Rekan Sepanggilan, Menulislah!

Pengunjung yang terhormat, para saksi Kristus & para pelayan Tuhan, ini adalah blog mutiara DOA, SAAT TEDUH dan MEDITASI Kristen (kecuali sisipan-sisipan khususnya). Sebuah Kedai Doa, Warung SaTe, atau Kantin Yoga, terserah Anda menyebutnya. Kalo saya, ini Cafe Shalom:-) Lebih dari itu, blog ini adalah ajakan untuk menulis. Tulislah apa saja, selembar sehari, di diary atau jurnal pribadi. Don't worry, bahan-bahannya akan Tuhan kirim tiap hari, lewat berbagai macam situasi, Anda hanya tinggal mencatatnya dengan setia & sepenuh hati. Apapun genre-nya, semua bentuk tulisan itu bagus. Semua memastikan agar kita tak mudah lupa berkat dan pesan-Nya untuk jangka waktu sangat lama. Dan sudah barang tentu, tulisan Anda bisa jadi berkat buat sesama, asupan sehat bagi keluarga besar gereja-Nya. Selamat mencoba. Mulailah hari ini!

Sabtu, 18 Februari 2012

Special Dinner with Jesus

Refleksi, khusus edisi akhir pekan:

Segalanya di luar dugaan hari ini :
Sakit cacarku makin parah, bisa tulari anak-anak Kak Nina, tuan rumahku di kota ini. Maka setelah periksa tadi, saat bu dokter puskesmas itu tawari aku nginap di rumahnya, dengan sungkan kuterima. Yang terjadi? Malam ini aku makan di restoran mewah di pusat kota. Pulangnya dia tunjukkan ikon-ikon Bandung, bawa aku keliling kota: Jalan Braga, Gedung Sate, Gedung Asia Afrika. Dan saat ini aku sungguh tidur di rumah dia, orang yang baru kukenal siang tadi. Masih terharu, masih tidak percaya, ia serius jamu dan layani orang yang baru dikenalnya. O ya, dokter Mercy namanya, pas benar dengan aksinya. Asli Bandung, tapi bagiku dia si Samaria yang baik hatinya. Yang luar biasa, saat kutanya, dia jawab bukan sedang layani aku, tapi sedang layani Yesus, Tuhannya.
Tapi yang mau kuceritakan adalah saat makan malam bersamanya: Sajian mewah berbagai rupa, para pelayan berdasi datang dan pergi. Berdiri di kejauhanpun tetap amati kami, siap ganti menunya atau tambah porsinya sesuai mau kami. Semua pengalaman baru buatku, tapi rasanya tak terlalu menarik perhatianku. Karena mataku sulit beralih dari dia. Saat kami bicara empat mata itu, perhatianku tertuju padanya: semua sharingnya terasa penting: tentang pelayanan medisnya di puskesmas luar kota, tentang putra semata wayang yang dikasihinya, tentang suaminya, tentang pelayanannya di gereja. Seperti terhipnotis, aku antusias menyimaknya, aku ingin lebih kenal dia. Saat bertanya tentang diriku, kumanfaatkan giliranku dengan seksama.
Benar-benar saat-saat itu seakan hanya dialah yang ada, yang penting bagiku. Para pelayan dan suasana restoran tadi itu seakan jadi latar belakang saja. Mereka ada, tapi sementara tak kuanggap utama, cukup diperhatikan sesekali saja, sambil lalu saja. Semua dalam diriku saat itu terfokus pada pribadi yang di hadapanku. Bu dokter itu. Di mobil kami tidak banyak bicara, tapi aku yang sakit ini merasa aman duduk di sampingnya, percayakan dia menyetir, bawa aku telusuri jalan-jalan kota, ke tempat-tempat baru, ke pengalaman-pengalaman baru.
Kawan, tepat seperti itu sebetulnya dan seharusnya waktu teduh kita bersama-Nya. Itu momen kencan makan malam kita dengan Yesus. Momen yang kita khususkan bersama-Nya, bicara intens dengan Dia. Saling curhat, saling simak, saling percaya. Bukan lari dari dunia, tapi sementara dunia jadi tak penting bagi kita. Realitas pergumulannya dan suara riuh problematikanya tak kita lupa, masih tetap ada, tapi semua itu untuk sementara jadi latar belakang saja. Fokus kita sepenuhnya pada Pribadi agung di seberang meja, di hadapan kita. Dokter segala dokter, Raja segala raja, Pencipta semesta sekaligus Gembala dan Juru Selamat kita, bahkan lebih tepatnya, Kekasih jiwa kita. Kita curhat pada-Nya lewat doa, Dia curhat pada kita lewat Firman tertulis-Nya, lewat Roh Kudus-Nya.
Bincang kita dengan Dia itu untuk pulihkan lelah dan sakit kita, ajak kita pulang dari ketersesatan, tuntun kita ke padang berumput hijau, ke air tenang. Kencan dengan Dia itu sungguh isi perut kita, bahkan isi kotak bekal kita. Apa guna? Karena Dia akan utus kita masuk lagi ke dalam dunia, untuk berkarya bersama-Nya. Di luar momen khusus itu, kita kembali ke tugas tanggung jawab rutin kita, kembali ke pergumulan bahkan penderitaan kita, pikul salib kita, tapi tetap dengan kesadaran Ia ada bersama kita, iringi tiap langkah kita, turut rasakan segala pergumulan dan pencobaan kita, sehingga kita tak akan merasa sendiri, tak gampang patah hati, tak mudah kasihani diri. Dalam situasi bagaimanapun, kita siap jadi saksi.
Kuharap kita semua semesra itu dengan Dia. Moga di tengah kesibukan, kita punya jadual kencan makan malam istimewa bersama-Nya. Saranku, kawan, jangan tunggu sampai malam minggu. Ajak Dia dulu, malam ini juga !

Wahyu 3: 20 
Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.

Suatu malam di bulan September ‘99
depan alun-alun Bandung

Tidak ada komentar: