Rekan Sepanggilan, Menulislah!

Pengunjung yang terhormat, para saksi Kristus & para pelayan Tuhan, ini adalah blog mutiara DOA, SAAT TEDUH dan MEDITASI Kristen (kecuali sisipan-sisipan khususnya). Sebuah Kedai Doa, Warung SaTe, atau Kantin Yoga, terserah Anda menyebutnya. Kalo saya, ini Cafe Shalom:-) Lebih dari itu, blog ini adalah ajakan untuk menulis. Tulislah apa saja, selembar sehari, di diary atau jurnal pribadi. Don't worry, bahan-bahannya akan Tuhan kirim tiap hari, lewat berbagai macam situasi, Anda hanya tinggal mencatatnya dengan setia & sepenuh hati. Apapun genre-nya, semua bentuk tulisan itu bagus. Semua memastikan agar kita tak mudah lupa berkat dan pesan-Nya untuk jangka waktu sangat lama. Dan sudah barang tentu, tulisan Anda bisa jadi berkat buat sesama, asupan sehat bagi keluarga besar gereja-Nya. Selamat mencoba. Mulailah hari ini!

Sabtu, 16 Juni 2012

Bunyi-Bunyi Otoritas Ilahi

Refleksi, khusus edisi akhir pekan:

Salah satu yang tidak terlupakan hidup di asrama SAAT adalah belnya. Hidup kami serasa tak terpisahkan bahkan sangat bergantung pada bunyi lonceng tak terlalu besar tapi bunyinya cukup keras di lingkungan yang kecil itu. Dari pagi sampai malam jadual kami terjalani satu persatu atas panduan bunyi lonceng itu: ia bangunkan kami, suruh kami saat teduh, printahkan kami ke ruang makan, ke ruang kelas, undang kami kebaktian, suruh kami belajar, paksa kami matikan lampu jam 22.30 malam. Sampai-sampai ada yang nyletuk, kalau bel atau lonceng itu dicuri orang, gabisa apa-apa kamiJ.
Tahun 2005 SAAT pernah mengutus Tim Misi ke Alor, membantu korban gempa di sana. Aku dan teman Tim tinggal di rumah Pendeta setempat. Pagi pengobatan massal, malam kami adakan Kebaktian Penyegaran Rohani. Penduduk atau jemaat di sana banyak yang tinggal di pegunungan dan jarak satu rumah dengan yang lainnya berjauhan. Aku terkesan dengan cara Pak Pendeta panggil umatnya untuk ikuti acara-acara kami. Kuperhatikan beliau meniup nafiri, yang terbuat dari rumah (cangkang) kerang besar. Demikian pula dalam keseharian, saat pak pendeta ingin umumkan sesuatu, ia tinggal tiup kerang itu, tak lama berkumpullah tua-tua gereja yang bisa diutusnya melanjutkan pesannya ke rumah-rumah jemaat.
Ini tentang bunyi, kawan. Bunyi-bunyi semacam itu pegang peran signifikan dalam hidup kita. Bunyi bel asrama dan tiupan kerang itu mewakili kehendak otoritas di atas kita. Tentu yang dimaksud di sini adalah bunyi atau suara kode-kode yang telah disepakati bersama sebelumnya. Bunyi itu terdengar di antara jadual-jadual harian kita. Suaranya yang khas itu meminta perhatian kita, dan kitapun akan gampang mengenalinya di antara banyak bunyi lain yang mampir ke telinga kita. Suaranya menginterupsi bisingnya bunyi-bunyi kehidupan kita tiap hari, bukan bermaksud menambah bisingnya, melainkan ingin memberi arahan pada kita. Memberitahu apa yang harus kita dengar dan melakukan apa yang harus kita lakukan, baik sebagai individu maupun secara kolektif sebagai komunitas bersama.
Tanda-tanda bunyi yang telah disepakati seperti itu pasti penting, berguna. Awal era teknologi kita sangat diberkati oleh penemuan mesin telegraph. Bunyi-bunyi ketukan yang datar itu tak terbilang jasanya, kirimkan pesan penting ke penjuru negri. Ia melayani kepentingan relasi-relasi keluarga, juga mendukung kepentingan bangsa dan negara.

Di kitab Bilangan 10:1-10 kita membaca pesan yang sama, tentang bunyi-bunyi nafiri yang penting dan harus diperhatikan oleh orang Israel. Sepintas fungsinya praktis saja, mengatur keberangkatan rombongan besar itu tiap kali melanjutkan perjalanan menuju negri perjanjian. Tapi sebenarnya lebih dari itu signifikansinya. Ada prinsip-prinsip rohani yang dikandungnya. Bangsa pilihan ini sedang dilatih kepekaannya untuk mendengar bunyi-bunyi otoritas Tuhan. Mereka umat yang mudah melupakan Allah yang telah membawa mereka keluar dari Mesir, tanah perbudakan. Mereka mudah lupa pertolonganNya saat hadapi musuh yang hebat. Maka sebelum maju perang, bunyi-bunyi nafiri yang ditiup imam itu akan ingatkan mereka, bahwa Tuhanlah panglima perang. Juga saat senang, pesta, mereka bisa kelewatan dugemnya, seperti ritual kafir. Bunyi nafiri itu akan mengingatkan bahwa semua berkat itu dari Tuhan.
Tantangan zaman ini, baik berupa pergumulan maupun kenikmatan di dalamnya, itu bisa membuat kita lupa seperti bangsa Israel di perjalanan ini. Kitapun butuh bunyi-bunyi yang rutin dan secara berkala mengingatkan tentang siapa yang sedang berkuasa atas dunia ini dan yang sedang memimpin perjalanan hidup kita, mengingatkan kita tentang tujuan kita dipilih dan diselamatkanNya. Maka di tengah hiruk pikuk dunia cemar dosa ini, pindailah bunyi-bunyi semacam itu kawan. Untuk manfaat itulah kita berSaat Teduh, berdoa, dan setia mendengar suara-suara dari mimbar persekutuan dan gereja. Dan tentu saja, FirmanNya dalam alkitab kita dan dalam hati kita itu jelas jauh lebih efektif menuntun mengarahkan hidup kita dibanding bel asrama, cangkang kerang besar pak Pendeta Alor atau nafiri imam Israel di padang gurun itu. Selamat terus menikmati dan diberkati bunyi-bunyi otoritas sorga, kawan!

Bilangan 10:6-9
apabila kamu meniup tanda semboyan kedua kalinya, maka haruslah berangkat laskar-laskar yang berkemah di sebelah selatan. Jadi tanda semboyan harus ditiup untuk menyuruh mereka berangkat; tetapi untuk menyuruh jemaah itu berkumpul kamu harus meniup saja tanpa memberi tanda semboyan. Nafiri-nafiri itu harus ditiup oleh anak-anak imam Harun; itulah yang harus menjadi ketetapan untuk selama-lamanya bagimu turun-temurun. Dan apabila kamu maju berperang di negerimu melawan musuh yang menyesakkan kamu, kamu harus memberi tanda semboyan dengan nafiri, supaya kamu diingat di hadapan TUHAN, Allahmu, dan diselamatkan dari pada musuhmu.

Jakarta, 16 Juni 2012

Tidak ada komentar: