Rekan Sepanggilan, Menulislah!

Pengunjung yang terhormat, para saksi Kristus & para pelayan Tuhan, ini adalah blog mutiara DOA, SAAT TEDUH dan MEDITASI Kristen (kecuali sisipan-sisipan khususnya). Sebuah Kedai Doa, Warung SaTe, atau Kantin Yoga, terserah Anda menyebutnya. Kalo saya, ini Cafe Shalom:-) Lebih dari itu, blog ini adalah ajakan untuk menulis. Tulislah apa saja, selembar sehari, di diary atau jurnal pribadi. Don't worry, bahan-bahannya akan Tuhan kirim tiap hari, lewat berbagai macam situasi, Anda hanya tinggal mencatatnya dengan setia & sepenuh hati. Apapun genre-nya, semua bentuk tulisan itu bagus. Semua memastikan agar kita tak mudah lupa berkat dan pesan-Nya untuk jangka waktu sangat lama. Dan sudah barang tentu, tulisan Anda bisa jadi berkat buat sesama, asupan sehat bagi keluarga besar gereja-Nya. Selamat mencoba. Mulailah hari ini!

Sabtu, 28 Januari 2012

Berhenti itu Sulit

Refleksi, khusus edisi akhir pekan:

Berangkat ke gereja, tadi diomelin orang di perempatan jalan. Lampu sudah hijau, tiba-tiba motor ngadat. Galaknya bunyi klakson di belakang sepertinya sempurna wakili protes orangnya. Ini masih lumayan, karena kemarin-kemarin biasanya bunyi klakson bersautan saat lampu masih merah.
Usai kebaktian, salaman dengan pendeta di pintu depan. Antrian panjang terasa tak bergerak, kulihat di depan ada ibu yang ngobrol dengan pendeta, entah basa-basi entah ada keperluan, yang pasti cuma sebentar. Tapi jemaat di depanku bergumam kesal, wakili kesalku juga. Semua tak sabar ingin keluar, segera menuju parkiran, pulang. Di perjalanan kuputuskan sekalian belanja, mampir di beberapa tempat. Tiap berhentinya nggak sampai 2 menit, pulangnya berhitung, total bayar parkirnya lumayan besar !
Seperti itulah kejadian sehari-hari kita, kawan. Itu potret sibuknya jaman sekarang. Hari ini kenyataan tak bisa disangkal, bahwa berhenti itu sulit sekali. Orang ga suka lihat kita berhenti, kitapun terganggu lihat orang lain berhenti. Berhenti itu dianggap menghalangi, menghambat gerak orang. Semua orang punya urusan dan kesibukan. Banyak kegiatan yang harus dijalani, banyak orang yang harus ditemui. Kalaupun kita ingin berhenti, ternyata itu tidak gratis. Wajar kalau bagi sebagian besar kita itu berhenti jadi terasa sulit, terasa mahal, terasa rugi.
Tapi mau tahu betapa lebih mahalnya dan lebih ruginya kalau kita menolak berhenti dan alam yang memaksa kita berhenti, kawan? Ambil pelajaran dari dua kejadian ini:
Kemarin pagi temanku dongkol, emosi ketika di jalan motornya tiba-tiba mogok, berhenti. Aktivitas yang tiba-tiba terhenti itu pasti bikin rugi, karena tak ada antisipasi. Wajar dia emosi, karena hari itu tak bisa tepati beberapa janji. Belum lagi pikirin ongkos reparasi selama motornya “istirahat” di bengkel, yang ia kuatirkan mahal sekali.
Minggu lalu bezuk teman di rumah sakit. Kutahu ia itu tipe pekerja keras, banting tulang tiap hari. Kutahu motivasinya luhur dan murni: siapin masa depan anak-istri. Tapi benteng kesehatannya ambrol juga, roboh dia. Sembuhnya itu butuh peralatan medis yang canggih, artinya butuh rumah sakit yang bagus, artinya butuh beaya tinggi. Sudah 2 minggu dia “istirahat” di rumah sakit mahal ini. Uang yang ia kumpulkan 2 tahun sudah habis dalam hitungan hari.
Bukan nakut-nakuti, kawan, bukan juga mau ngajari. Tapi jelas bijaksana kalau kita biasakan diri untuk istirahat, untuk berhenti. Tak perlulah alam yang paksa kita berhenti.
Kawan, peristiwa sehari-hari di dunia kasat mata itu paralel dengan kehidupan rohani. Di kesibukan batin, kitapun sulit berhenti, enggan diajak berhenti. Seolah kita takluk, didikte, dijajah oleh jadual. Tapi apa ini bisa dijadikan alasan pembenaran? Jadi alasan untuk tidak Saat Teduh, doa, atau meditasi? Tunggu dulu…
Di urusan dunia ini, berhenti kita itu secara langsung memang ganggu orang lain, hambat gerak orang lain. Tapi untuk berhenti secara batin, yang terganggu justru diri kita sendiri. Yang merasa rugi itu kita sendiri juga kok yang punya persepsi. Terasa mahal dan terasa rugi itu sepenuhnya kita yang memaknai, bukan orang lain.    
So, waktunya berhenti cari alasan. Untuk urusan berhenti, pause, berefleksi-evaluasi, orang lain tidak akan terlalu peduli. Tuhan saja yang sudah pasti peduli dan dirimu sendiri saja yang mutlak pegang kendali. Jangan tunggu sampai pekerjaanmu & pelayananmu mogok, stagnasi, jangan tunggu benteng kesehatan bathinmu ambrol, jangan tunggu sampai imanmu roboh. Mulailah hari ini.

Kejadian 2:1-3  Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya. Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu..

Malang, Ahad, 3 Juni ’07
sepulang gereja

Tidak ada komentar: