok revolusioner, orang-orang radikal atau kaum ultra-fundamentalis, termasuk dan terutama golongan Zelot, yakni orang-orang yang berambisi mengenyahkan bangsa lain dan menghalalkan kebencian dan kekerasan bersenjata untuk mencapai ambisi revolusi nasionalis mereka. Ini kelompok yang akhirnya berhasil mengambil alih kepemimpinan Bait Suci dari tangan elit penguasa bait suci yang kompromis dan pro-penjajah tadi.
Kedua jenis penguasa bait Suci inilah yang menjadikan Bait Allah saat itu dinilai gagal melakukan fungsinya, mencerminkan kegagalan bangsa pilihan ini menghidupi panggilannya sebagai terang dunia, sehingga bangsa-bangsa lain bukannya diterangi namun malah dihakimi. Allah memang berjanji memberkati Israel lewat Bait-Nya, namun Ia juga tidak segan menghukum Bait Allah jika Israel menganggap remeh Bait Allah ini, yakni dengan menyalahgunakan janji Allah itu sebagai alasan untuk berkanjang dalam dosa, hal-hal yang amoral, dan sikap-sikap yang tidak adil dan penuh kekerasan.
Maka aksi Yesus ini sangat berbahaya, kawan. Itu sama dengan pendeta yang berani menolak kebijakan NAZI di bawah Hitler, atau yang berani mengkritik diskriminasi ras di era jaya-jayanya rezim apartheid Afrika Selatan berkuasa. Yesus telah melanggar tabu yang besar, karena berani menubuatkan malapetaka akan menimpa kota dan bangunan terbesar, terpenting, tersuci dan paling bersejarah, kebanggaan bangsanya sendiri. Tak heran para imam kepala dan ahli taurat sangat tersinggung oleh kata-kata Yesus yang kritis dan menusuk ini. Siapapun yang nekat melakukannya akan dianggap layak dibunuh. Dan itulah yang Ia alami di akhir pekan Minggu Paskah ini. Eksekusi salib Ia alami.
So, jadi apa passion Yesus yang nampak di hari kedua minggu paskah yahudi ini? Tetap di bawah bendera kerajaan Allah, kawan. Ia tak sekedar memprotes komersialisasi rumah ibadah. Ia bukan menentang bait Allah sebagai institusi maupun jabatan para pemimpin agama itu, melainkan penyalahgunaannya, yakni untuk berkompromi ataupun berkonfrontasi dengan cara kekerasan. Yesus memperingatkan mereka untuk mengubah cara hidup mereka selama masih ada waktu sebelum penghakiman itu tiba.
Passion Yesus adalah, Bait Allah (dan Yerusalem) harus direbut kembali oleh Mesias yang anti kekerasan, bukan dengan revolusi yang mengumbar kekerasan. Dan ritual di dalamnya harus dikembalikan fungsinya untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, bukan malah menjadi sarang yang nyaman bagi para pemimpin amoral maupun pelaku kekerasan dan ketidak-adilan. Demi passion ini, citraNya yang baik sebagai Guru bijaksana dan penyembuh banyak orang terancam. Ia siap disalah-pahami banyak orang, termasuk olehku (mengira Dia gampang emosi kalau lapar dan mirip anggota FPI yang anarkis ituJ). Ia bahkan siap kehilangan nyawa, demi passion ini.
Hari ini aku tak malu lagi, bahkan bangga terhadap aksi marah-marahnya Yesus ini. Saat ini aku juga tak malu lagi dengan sikap pemarah mamiku. Setelah kuingat-ingat, sebetulnya beliau itu melakukan apa yang kebanyakan orang tak berani melakukannya, misal: menegur penumpang bis yang merokok, menegur pedagang beras di pasar yang mencurangi pembeli dengan merekayasa timbangan. Sekarang aku justru berharap teman-temanku yang beragama lain tahu tentang aksi Yesus di hari kedua minggu paskah ini.
Bagaimana denganmu, kawan? Ketika melihat gerejamu tidak berminat menghidupi panggilannya, atau (kita perluas aplikasinya), saat kita melihat bangunan-bangunan penting dan megah di tengah bangsa kita ini (gedung-gedung kementrian, lembaga pengadilan, gedung wakil rakyat, istana presiden, bank-bank, mall-mall, hotel dan apartemen mewah, kampus-kampus, dan tempat ibadah yang besar) dan mendengar bahwa tempat-tempat itu telah menjadi tempat di mana kekuasaan seringkali disalahgunakan untuk menguntungkan segelintir orang yang berkuasa, menjadi sarang penyamun, para penindas masyarakat yang tidak berdaya, apa respons kita? Pilih kompromi, tutup mata dan mulut, atau pilih konfrontasi dengan kekerasan yang jahat? Adakah kerinduan untuk memikirkan cara menyuarakan suara kenabian di generasi kita? Paskah waktu yang tepat untuk peduli dan berani mengharapkan perubahan tanpa revolusi, bahkan berani menjadi pelopor perubahan dengan aksi kreatif tanpa kekerasan, setidaknya di lingkungan terdekat kita.
Bagian ending hari ini aku senang, karena setelah menghakimi (secara simbolis) Bait Allah maupun sistem di dalamnya yang selama ini telah merusak rencana Allah bagi dan melalui Israel itu, Ia toh mengakhirinya dengan perintah yang tegas pula untuk saling mengampuni (ay 25). Mungkin, hanya dengan saling mengampunilah kita yang dipanggil untuk berkarya di dalam nama dan kuasa Yesus juga akan mampu menyerukan suara kenabian gereja, melawan ketidakadilan dan kejahatan di tengah dunia kita saat ini. Maukah kita?
Selamat jelang paskah, kawan!
  

Tidak ada komentar: