Rekan Sepanggilan, Menulislah!

Pengunjung yang terhormat, para saksi Kristus & para pelayan Tuhan, ini adalah blog mutiara DOA, SAAT TEDUH dan MEDITASI Kristen (kecuali sisipan-sisipan khususnya). Sebuah Kedai Doa, Warung SaTe, atau Kantin Yoga, terserah Anda menyebutnya. Kalo saya, ini Cafe Shalom:-) Lebih dari itu, blog ini adalah ajakan untuk menulis. Tulislah apa saja, selembar sehari, di diary atau jurnal pribadi. Don't worry, bahan-bahannya akan Tuhan kirim tiap hari, lewat berbagai macam situasi, Anda hanya tinggal mencatatnya dengan setia & sepenuh hati. Apapun genre-nya, semua bentuk tulisan itu bagus. Semua memastikan agar kita tak mudah lupa berkat dan pesan-Nya untuk jangka waktu sangat lama. Dan sudah barang tentu, tulisan Anda bisa jadi berkat buat sesama, asupan sehat bagi keluarga besar gereja-Nya. Selamat mencoba. Mulailah hari ini!

Senin, 30 Juli 2012

Opera Dosa

Sisipan, minggu refleksi:

Film Garin Nugroho menang, terbaik di festifal film Singapura. Opera Jawa judulnya, kisahnya diadaptasi dari cerita wayang kita. Tentu ini sangat membanggakan bangsa kita. Itu kebalikan dari kisah orang-orang Yehuda yang kisahnya dicatat dalam Yeremia 42. Kisahnya memalukan, menambah aib dalam catatan sejarah bangsa mereka. Sebagai judul, kupakai kata “opera” karena memang sejarah kelam bangsa ini bak sebuah pagelaran besar, tokoh-tokohnya mahir bersandiwara. Dan kusebut “opera dosa karena kisahnya kental dengan dosa, meski dibumbui adegan bijaksana tokoh-tokohnya yang pura-pura peduli agama.

Simak babak pertama ini: Para perwira dan seluruh rakyat yang tersisa ini, yang luput dari pembuangan ke Babel ini, nampak bijaksana, datang secara sukarela pada nabi Yeremia dan minta didoakan dan dimintakan petunjuk Tuhan (ay 1-3). Seumur-umur baru kali ini Yeremia lihat saudara-saudara sebangsanya itu begitu menghargai dia dan begitu membuka diri terhadap pelayanannya. Siapa yang tak terharu coba?! Melihat orang berdosa mau datang ke gereja, membuka diri untuk terima sabda-Nya, pendeta mana yang tak berkobar belas kasih dan gairah penginjilannya (sebagai staf Perkantas, biasanya dalam kasus begini ga hanya kudoakan tuh mahasiswa, kuajak makan! Saking senengnya gitu)

Yeremia juga senang sekali, dan langsung menyanggupi permohonan mereka, apalagi mereka pakai sumpah segala, berjanji mau dengar-dengaran dan taati Firman apapun yang Yeremia dapat dari Tuhan (ay 4-6). Makin semangatlah Yeremia mendoakan mereka 10 hari lamanya, membela nasib mereka serta meminta petunjuk pada Tuhan, padahal Tuhan yang sudah melarangnya berdoa untuk Yehuda karena kebebalan mereka (Yer 7:16; 11:14; 14:11-12; 15:1-2).

Babak keduanya menyedihkan: rupanya 10 hari itu juga menjadi masa berkabung dan masa pahit Yeremia, karena dalam doa-doanya itu Tuhan singkapkan kepalsuan, kemunafikan para perwira dan rakyat kaum sisa itu. Sang nabi merasa tertipu, merasa dipermainkan, atau apalah yang semacam itu (bukan pengalaman asing buat rohaniwan zaman sekarang ini. Sudah lazim pendeta mengeluh, “Jemaat saya baik sama saya, tapi mengabaikan pesan mimbar saya. Mereka hanya mau dengar yang menghibur saja. Teguran dan peringatan, mereka tidak suka. Banyak di antara mereka terus pelihara dosa-dosa lama”).

Babak ketiga menarik, soroti sikap Allah dan Yeremia dalam menghadapi para pemain opera dosa ini, sikap yang sangat sportif dan profesional. Yeremia tetap serius menyampaikan pesan Tuhan pada orang-orang yang jelas-jelas sudah mempermainkan Allah dan dirinya itu (ay 8-22). Kata “sungguh” dan “camkanlah berulang kali digunakan untuk menjelaskan ulang aturan main Tuhan, pilihan kata yang sarat emosi, yakni emosi kasih dan kepeduliaannya pada para pemain opera dosa ini. Yeremia sungguh ingin mereka membuat pilihan yang benar, yakni tidak mengungsi dan berlindung pada Mesir, melainkan berlindung pada Tuhan dan mengandalkan Tuhan di negri mereka sendiri.

Babak terakhir makin menyedihkan: opera dosa ini berujung sad-ending, bukan happy-ending. Orang-orang Yehuda yang harusnya bersyukur terluput dari pembantaian dan pembuangan ke Babel ini malah konsisten; sekali bebal tetap bebal. Mereka menolak taat dan tetap pergi ke Mesir. Bahkan di pasal 43 mereka menuduh Yeremia bohong dan menyandera Yeremia dan asistennya, Barukh, memaksa dua hamba Tuhan itu ikut mereka ke Mesir. Yang mengenaskan buatku adalah fakta tentang siapa saja pemain opera dosa ini, yakni para perwira dan rakyat jelata, orang dewasa maupun besar kecil (ay 8).

Kawan, kurasa kita semua paham, sampai hari inipun opera dosa ini masih terus berulang di gereja (terutama dalam gereja di mana angka kehadiran dan nominal persembahan jadi prioritas pendeta dan majelisnya). Pemainnyapun sama, yakni bisa dari segala usia dan tingkat sosial apa saja. Orang-orang ini leluasa memainkan lakonnya, nampak tulus dan tekun datang ke gereja, namun hatinya sudah pasang kuda-kuda: pesan mimbar yang menghibur, yang enak-enak kutrima; yang keras, yang menegur dosa, yang menyakitkan hati silahkan lewat saja. Yang penting aku rutin datang, persembahan lumayan, berani apa Pendeta?! Maka langgenglah opera dosa ini.

Sesungguhnya, kawan, untuk menghentikan opera dosa di gereja itu caranya harus dengan menghentikan supply pemainnya. Tak ada cara lain! Bukan dengan mengusir mereka keluar dari gereja tentunya, melainkan mengajarkan dan beri teladan bahwa kekristenan itu bukan seni peran, melainkan praktek hidup berintegritas di hadapan Allah yang maha hadir dan maha tahu. Bukan dengan membuang mereka, melainkan dengan mengubah aktor-aktor rohani itu jadi kristen sejati. Ayo kawan, kita doakan program pemuridan atau bentuk-bentuk pembinaan lainnya agar dilakukan oleh/di dalam gereja kita. Amin.


Tangerang, 30 Juli 2012

Renungan malam: Yeremia 42

Tidak ada komentar: