Rekan Sepanggilan, Menulislah!

Pengunjung yang terhormat, para saksi Kristus & para pelayan Tuhan, ini adalah blog mutiara DOA, SAAT TEDUH dan MEDITASI Kristen (kecuali sisipan-sisipan khususnya). Sebuah Kedai Doa, Warung SaTe, atau Kantin Yoga, terserah Anda menyebutnya. Kalo saya, ini Cafe Shalom:-) Lebih dari itu, blog ini adalah ajakan untuk menulis. Tulislah apa saja, selembar sehari, di diary atau jurnal pribadi. Don't worry, bahan-bahannya akan Tuhan kirim tiap hari, lewat berbagai macam situasi, Anda hanya tinggal mencatatnya dengan setia & sepenuh hati. Apapun genre-nya, semua bentuk tulisan itu bagus. Semua memastikan agar kita tak mudah lupa berkat dan pesan-Nya untuk jangka waktu sangat lama. Dan sudah barang tentu, tulisan Anda bisa jadi berkat buat sesama, asupan sehat bagi keluarga besar gereja-Nya. Selamat mencoba. Mulailah hari ini!

Sabtu, 16 Februari 2013

Berangkat

Sisipan: Refeksi Akhir Pekan

Ini malam terakhir kami di Jakarta (Tangerang tepatnya). Satu tahun empat bulan kami di kota ini, di rumah ini. Besok pagi kakak ipar antar kami ke bandara. Ini sudah hampir jam 11, Hui belum tidur, seolah ikut merasakan apa yang papa mamanya rasakan. Teringat kemarin baca status Facebook teman, dia crita tak bisa tidur di malam sebelum esoknya ke luar negri pertama kali. Senang-senang cemas gitulah. Itu juga kurang lebih yang kurasakan saat ini, walau ini kali kedua kami pindah kota lagi, pindah pelayanan lagi (sejak 15 tahun lalu kuputuskan menjadi rohaniwan). Rasanya tetap seperti baru pertama kali. Senang-senang cemas.

Keluaran 12:37-42; 13:20-22 yang kubaca malam ini kisahkan Israel yang berangkat  meninggalkan Mesir (setelah di pasal-pasal sebelumnya dicatat 10 tulah, hingga Firaun beri ijin mereka pergi. Di pasal 12 dicatat persiapan-persiapan (seperti kesibukan kami seminggu ini, berteman kardus dan lakban), lalu malam ini adalah hari-hari keberangkatan: dari Raamses, ke Sukot, kemudian ke Etam, lalu menuju...Kanaan! (Besok kami ke Makassar, 10 hari kemudian menuju Palopo).

Aku terhanyut dalam lamunan: Gimana perasaan bangsa Israel malam itu ya? Ini bukan keberangkatan biasa. Ratusan tahun mereka di negri orang (430 thn, tempat asing yang sangat mungkin sudah terasa seperti hometown, home-country), sekarang harus pergi ke tempat baru yang belum pernah ada di antara mereka yang ke sana.  Sebuah perubahan drastis tentunya: tempat-tempat baru, orang-orang baru, situasi-situasi baru. Kurasa wajar bila mereka merasa galau, bahkan mungkin cemas, meski keberangkatan ini juga sudah lama mereka rindukan. (sebuah buku berpendapat: tempat yang sulitpun bisa menjadi zona nyaman, sehingga gagasan untuk pindahpun kerap disambut dengan enggan). Pasti banyak “what if” di benak mereka. “Gimana kalau...,” “Bagaimana jika...”

“Berangkat” kami besok pagipun bukan jenis berangkat yang akan sering kualami dalam hidup (beda dengan berangkat kerja, ke pasar atau kuliah setiap hari). Apalagi bagiku ini “keberangkatan ganda.” Secara fisik aku meninggalkan satu kota menuju kota lain, namun secara mental inipun momen ‘keberangkatanku’ meninggalkan lembaga dan dunia pelayanan yang telah 20 tahunan lalu kugeluti (sejak mahasiswa). Wajar galauku tak mudah kutepis. Dan jelas banyak “what if” juga di benakku. Bersyukur aku membaca kisah keberangkatan Israel ini, khususnya mendapati peran dan janji Tuhan dalam situasi keberangkatan Israel ini:

Di Keluaran 12:42 jelas digaris-bawahi, bahwa TUHANlah yang membawa mereka keluar dari tanah Mesir. Dicatat malam ini adalah “malam berjaga-jaga” bagi Tuhan. Ini sikap yang penuh keseriusan, persiapan dan kecermatan. Tuhan membebaskan mereka dari belenggu penindasan Mesir. Maka kuhayati dan kuimani, Tuhanlah yang membawaku sekeluarga dari satu kota ke kota lain, dari satu pelayanan ke palayanan lain, termasuk keberangkatan kami besok pagi. Malam itupun “malam berjaga-jaga’ bagi Israel, momentum untuk bersiap, momen untuk bersikap rela dan taat, untuk bersyukur berbalut komitmen-komitmen kepada Tuhan, bahkan momen untuk dikenang dan dirayakan turun-temurun. Ya, malam itu menjadi kenangan eksklusif bangsa yahudi. Hanya keturunan merekalah yang berhak mengenang dan merayakannya, sebagaimana hanya orang Indonesia juga yang berhak mengenang dan merayakan momen 17 Agustus 1945 itu. Keberangkatan kami besok jelas akan jadi kenangan eksklusif kami sekeluarga.

Di pasal 13:21-22 dicatat “Tuhan berjalan di depan mereka,” baik siang maupun malam, dalam wujud tiang awan dan tiang api. Ini bukan kompas dan pelita biasa. Allah sendiri yang menuntun dan memimpin mereka! Betapa melegakannya buat mereka waktu itu, kuyakin meredakan galau dan cemas di hati mereka secara signifikan. Kuyakin pula pengalaman Israel ini akan menjadi bagian dari pengalaman kami. Membayangkan “Tuhan berjalan di depan,” awan Shekinah di PL itu, dan Immanuel di PB itu, Sang Kristus itu sendiri yang menuntun memimpin kami....ah, sungguh menentramkan (meskipun, seperti yang lalu-lalu, jalan yang terbentang di depan juga tetap akan menjumpakan kami dengan lubang-lubang bahayanya, tikungan dan persimpangan yang menyediakan pilihan yang menyesatkan pula). 

Dalam peristiwa ini bangsa Israel disebut “pasukan Tuhan keluar dari Mesir.” Maka satu doa  terucap di hati ini: “Jangan biarkan hati kami menyimpang ke kanan dan ke kiri, Tuhan. Sanggupkan kami berangkat dan melangkah ke depan semata sebagai prajuritMU, atau duta-dutaMU, hamba-hambaMU. Amin”

Tangerang, 15 Februari 2013

Tidak ada komentar: