Rekan Sepanggilan, Menulislah!

Pengunjung yang terhormat, para saksi Kristus & para pelayan Tuhan, ini adalah blog mutiara DOA, SAAT TEDUH dan MEDITASI Kristen (kecuali sisipan-sisipan khususnya). Sebuah Kedai Doa, Warung SaTe, atau Kantin Yoga, terserah Anda menyebutnya. Kalo saya, ini Cafe Shalom:-) Lebih dari itu, blog ini adalah ajakan untuk menulis. Tulislah apa saja, selembar sehari, di diary atau jurnal pribadi. Don't worry, bahan-bahannya akan Tuhan kirim tiap hari, lewat berbagai macam situasi, Anda hanya tinggal mencatatnya dengan setia & sepenuh hati. Apapun genre-nya, semua bentuk tulisan itu bagus. Semua memastikan agar kita tak mudah lupa berkat dan pesan-Nya untuk jangka waktu sangat lama. Dan sudah barang tentu, tulisan Anda bisa jadi berkat buat sesama, asupan sehat bagi keluarga besar gereja-Nya. Selamat mencoba. Mulailah hari ini!

Sabtu, 21 September 2013

Bohong Tiba-Tiba

Ada yang menggelitik di kotbah hari ini. Ilustrasi penutup kotbah KU 3 malam ini sedikit beda dibanding ilutrasi sama yang diceritakan si Pengkotbah di KU 1 dan 2 pagi tadi. Pagi tadi disebut kisah nyata tersebut terjadi di Amerika, tapi malam ini disebutnya terjadi di Jakarta. Apakah si pengkotbah lupa, atau salah sebut saja? Kira-kira yang benar terjadi di mana? Mana kutahu, kawan.

Yang kutahu, dari pengalamanku sendiri maupun dari tukar pikiran dengan beberapa kawan, ternyata pengkotbah itu bi(a)sa lakukan kebohongan di mimbar. Tidak mutlak negatif sebenarnya. Itu berangkat dari naluri positif para pengkotbah untuk membuat kisah lama jadi sesegar mungkin di telinga jemaatnya, untuk membawa sebuah ilustrasi kehidupan menjadi sedekat mungkin dengan konteks hidup pendengarnya. Intinya, suatu usaha untuk memastikan berita kotbahnya seaplikatif mungkin, relevan dan mendarat.

Umumnya ini “bohong dadakan”, spontan saja, saat kita sudah di mimbar. Idenya lewat begitu saja. Beberapa varian caranya bisa seperti berikut:

1.    Mendekatkan realitasnya: kita memberi kesan bahwa peristiwa yang kita tuturkan itu kisah nyata, padahal kita tak setahu dan tak seyakin itu sebenarnya.
2.    Mendekatkan Waktunya: Kisah yang kita dapatkan terjadi beberapa abad lampau, tapi kita putuskan memulai ilustrasinya dengan: “Beberapa waktu yang lalu,” “Suatu ketika...” Atau, “Pagi tadi saya baca dari Kompas.com, dst,” (Padahal kita tahu bahwa artikel itu diposting ke Kompas.com setahun yang lalu).
3.    Mendekatkan tempat dan lokasinya: Misal, berkotbah di gereja di Malang, beri ilustrasi seperti ini, “Peristiwa ini terjadi di sebuah kota pendidikan..., saya tidak sebut Malang ya....” Padahal memang bukan di Malang, melainkan di kota pendidikan yang lain, tapi teknik ini justru mujarab membuat jemaat simpulkan TKPnya memang di Malang, sesuai yang pengkotbah harapkan.

Dear preachers, melihat motif atau naluri seperti ini, maka menurutku ini kesalahan yang sangat bisa dimaklumi, ...namun tak bisa dianggap remeh. Jika kita tak berbuat sesuatu terhadapnya, kita bisa menjadi terbiasa, kadar bohong kita dalam kotbah akan meningkat, tahu-tahu kita jadi semacam tukang obat yang halalkan segala cerita, terbiasa menata fakta bahkan memanipulasi peristiwa untuk meyakinkan dan mendulang respons dari pendengar. Tahu-tahu bohong kita yang awalnya berlangsung spontan dan tiba-tiba jadi bohong terencana, bahkan jadi sebuah kebutuhan. Gawat, kawan!

Menurutku, selain perlu lebih “sabar dan tekun” mencari ilustrasi yang sesegar mungkin, salah satu cara penting untuk meminimalkan kesempatan berdusta dalam kotbah adalah dengan berkomitmen untuk berkotbah dengan waktu singkat saja, atau secukupnya saja, alias tidak berpanjang ria. Bagaimana menurut Anda?


Malang, 11 Oktober 2011

Tidak ada komentar: